Negara kita yakni Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan dan tradisi. Tentunya setiap kebudayaan dan tradisi yang ada memiliki tujuan atau makna tersendiri bagi masyarakat yang mengadakan dan melaksanakan kebudayaan tersebut. Dan dari sekian banyak kebudayaan serta tradisi yang ada di Indonesia, kita bisa menjumpai sebuah tradisi lokal di Kabupaten Karanganyar, yang dikenal dengan tradisi Mandhasiya.
Tradisi Mandhasiya ini merupakan sebuah tradisi upacara adat berupa sedekah bumi yang dilakukan dengan tujuan untuk terhindar dari malapetaka seperti wabah penyakit dan hama yang sulit ditanggulangi.Â
Oleh karena itu, tradisi Mandhasyia masih tetap dilakukan oleh warga lokal pada masa modern seperti sekarang ini. Tradisi Mandhasiya ini dapat ditemui di Dusun Pancot, Kelurahan Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Tradisi Mandhasiya sendiri sudah ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada tahun 2021 sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Tradisi Mandhasiya akan dilakukan setiap 7 bulan sekali pada Selasa Kliwon, wuku Mandhasiya di Desa Pancot, Kecamatan Tawangmangu yang berpusat di Punden Balai Pathokan. Di tempat ini terdapat Watu Gilang yang diyakini sebagai tempat dibenturkannya kepala Prabu Baka oleh Putri Tetuka. Tradisi Mandhasiya terdapat dua tahapan, yaitu tahap pra upacara sebagai tahap pertama dan tahap proses upacara sebagai tahap kedua.
Pada tahap awal atau pra upacara, masyarakat desa Pancot aman melakukan musyawarah untuk menentukan panitia tradisi Mandhasiya. Setelah panitia terbentuk, akan dilaksanakan kerja pra upacara, yaitu pada hari Minggu Pon wuku Mandhasiya masyarakat akan mengumpulkan gebukam atau beras dan uang di rumah Kepala Lingkungan.Â
Beras dan uang yang sudah terkumpul ini nantinya akan diolah dan dibelanjakan untuk keperluan sesaji seperti membuat gandhik. Gandhik merupakan beras yang telah direndam dan ditumbuk hingga halus menjadi tepung.Â
Pembuatan gandhik ini akan dilakukan dengan memberi bumbu pada tepung yang telah dibuat tadi menggunakan garam, kelapa, dan bumbu lainnya, kemudian adonan dicetak dan dikukus hingga matang. Dalam pembuatan gandhik ini terdapat sebuah pantangan atau larangan yaitu tidak boleh mencicipi rasa dari gandhik tersebut.
Setelah keperluan sesaji siap, masyarakat desa Pancot akan melakukan tradisi menabuh bendhe dan tirakatan pada malam Selasa Kliwon. Bendhe merupakan perangkat gamelan yang akan dimainkan oleh para pemuda sembari menngelilingi desa dan berakhir di tempat-tempat yang dianggap keramat di Desa Pancot
Menabuh bendhe disimbolkan sebagai penanda bahwa upacara tradisi Mandhasiya telah dimulai. Dan pada tengah malam, akan dilaksanakan tirakatan yang berada di rumah adat setempat.Â
Selain itu, warga juga mempersiapkan sesaji, makanan sesaji yang harus dipersiapkan dalam upacara Mandhasiya, antara lain: gandhik, badheg, pisang, bothok, tempe bakar, kedelai goreng, pelas kedelai, gula kelapa, kelapa muda, ayam panggang, dan sebagainya. Sesaji ini diletakkan di dua tempat, yaitu di Pundhen Balai Pathokan dan di rumah Kepala Lingkungan. Sesaji ini diletakkan di tempat khusus yang tidak boleh sembarangan dimasuki orang.