Mohon tunggu...
nadine miracle kinasih
nadine miracle kinasih Mohon Tunggu... Musisi - hai, salam kenal!

newbie, cheers!✨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Di Papua Piring Jadi Maskawin?

18 Desember 2020   16:19 Diperbarui: 18 Desember 2020   16:27 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernikahan adalah suatu hal yang sangat membahagiakan, pertemuan kedua belah pihak yang akhirnya dipersatukan dengan Tuhan. Apa yang ada dibenak kalian jika mendengar kata pernikahan? Tentunya kita memikirkan dekorasi yang indah, venue yang megah, food tenant yang beragam, baju pengantin dan konsep pernikahan yang tentunya sesuai dengan apa yang kita idam-idamkan.

Dalam rangkaian pernikahan terdapat suatu acara sebelum resepsi dilaksanakan yaitu tunangan. Tunangan adalah proses acara dimana kedua belah pihak menyepakati menjadi suami istri yang sah. Dalam proses tunangan disertai juga acara adat dari asal daerahnya masing-masing. Proses tunangan orang Jawa berbeda dengan proses tunangan orang Papua, hal ini dikarenakan proses tunangan setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing dan sudah menjadi turun temurun.

Proses tunangan biasanya dilakukan oleh pihak laki-laki yang mendatangi pihak perempuan. Dalam acara ini pihak laki-laki membawa hantaran atau yang dikenal dengan istilah maskawin. Maskawin menjadi barang yang sangat penting karena ini wajib hukumnya untuk ada di suatu pernikahan. Salah satu syarat maskawin adalah benda atau harta yang memiliki nilai harga. Setiap daerah memiliki maskawin yang berbagai macam jenisnya, salah satu contoh maskawin yang unik terdapat di budaya Papua.

Budaya Papua, khususnya Suku Biak memiliki budaya yang sangat unik dalam acara lamaran, maskawin yang digunakan untuk melamar adalah berbentuk piring adat. Piring adat ini memiliki diameter yang lebar dan di atas piring tersebut sudah di lukis dengan motif yang beragam, mulai dari lukisan cendrawasih, tifa, naga, ikan, rumah honai dan lain-lain.

Gambar diatas adalah bentuk dari piring adat Suku Biak yang digunakan sebagai maskawin suku tersebut. SUmber: carousell.com
Gambar diatas adalah bentuk dari piring adat Suku Biak yang digunakan sebagai maskawin suku tersebut. SUmber: carousell.com
Pihak laki-laki akan membawakan piring adat ini ke rumah pihak perempuan. Proses menghantarkan maskawin memiliki makna tersendiri yaitu, bentuk kehormatan dan harga diri. Tak hanya itu, proses pengantaran maskawin ini biasanya diiringin oleh tarian yang disebut Tarian Wor. Tarian Wor akan megiringi jalan masuknya pihak laki-laki untuk menghantarkan piring adat tersebut kepada pihak perempuan. Terdapat salah satu pepatah yang dipercayai oleh Suku Biak bahwa tanpa adanya Tarian Wor maka adat akan layu.

Proses lamaran yang menggunakan piring adat sebagai maskawin merupakan identitas dari Suku Biak. Menurut Ting-Toomey (dalam Samovar, 2017, h. 244) identitas adalah cerminan konsep diri yang berasal dari proses sosialisasi dengan keluarga, gender, kebudayaan dan etnik. Suku Biak mengalami proses sosialisasi dengan lingkungan sekitar yang beriringan dengan kebudayaan mereka. Sehingga, mereka menetapkan piring adat sebagai jenis dari maskawin suku tersebut. Dari sini kita dapat melihat bahwa piring gantung merupakan simbol dari komunikasi non verbal yang tradisinya ingin dibagikan dan diwariskan (dalam Samovar, 2017, h. 244).

Semakin berkembangnya jaman, globalisasi juga semakin berkembang dengan begitu cepat. Tradisi mengantar maskawin seperti di Suku Biak ini tradisinya harus tetap dilestarikan, jangan sampai terpengaruh oleh pergerakan globalisasi saat ini. Tradisi seperti ini harus diperkenalkan kepada anak cucu kita nanti, agar mereka mengetahui identitas dari Budaya Papua itu seperti apa dan ini juga menjadikan pengetahuan yang baru untuk mereka. Tradisi ini dapat diwariskan (ascribe) dan dapat di akui (avowed) sebagai identitas dari Papua, khususnya Suku Biak (dalam Samovar, 2017, h. 259).

Identitas budaya adalah keanggotaan dalam kelompok yang memiliki makna simbolis yang sama (dalam Samovar, 2017, h. 244 ).

Tradisi lamaran Suku Biak yang menggunakan piring adat sebagai maskawin termasuk identitas budaya etnis. Etnis berasal dari rasa berbagi warisan, sejarah, tradisi, nilai, perilaku serupa, wilaya asal geografis dan dalam beberapa kasus termasuk bahasa. Kebanyakan orang menganggap identitas etnis mereka berasal dari tempat mereka dilahirkan. Tetapi, identitas etnis untuk beberapa orang berasal dari pengelompokkan budaya yang melampaui batas negara dan didasarkan pada kepercayaan budaya,  praktik, dan bahasa (dalam Samovar, 2017, h. 250).

Tradisi ini dapat dikatakan identitas budaya etnis karena piring adat merupakan warisan dari leluhur budaya papua, khususnya Suku Biak. Warisan ini yang membuat piring adat dengan berjalannya waktu menjadi tradisi dalam proses lamaran Suku Biak. Tradisi ini memberikan nilai pada suatu budaya Suku Biak apabila pihak lelaki ingin melamar pihak perempuan untuk diangkat sebagai istrinya.

Tahu kah kalian tradisi proses lamaran Suku Biak termasuk jenis identitas organisasi seperti apa? Yup! Tradisi lamaran seperti ini digolongkan sebagai identitas organisasi kolektif. Apa itu kolektif? Kolektif adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang secara bersama-sama dan dalam jumlah yang banyak (dalam Samovar, 2017, h. 253). Proses mengantarkan maskawin dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan dilakukan secara bersama mulai dari keluarga, tetangga, kerabat dan lain-lain. Bayangkan saja apabila ingin mengantarkan maskawin hanya seorang diri saja, tentu suasananya tidak akan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun