Mohon tunggu...
Naila Ammara
Naila Ammara Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas

Saya merupakan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Andalas yang memiliki minat dalam kepenulisan hukum, selain dalam kepenulisan saya juga senang mengikuti lomba debat dan saya juga suka berdiskusi tentang praktik hukum dan dinamika politik yang terjadi di Indonesia. saya memiliki bakat dalam public speaking dan saya juga mengisi waktu luang dengan menjadi master of ceremony dalam berbagai event.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Upaya Intervensi Densus 88 Terhadap Jampidsus Sebagai Aktor Utama Dalam Kasus Korupsi Timah

4 Juni 2025   01:22 Diperbarui: 4 Juni 2025   01:22 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus mega korupsi yang menggemparkan Indonesia belakangan ini menjadi atensi publik. Kasus bertajuk korupsi timah tersebut diketahui merugikan negara dengan jumlah uang sebesar 271 triliun. Hal ini memicu kemarahan besar dari publik serta pemerintah karena kasus tersebut menggerogoti sendi-sendi ekonomi kehidupan dan sangat merugikan negara. Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Pada kasus ini jelas sedari awal pelaku secara sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan kerja sama secara illegal dalam pengelolaan lahan PT Timah Tbk bersama pihak swasta.

Kasus ini membuat semua mata publik tertuju tatkala tersangka dari kasus ini adalah seorang suami dari public figure. Tersangka yang menjadi sorotan itu adalah Harvey Moeis, suami dari aktris Sandra Dewi dan juga Helena Lim, Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK). Dalam prosesnya Kejaksaan Agung Republik Indonesia (KEJAGUNG RI) khususnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) menjadi aktor utama dalam menginvestigasi kasus tersebut.

Dalam proses penginvestigasian beredar berita ketua Jampidsus yakni febrie Adriansyah dibuntuti oleh anggota Datasemen Khusus Antiteror (Densus) 88. Hal ini dibuktikan dengan adanya klarifikasi oleh Ketut Sumedana Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI. Dalam siaran langsungnya, kejagung membenarkan terjadinya penguntitan terhadap Jampidsus oleh Densus 88. Pembuntutan yang dilakukan di saat Jampidsus sedang mengusut perkara besar yang melibatkan tersangka dari kalangan papan atas ini memberikan stigma yang sangat besar kepada publik bahwa ada upaya-upaya intervensi yang coba dilakukan oleh Densus 88 terhadap Jampidsus.

Intervensi yang dimaksud disini adalah adanya perbedaan mendasar kewenangan dari kedua lembaga tersebut dalam batasan-batasan nya menangani perkara khusus. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 21 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 38 Tahun 2010 yang mengatakan, Jampidsus mempunyai tugas dan wewenang di bidang tindak pidana khusus yakni meliputi perkara korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Pada Pasal 23 Perpres Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa tugas dari Densus 88 adalah menanggulangi tindak pidana terorisme yang berada di bawah Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri). Pengaturan tersebut menunjukkan bahwa upaya pembuntutan yang dilakukan oleh Densus 88 terhadap Jampidsus merupakan upaya intervensi.

Upaya Intervensi ini dibuktikan dengan tidak adanya korelasi antara tugas utama Densus 88 dalam pemberantasan terorisme dengan Jampidsus yang menangani tindak pidana korupsi sebagaimana yang dijelaskan dalam peraturan tersebut. Yang dikhawatirkan disini adalah campur tangan yang dilakukan oleh Densus 88 akan menyebabkan integritas yang dimilikinya menjadi berkurang sehingga tingkat kepercayaan publik akan menurun. Selain itu pada dasarnya prinsip demokrasi yang dijunjung tinggi oleh Indonesia menghendaki adanya pemisahan kekuasaan dengan maksud agar masing-masing lembaga dapat bekerja secara independen.

Dengan adanya upaya pembuntutan ini selain telah melanggar prinsip demokrasi, Densus 88 juga memberikan praduga adanya campur tangan politik plutokrasi. Hal ini dapat dilihat dari tersangka yang memiliki latar belakang dengan kekayaan dan kekuasaan yang tinggi sehingga intervensi atau upaya campur tangan ini tidak dapat dibenarkan dan dinyatakan sebagai upaya kerja sama untuk menyelesaikan kasus korupsi timah tersebut. Justru sikap Densus 88 yang seolah-olah mengebiri wilayah kewenangan Jampidsus akan menghambat proses investigasi karena penanganan dan sindikat yang tidak tepat.

Maka dari itu pemerintah dalam melaksanakan tugas perlu tegas untuk mendiferensiasi batasan setiap lembaga dalam menangani kasus sesuai dengan tugas pokok dan fungsi nya masing-masing, agar setiap lembaga dapat bekerja secara nyaman tanpa ada skeptis kepentingan dari kelompok lain.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun