Mohon tunggu...
Nadia Basri
Nadia Basri Mohon Tunggu... -

Pembelajar, Economicholic, Love My Country Indonesia. (Study at The Business School, Bournemouth University, UK)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan Harga BBM Non Subsidi, Sudah Tepatkah?

2 Juli 2018   19:36 Diperbarui: 2 Juli 2018   20:18 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
perbandingan harga BBM sejenis pertamax di Indonesia. Sumber : KompasTV

Di awal pekan bulan Juli ini, Senin (2/7/2018) saya membaca pemberitaan media di Indonesia bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi, seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamax Dex mengalami penyesuaian per 1 Juli 2018. 

Di Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatera harga BBM yang disebutkan di atas mengalami kenaikan sekitar Rp 500 -- 600 per liter, sedangkan di wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku harganya justru mengalami penurunan. Oleh karena itu, saya lebih memilih kosakata penyesuaian dibandingkan kenaikan, karena faktanya harga tersebut tidak di seluruh Indonesia naik.

Meski begitu, saya mengamati tanggapan para warganet dan juga beberapa politisi yang sontak menyerang pemerintah atas kebijakan penyesuaian harga tersebut. Mayoritas mereka mempermasalahkan mendadaknya kebijakan pemerintah itu, hingga kenaikan harga BBM Non Subsidi yang dianggap menyusahkan rakyat kecil. Kali ini, saya berpandangan yang sebaliknya.

Pertama, apa yang dilakukan pemerintah dalam menyesuaikan harga BBM non subsidi sebenarnya tidak mendadak. Pemerintah sudah merencanakan kenaikan harga pascalebaran sejak pertengahan Mei 2018. Bahkan, harga BBM di stasiun pengisian BBM non pertamina seperti Shell dan Total sudah menaikan harga BBMnya (yang setara kualitasnya dengan BBM non subsidi pertamina) sejak awal Juni 2018. Semua media pun telah memberitakan semua hal itu, jadi sebenarnya tidak ada yang mendadak dalam hal ini.

Kedua, perlu diingat yang naik itu BBM non subsidi bukan BBM bersubsidi seperti Premium dan Solar. Harga keduanya masih tetap, untuk Premium Rp 6.450 per liter dan untuk Solar Rp 5.150 per liter. Harga tersebut disubsidi oleh pemerintah melalui APBN karena jika mengacu harga minyak mentah dunia, seharusnya harga Premium Rp 8.600 per liter dan harga solar Rp 8.350 per liter. 

Harga minyak mentah dunia menentukan 90 persen harga BBM, itu hukum ekonomi dasar, penentuan harga ditentukan oleh bahan baku dan biaya operasional, tidak mungkin kan kita jualan kalau tidak untung? Sementara dalam menjual premium dan solar dengan harga saat ini pemerintah merugi, namun kerugiannya ditutup oleh pemerintah, itu yang dinamakan subsidi.

Kenapa premium dan solar terus dipertahankan harganya? Itu karena kedua jenis BBM itu digunakan oleh mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya rakyat kelas menengah bawah. Angkutan perkotaan, angkutan umum, traktor, perahu nelayan, semua menggunakan premium atau solar. Jika keduanya naik, maka biaya operasional akan naik, harga-harga akan naik, masyarakat dirugikan. Pemerintah tidak mau masyarakat dirugikan, sehingga harga dua jenis BBM tersebut dipertahankan walau harus "berkorban".

Untuk Pertamax, c.s. termasuk BBM kelas eksklusif. Biasanya BBM jenis tersebut digunakan oleh orang berpenghasilan menengah ke atas yang memiliki kendaraan mewah. Beberapa mobil mewah seperti Lamborgini, Aston Martin, dan motor mewah seperti Ducati dan Hayabusa mesinnya tidak cocok jika menggunakan BBM bersubsidi. Untuk para konglomerat, tentu saja kenaikan Rp 500 tidak terlalu bermasalah dan tidak akan menimbulkan kenaikan harga bahan pokok.

Ketiga, harga Pertamax c.s. sebagai BBM non subsidi di Indonesia harus naik jika melihat harga minyak mentah dunia saat ini yang telah mencapai 74,15 dollar per barrel (jenis WTI) dan 79,23 dollar per barel (jenis brent). Padahal, pada 2016 harga minyak mentah brent hanya 50 dollar AS per barrel dan sempat menyentuh harga terendah, yaitu 28 dollar AS per barrel. Menaikan harga adalah hal wajar agar rantai bisnis usaha migas di Indonesia tidak bangkrut.

Meski begitu, harga Pertamax masih lebih rendah dibanding BBM sejenis yang dijual Shell atau Total di Indonesia. Bahkan, harga BBM Non Subsidi di Indonesia termasuk yang termurah di dunia. 

Dilansir dari GlobalPetrolPrices.com Indonesia menempati posisi ke-24 sebagai negara dengan harga BBM (jenis Pertamax) termurah di dunia bersama negara -- negara semenanjung Arab sebagai penghasil minyak dunia. Di Asean, harga Pertamax Indonesia hanya sedikit lebih mahal dibanding dua negara, yaitu Malaysia dan Myanmar. Sementara itu harga BBM sejenis Pertamax di negara ASEAN lainnya lebih mahal, seperti Vietnam (Rp 13.449), Filipina (Rp 14.942), dan Thailand (Rp 15.830).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun