Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikmati Hidup sebagai Manusia (Sisa-Sisa/Penghujung) Zaman Postmodern

31 Desember 2019   05:23 Diperbarui: 31 Desember 2019   10:15 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Seni Postmodern (Pinterest.com/Anna Kipot)

Saya sih sebenarnya egp mau ada praktik kawin kontrak kek, kawin permanen kek, karena hal itu urusan hak mengenai privacy orang. Wilayah yang hak asasi. Jangankan yang dibungkus perkawinan bahkan yang namanya prostitusi biasapun akan selalu ada di muka bumi ini dari jaman baheula karena sejujurnya hasrat primitif manusia itu kesana saja arahnya~manusiawi sebagai makhluk hidup kedagingan. Budaya atau peradabanlah yang membungkusnya menjadi sedemikian rupa seperti pernikahan dll-nya.

Tentunya saya tidak mau menjadi polisi moral di sisi lain seperti kelompok-kelompok yang sering saya kritisi karena sering merampas hak asasi orang lain dengan aksi sweeping-sweeping yang tak penting. Selama hak-hak privasi itu tidak mengganggu dan merugikan tatanan sosial yang ada sebenarnya biarkan saja.

Hanya saya paham, kita sebagai masyarakat sudah lelah dengan segala kemunafikan pihak-pihak tertentu atau oknum-oknum bahkan pihak-pihak yang semestinya menjadi panutan masyarakat yang ada yang justru masih melakukan sikap dan tindak kesewenang-wenangan pada hal-hal lain.

Mudahnya melahirkan aturan-peraturan tak penting yang menyusahkan proses aplikasi pada hak-hak asasi lain. Seperti melarang tahun baruan dengan terompet tanpa alasan jelas, terus membiarkan menjadikan sebuah wilayah hilang ciri-ciri budaya dan nasionalismenya secara vulgar/mencolok oleh bahasa dan abjad-abjad asing serta budaya asing.

Semuanya akan wajar dan baik-baik saja jika dilakukan dengan 'kompromitas' terhadap nilai-nilai sosial yang ada. Tidak mencolok dan mewabah. Kita tidak tahu kondisi-kondisi setiap lapisan masyarakat yang lain. Kesusahan-kesusahannya yang butuh dicarikan solusi seperti masalah ekonomi dan hasrat-hasrat ketubuhan insani. Selama mereka bertanggung-jawab pada diri sendiri serta tidak merugikan masyarakat lainnya itu sebetulnya hal yang tak perlu ditolak atau dikeraskan pelarangannya.

Tempat-tempat yang sudah maju (negara-negara, negeri-negeri, dan bangsa-bangsa yang sudah maju) akan terbiasa saling menghormati hak-hak asasi manusia lainnya. Bahwa toleransi itu bukan hanya berlaku di ranah agama dan rasisme tetapi juga yang lain ke sisi-sisi paling pribadi. Di negara-negara maju akan kita temui kehidupan manusiawi dalam sebuah masyarakat yang wajar yang menghadirkan keseimbangan hidup.

Akan kita dapati dimana kelompok-kelompok orang lurus hidup rukun dengan kelompok-kelompok orang tak lurus yang hidupnya bengkok-bengkok dan nabrak-nubruk.

Pemuka-pemuka agama berceramah dan berkhutbah di tempatnya, kebebasan kaum-kaum tertentu yang memutuskan hidup selibat atau yang sebaliknya, pekerja sosial dan kemanusiaan yang sibuk berdarma tanpa memandang bulu dan alasan-alasan remeh lainnya, para penjudi khusuk mencari peruntungannya, begitupun pekerja terlarang lainnya menjalani nasibnya dalam ceruk hitam tersembunyi seperti vampire yang menyenangi kegelapan daripada terang dan cahaya, tertutup tidak menggelar diri secara terbuka atau terang-terangan. Yang baik dan yang tidak baik secara moral itu tidak saling mengolok demi masalah dasar sebagai manusia : kemanusiaan.

Dengan demikian kita menjadi terbiasa berpikir mengutamakan skala prioritas tetapi juga adil dalam nilainya masing-masing. Terbiasa berpikir simple/praktis, tetapi juga penting dan lebih mengunduhkan ide-ide besar. Logis tetapi juga abstraktif. Kadang alon-alon pokok kelakon, tapi seringkali juga harus bertindak cepat dalam selamat.

Intinya itu tadi : menuju terciptanya kehidupan yang cerdas penuh keseimbangan.

Dunia ini berwarna-warni, tidak bisa kita paksakan hanya dengan satu warna putih atau hitam atau abu-abu saja. Toleransi bukan hanya pada kotak-kotak tertentu tetapi rasa betul-betul menghormati kebebasan setiap individu, memberi ruang antar sesama umat manusia dalam panggilan hidupnya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun