Demokrasi Liberal telah membentuk landasan politik Indonesia sejak awal reformasi pada tahun 1998 dan menjadi kerangka politik utama di Indonesia selama beberapa dekade terakhir. Pada masa Demokrasi Liberal, rakyat mendapatkanm lebih banyak kebebasan politik, transparansi, dan partisipasi. Namun, pada masa pemerintahan Demokrasi Liberal, terdapat berbagai masalah ekonomi yang perlu diatasi. Dalam keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), Indonesia terkena dampak positif dan negatif.Â
Dampak positifnya yaitu Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, sedangkan dampak negatifnya, yaitu Indonesia harus menanggung seluruh hutang Belanda dari tahun 1942, yang menjadikan perekonomian di Indonesia menjadi terpuruk. Hutang yang diwariskan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, berjumlah kurang lebih 1.130 juta dolar Amerika.Â
Selain itu, Belanda juga menangguhkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah RIS selama satu tahun, dan statusnya akan ditentukan seiring dengan jalannya perundingan antara RIS dengan Belanda. Tetapi ternyata perundingan-perundingan yang dilakukan tidak pernah menemui hasil bagi bangsa Indonesia, sehingga membuat masyarakat dan partai-partai politik berkeinginan untuk membatalkan perjanjian KMB.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan, diantaranya :
1.Gerakan Benteng.
Dimulai pada April 1950, kebijakan Gerakan Benteng yaitu sebagai berikut :
a.Memberikan bantuan berupa bimbingan konkret atau bantuan kredit kepada pengusaha pribumi agar mereka ikut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
b.Membangun kewirausahaan bagi para rakyat pribumi agar dapat membentengi perekonomian Indonesia.
2.Gunting Syafrudin.
Merupakan kebijakan pemotongan uang Rp 2,50 ke atas hingga nilainya menjadi tersisa setengahnya. Tujuan Gunting Syafrudin adalah untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp 5,1 miliar dan kebijakan ini membantu rakyat kecil, karena yang memiliki uang Rp 2,50 ke atas, hanya orang-orang kelas menengah ke atas.
3.Nasionalisasi De Javasche Bank