Mohon tunggu...
M.Choirun Nafik
M.Choirun Nafik Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiwa Tanpa Dosa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Aku bukanlah orang hebat, Tapi ku mau belajar dari orang-orang yang HEBAT. Aku adalah orang biasa, Tapi aku ingin menjadi orang yang LUAR BIASA., Dan aku bukanlah orang yang istimewa, Tapi aku ingin membuat seseorang menjadi ISTIMEWA.,.,

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Islam dan Negara

13 Oktober 2020   20:59 Diperbarui: 15 Oktober 2020   14:20 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

LATAR BELAKANG

Salah satu karakteristik agama Islam pada masa awal penampilannya, ialah kejayaan di bidang politik. Penuturan sejarah Islam dipenuhi oleh kisah kejayaan itu sejak nabi Muhammad SAW sendiri (periode Madinah) sampai masa-masa jauh sesudah beliau wafat. Terjalin dengan kejayaan politik itu ialah sukses yang spektakuler ekspansi militer kaum muslimin, khususnya yang terjadi di bawah pimpinan sahabat nabi. Maxim Rodinson seorang Marxis ahli Islam, menegaskan bahwa agama Islam menyuguhkan kepada para pemeluknya suatu proyek kemayarakatan, suatu program yan harus diwujudkan di muka bumi. Oleh karena itu, kata Rodinson, Agama Islam tidak bisa disamakan dengan agama kristen atau budhisme, sebab Islam tidak hanya menampilkan dirinya sendiri sebagai penghimpunan kaum beriman yang mempercayai kebenaran satu dan sama, melainkan juga sebagai suatu masyarakat yang total.

Kenyataan historis tersebut menjadi dasar bagi adanya pandangan yang merata dikalangan para ahli dan awam, baik muslim maupun bukan muslim, bahwa Islam adalah agama yang terkait erat dengan dengan kenegaraan. Tapi Nurkhollis Madjid mengatakan bahwa agama merupakan masalah spiritual- pribadi yang tidak dapat, tidak boleh dan tidak mungkin mencapuri urusan kenegaraan yang merupakan masalah rasional-kolektif.

Diskursus mengenai Hukum Islam, Masyarakat dan Negara ini menjadi suatu topik yang menarik untuk dibicarakan. Pertanyaan mengenai apakah Islam mempunyai suatu tata aturan negara yang khusus atau tidak, menjadi sorotan dalam masalah ini. Namun yang menjadi persoalan adalah nabi tidak meninggalkan satu sunnah yang pasti bagaimana sistem penyelenggaraan negara itu, misalnya bagaimana sistem pengangkatan kepala negara, siapa yang berhak menetapkan undang-undang, kepada siapa kepala negara bertanggung jawab dan bagaimana bentuk pertanggungjawaban tersebut. Kontroversi inilah yang menjadikan penulis tergerak untuk mengkaji hubungan Islam dan negara.

KONSEP HUKUM DALAM ISLAM

Hukum (peraturan/norma) adalah suatu hal yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Hukum Islam adalah hukum- hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan). Dengan adanya hukum dalam Islam berarti ada batasan-batasan yang harus dipatuhi dalam kehidupan, karena tidak bisa dibayangkan jika hukum, seseorang akan semaunya melakukan sesuatu perbuatan termasuk perbuatan maksiat. Hukum Islam dibagi ke dalam dua bagian:

  1. Bidang Ibadah (ibadah mahdah). Ibadah mahdah adalah tata cara beribadah yang wajib dilakukan seorang muslim dalam berhubungan dengan Allah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
  2. Bidang Mu'amalah (ibadah ghairu mahdah). Mu'amalah adalah  ketetapan Allah yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, yang sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtiad manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu.

Dengan adanya hukum ibadah mahdah dan muamalah ini jika diamalkan oleh manusia akan dapat terpelihara agama, jiwa, dan akalnya.

Tujuan Hukum Islam

Secara umum bahwa tujuan hukum Islam sering dirumuskan sebagai kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak. Hal itu dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah ataupun menolak yang mudarat yaitu sesuatu hal yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain bahwa tujuan hukum Islam memiliki makna lain yaitu bagi kemaslahatan hidup manusia, baik rohani ataupun jasmani, individual dan social. Abu Ishaq al-Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, antara lain:

  1. Menjaga agama (hifdz ad-din). Agama wahyu diturunkan Allah SWT melalui malaikat sejak Nabi Adam As sampai kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia. Namun demikian, dalam penyampaiannya tidak boleh ada paksaan. Sebab merupakan hak manusia untuk memilih atau tidak memilik agama dan keyakinannya itu.
  2. Menjaga jiwa (hifdz an-nafs). Hak hidup sangat dijamin dan dijunjung tinggi dalam Islam, oleh sebab itu ada hukum qishas/pembalasan (memberi hukuman yang setimpal). Untuk bisa hidup, maka manusia harus mampu mencukupi sandang, pangan dan papan, sehingga dapat hidup layak dan berkesinambungan.
  3. Memelihara akal (hifdz al'aql). Hal yang membedakan manusia dengan binatang adalah akalnya. Tanpa akal maka manusia sama saja dengan binatang. Akal harus dijaga dengan sebaik-baiknya supaya tetap sehat dan kuat. Akal yang sehat terletak pada jiwa sehat, oleh arena itu, hal-hal yang dapat merusak dan menghilangkan akal wajib dihindari, seperti minuman keras, narkoba, perjudian, dan lain-lain.
  4. Memelihara keturunan (hifdz an-nasb). Salah satu kebahagian hidup adalah manakala memiliki keturuan dari hasil perkawinan legal/sah, baik secara hukum agama maupun hukum negara, sehingga menjadi keturunan yang indah dipandang mata (qurrota a'yun). Ia akan menjadi generasi penerus, dan yang akan mendoakan kedua orang tuanya setelah wafat.
  5. Memelihara harta (hifdz al-maal). Harta yang kita miliki, sesungguhnya adalah milik Allah, karena itu hanyalah titipan saja. Namun demikian, kita wajib untuk menjaganya agar tidak hilang atau rusak, apalagi sampai menimbulkan kemudharatan. Bahkan, kalua harta kita dirampok, kemudian melakukan perlawanan dan sampai terbunuh, maka matinya syahid. Maka wajib bagi kita untuk memperhatikan dari mana harta itu diperoleh dan menggunakannya dengan baik dan benar sehingga memberikan manfaat bagi orang lain.

Kontribusi Hukum Islam dalam Hukum Nasional

Secara eksistensial kedudukan hukum Islam dalam hukum nasional merupakan sub sistem dari sistem hukum nasional. Oleh karena itu, maka hukum Islam juga mempunyai peluang untuk memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan dan pembaruan hukum nasional, meskipun harus diakui problema dan kendalanya belum pernah usai. Teori eksistensi merupakan kelanjutan dari teori receptio exit dan teori receptio a contrario dengan lebih melihat antara hukum Islam dengan hukum nasional.Hukum agama sebagai unsur dan sistem hukum Pancasila dapat bersama- sama dengan hukum adat dan hukum barat. Hukum adat dan Barat dapat diserap, selama tidak bertentangan dengan Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai hukum dasar dan hukum agama sebagai hukum normatif. Pancasila adalah sumber hukum dari sumber hukum nasional dalam kehidupan bermasyarakat. Meskipun hukum Islam di Indonesia belum sepenuhnya bersifat mandiri, namun hukum Islam telah banyak memberikan kontribusi bagi pembentukan hukum nasional. Baik secara tekstual maupun secara substansial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun