Mohon tunggu...
nadita aprilia sari
nadita aprilia sari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa S1 akuntansi yang berminat dalam dunia menulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Di Kota Seribu Sungai, Ribuan Buruh Tenggelam dalam Antrian Jaminan Kerja

7 Agustus 2025   21:13 Diperbarui: 7 Agustus 2025   21:13 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena antrian panjang di depan Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Banjarmasin terus terjadi setiap hari. Sejumlah buruh bahkan datang sejak dini hari, jauh sebelum matahari terbit, demi mendapatkan nomor antrian untuk mengurus klaim atau mengecek status kepesertaan. Pemandangan ini menjadi potret nyata betapa sulitnya akses terhadap perlindungan sosial bagi pekerja kecil di Kalimantan Selatan.

Banjarmasin yang dikenal sebagai kota seribu sungai kini menyimpan ironi baru: deretan panjang buruh dan mantan pekerja yang menunggu sejak pagi buta di depan kantor BPJS Ketenagakerjaan, Jalan Brigjend H. Hasan Basri. Mereka bukan hendak mencari kerja atau pelatihan, melainkan memperjuangkan hak mereka atas Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja, hingga pencairan santunan kematian.

Sebagian besar dari mereka adalah buruh sektor informal dan korban PHK massal dari industri, perhotelan, dan konstruksi. Harapan mereka sederhana: bisa mengakses dana yang selama ini dipotong dari gaji bulanan mereka. Namun realitanya, yang mereka hadapi adalah antrean panjang, batas kuota layanan harian, dan sistem digital yang belum ramah bagi semua kalangan. Padahal, banyak dari mereka buta huruf digital, tidak memiliki akses internet, atau bahkan tak paham istilah-istilah administratif yang digunakan dalam prosedur pelayanan. 

Bukankah ini tanda bahwa perlindungan sosial kita masih diskriminatif?

Ini bukan fenomena baru. Tapi setiap hari pemandangan itu terus terulang tanpa ada perbaikan berarti dan tetap menyisakan keprihatinan mendalam. Mengapa mereka harus datang sejak langit masih muram demi mendapat nomor antrian yang hanya dibatasi hingga kuota tertentu? Antrian panjang ini seharusnya tidak hanya dibaca sebagai persoalan teknis. Ia adalah potret ketimpangan dalam perlindungan sosial. Buruh yang mestinya dilindungi, justru harus begadang dan berdesakan untuk mengurus hak yang sudah dipotong dari gajinya setiap bulan.

Sementara itu, di balik meja-meja pemerintahan, banyak kebijakan digagas dengan jargon "keadilan sosial" dan "perlindungan pekerja". Tapi bagi warga Banjarmasin yang harus mengorbankan waktunya demi berdirian mengantri berjam-jam di trotoar kantor BPJS, keadilan itu terasa jauh sekali. Kita tidak sedang bicara soal antrian biasa. Kita sedang membicarakan rasa keadilan yang terabaikan. Tentang buruh yang bekerja belasan tahun tanpa tahu apakah haknya akan cair, dan tentang pelayanan publik yang belum sepenuhnya berpihak pada yang paling rentan. Apakah negara hanya hadir dalam bentuk potongan gaji wajib tiap bulan, tetapi absen ketika warganya butuh uluran tangan?

Meski BPJS Ketenagakerjaan telah menyediakan layanan digital seperti aplikasi JMO (Jamsostek Mobile), tidak semua pekerja paham cara mengaksesnya. Banyak dari mereka yang tidak memiliki ponsel pintar, buta huruf digital, atau bahkan tidak paham istilah-istilah administrasi yang digunakan dalam sistem tersebut.

Hal ini memunculkan ketimpangan baru dalam akses terhadap layanan jaminan sosial. Sementara pekerja sektor formal dan kalangan profesional dapat dengan mudah menyelesaikan proses klaim lewat aplikasi, pekerja informal harus begadang dan berdesakan hanya demi kejelasan haknya. Digitalisasi tanpa pendampingan justru menciptakan eksklusi baru. 

Pemerintah daerah dan BPJS Ketenagakerjaan cabang Banjarmasin perlu menyediakan pelayanan keliling atau mobile service yang dapat menjadi solusi jangka pendek untuk mengurai antrian harian.Selain itu, edukasi dan pendampingan penggunaan layanan digital sangat dibutuhkan. Literasi sosial mengenai fungsi dan manfaat jaminan sosial tenaga kerja masih minim, terutama di kalangan pekerja non formal di Kalimantan Selatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun