Mohon tunggu...
Nadia Basri
Nadia Basri Mohon Tunggu... -

Pembelajar, Economicholic, Love My Country Indonesia. (Study at The Business School, Bournemouth University, UK)

Selanjutnya

Tutup

Nature

51 Persen Kepemilikan Indonesia di Freeport, Kembalinya Kedaulatan Bangsa

6 Juli 2018   18:43 Diperbarui: 6 Juli 2018   18:55 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tambang emas Grasberg PT Freeport Indonesia di Papua. Sumber foto : Kompas.com

Terhitung sejak kemarin, Rabu (4/7/2018), banyak media di Indonesia yang memberitakan bahwa selangkah lagi pemerintah Indonesia secara resmi memiliki 51 saham PT Freeport Indonesia (PTFI), salah satu perusahaan emas terbesar di dunia yang terletak di bumi Cendrawasih Papua. 

Selama berpuluh -- puluh tahun, pemerintah Indonesia hanya memiliki 9,36 persen di ladang emas tersebut, sisanya saham dimiliki oleh Freeport McMoran Inc, perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat. Bagi saya, apa yang dilakukan pemerintah bukan semata -- mata persoalan ekonomi, melainkan memperjuangkan harga diri dan kedaulatan bangsa.  

Presiden Joko Widodo menyampaikan, setidaknya akhir bulan Juli 2018 pemerintah Indonesia akan resmi memiliki 51 persen saham PTFPI. Saham itu akan dimiliki oleh perusahaan baru yang dibuat oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), salah satu induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hebatnya, dari 51 persen tersebut, 20 persennya akan dimiliki oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Papua. Kesepakatan divestasi saham itu menjadi syarat mutlak izin PTFI beroperasi hingga 2041 di Papua.

Bagi saya, 20 persen saham PTFI dimiliki oleh BUMD Papua bermakna cukup dalam. Selama ini, narasi bahwa kekayaan alam Papua tidak dinikmati rakyat Papua seolah telah menjadi pemakluman. Setelah beroperasi sejak akhir 1960-an, nyatanya hingga saat ini rakyat Papua masih berkutat di berbagai ketertinggalan, mulai dari infrastruktur, kesehatan, hingga pendidikan. Berita tentang pembangunan infrastruktur di Papua pun baru terdengar akhir -- akhir ini, itu pun tidak ada hubungannya dengan "bagi hasil" PTFI.

Secara teori ekonomi, presentase 51 persen bukan jumlah yang sepele, diketahui nilai saham dengan presentase tersebut sekitar 3,5 miliar dollar AS atau Rp 49 triliun. Sebanyak 7 bank di Indonesia membentuk konsorsium untuk membiayai PT Inalum mengakuisisi saham tersebut. Jika tanpa perhitungan yang matang, tentu saja rencana ini sejak awal akan kandas, bank tentu saja sudah memperhitungkan prospek ekonomi ke depan jika Indonesia memiliki saham mayoritas di PTFI.

Masuk akal jika Amerika (Freeport McMoran Inc) selama dua tahun bersikeras untuk tidak "mengalah" kepada Indonesia. Berkali -- kali Richard C. Adkerson, CEO Freeport McMoran Inc mengancam akan melaporkan Indonesia ke Pengadilan Internasional karena menganggap Indonesia melanggar perjanjian awal.

Bukannya takut, Menteri ESDM Ignasius Jonan yang secara khusus ditugaskan Jokowi untuk menyelesaikan misi "merebut" PTFI justru menantang balik dan bersedia jika harus bertarung di Mahkamah Internasional. Berbagai teori konspirasi bahwa Jokowi sebagai Presiden akan lengser karena "melawan" kepentingan AS pun tersebar di masyarakat, namun Jokowi bergeming. Negosiasi pun terus berjalan.  

Apakah pemerintah melanggar aturan? Ternyata tidak, Kontrak Karya yang ditandatangani PTFI tahun 1991 sudah mewajibkan divestasi saham 51 persen ke pemerintah Indonesia secara bertahap, yang besaran 51 persen seharusnya sudah diberikan ke Indonesia sejak tahun 2011. Namun, PP No 20 Tahun 1994 yang memperbolehkan Penanaman Modal Asing memiliki 100 persen, membuat PTFI merasa tidak lagi memiliki kewajiban itu.

Selain itu, pemerintah menggunakan dasar hukum yang lebih tinggi untuk menjinakan PTFI. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang mengharuskan perusahaan tambang asing melakukan divestasi 5 tahun setelah berproduksi. Berapa lama PTFI di Indonesia telah berproduksi? Bisa dihitung sejak 1960an lamanya PTFI telah mengeruk berton-ton emas dari bumi Indonesia. Itu yang kemudian membuat Adkerson c.s. "terpaksa" melunak dan akhirnya bersedia membiarkan Indonesia menguasai saham mayoritas di PTFI.

Akal sehat masyarakat Indonesia tengah diuji, setelah pemerintahan saat ini berhasil merebut kembali kedaulatan atas Sumber Daya Alam (SDA) Bangsa Indonesia seharusnya anggapan atau wacana bahwa negeri ini "dikuasai" oleh pihak asing adalah omong kosong. Nyatanya, melalui kasus Freeport ini, kita tahu bahwa pemerintah berusaha menjalankan amanat konstitusi yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, yaitu kekayaan alam harus dimanfaatkan sebesar -- besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun