Tepat empat bulan sejak presiden Rusia, Valdamir Putin mengumumkan operassi militer nya terhadap Ukraina secara resmi. Serangan Rusia dimulai dengan ledakan di sejumlah kota di Ukraina, termasuk Kyiv, Odessa, Kharkiv, dan Mariupol. Hingga kini, ketegangan antar dua negara tersebut masih berlanjut.Â
Dilihat dari akar sejarah antara Rusia dan Ukraina, hal yang melatarbelakangi terjadinya perang adalah karena Rusia merasa terancam atas rencana Ukraina yang ingin bergabung dengan NATO. Saat ini, presiden Rusia enggan membiarkan Ukraina lepas begitu saja.
Atas tindakan Rusia yang melakukan invasi ke Ukraina, beberapa negara di dunia telah menjatuhkan sanksi terhadap Rusia. Sanksi yang diberikan merupakan sanksi ekonomi, diantaranya adalah blokir akses keuangan, blokir ekspor, larangan investasi, hingga pembekuan aset terhadap para pemimpin Rusia.Â
Namun tampaknya, sanksi tersebut menjadi boomerang bagi negara-negara yang memberlakukan sanksi, karena sebagai balasannya, Valdamir Putin mengancam menghentikan pasokan gas dan membuat peraturan pembelian gas dari Rusia harus menggunakan mata uang rubel.
Kebijakan Putin tentu saja mempengaruhi negara-negara yang meberlakukan sanksi, terutama negara Uni Eropa, yang mana beberapa negaranya sangat bergantung terhadap pasokan energi gas alam dari Rusia. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan krisis energi pada suatu negara. Krisis energi dapat berdampak buruk bagi sutu negara, baik dalam sektor ekonomi maupun rumah tangga.
       Â