Akhir-akhir ini akibat gelinding hiruk-pikuk politik masyarakat kita semakin marak mencetuskan sinisme terhadap agama baik ditujukan secara umum maupun secara khusus (ditujukan pada satu agama).
Pendapat-pendapat atau reaksi-reaksi kegerahan terhadap fanatisme agama ini bertebaran di ruang-ruang publik meski berbanding sama dengan kebalikannya yakni pandangan-pandangan fanatisme agama yang juga makin membentang, menjulang di ruang publik yang sama.
Hal ini bisa dimengerti mengingat peradaban memang sudah melesat semakin matang seiring usia kehidupan di jagat raya yang terus bertambah. Â Â Â Â Â Â
Ketika sebuah konsep tentang agama dan ketuhanan tidak lagi mempunyai makna yang tepat serta relevansi terhadap potret kehidupan yang ada, maka sangat wajar jika konsep tersebut ditinggalkan, dijauhi, serta banyak dikritisi.
Ketika sebuah ide keagamaan dan ketuhanan sudah tidak lagi efektif dalam merawat proses kehidupan bermasyarakat, ia akan berangsur dilupakan dan ingin diganti dengan konsep baru yang lebih mengakomodir.
Kesadaran masyarakat kita semakin maju akan pluralisme terutama humanisme. Bahkan humanisme secara tidak langsung dijadikan agama karena bagi mereka ini tidak semua agama harus bersifat teistik, yakni yang menghadirkan keberadaan Tuhan yang otoriter di dalamnya.
Mereka yang mencintai humanisme ini akhirnya senantiasa berpegang pada rambu-rambu bahwa segala ide yang bersimpangan atau hal-hal yang melukai humanisme akan mendapatkan penolakan keras bahkan kecamam. Dan dampak setelah itu dengan sendirinya stigma-stigma yang berkaitan dengan hal tersebut akan melekati. Seperti stigma tentang kaitan antara salah-satu agama dengan salah-satu aliran fanatisnya terhadap radikalisme hingga terorisme. Meskipun, tidak sesederhana itu sebetulnya mengurai benang kusutn dalam hal ini. Karena tentunya ada banyak faktor yang mempengaruhi dan tidak bisa kita bahas sekaligus di sini.
Seperti biasa saya lebih suka meniliknya dari kacamata psikologi. Berawal dari pengertian tentang agama dari perspektif psikologi mazab psikoanalisa. Saya akan coba runut sedikit disini.
Menurut Freud, agama adalah hasil pemikiran manusia. Agama dalam pandangan bapak psikoanalisa ini merupakan hasil pemikiran manusia yang diperoleh dari gambaran pemimpin yaitu figur ayah, seorang pemegang kendali. Seorang yang daripadanya mampu terlahir aturan-peraturan dan larangan-larangan yang kemudian diidentifikasikan oleh masyarakat sebagai agama.
Agama diajarkan melalui proses yang berupa aturan, larangan, hukuman, atau suatu keharusan prilaku yang terikat nilai-nilai tertentu. Dan jika pada masa kanak-kanak tidak mampu menginternalisasikan figur ayah, tidak bisa menjadikan bagian dari dirinya berupa kepatuhan, kedisiplinan, dari proses penerapan keharusan tersebut, maka bisa menjadikan keengganan dan ketidak-nyamanan terhadap agama yang terjadi pada diri individu.