Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jalan Braga, Penanda Bandung yang Terbelit Masalah

24 Juni 2011   05:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:13 1206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_118593" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Beberapa kali saya mendengar celetukan orang: "mungkin lebih baik kita dijajah kembali oleh Belanda". Ini adalah celetukan frustrasi menghadapi banyak problem sosial politik yang ga ada habisnya. Mulai dari masalah korupsi yang ga reda juga walaupun sudah ada lembaga superbody bernama Komisi Pemberantasan Korupsi yang dicangkokkan pada sistem ketatanegaraan kita, sampai masalah transportasi kereta api yang cenderung mundur dari pada maju jika dibandingkan jaman penjajahan Belanda di Indonesia. Belum lagi kalau diterpa angin yang melambungkan harga cabai dan masalah dapur lainnya, sering kali celetukan seperti itu terdengar. Di kota saya tinggal, Kota Bandung, orang-orang mengomel tentang kondisi jalan sudah hal biasa. Beberapa tahun ke terakhir ini jalan-jalan di kota Bandung semakin tidak terurus. Termasuk jalan protokol seperti Jalan Ir. Juanda mengalami luka parah penuh lubang. Bahkan sebagian jalan bersejarah peninggalan Belanda mengalami keadaan parah justru bukan karena tak diurus melainkan karena salah urus. Jalan itu adalah Jalan Braga. Bertolak dari ide muluk Pemerintah Kota Bandung yang ingin menjadikan Jl. Braga sebagai sarana jalan pedestrian, khusus untuk para pejalan kaki. Katanya sih untuk meningkatkan citra pariwisata Kota Bandung. Maka dibuatlah ide (lebih tepatnya proyek) mengganti permukaan jalan yang beraspal mulus dengan lapisan batu kali (batu andesit). Proyek ini tentunya dimulai dengan menggerus permukaan aspal pada lapisan atas jalan bersejarah itu. Tidak seluruh ruas Jl. Baraga melainkan hanya sebagian dari 700 m panjang jalan braga, yakni dari ujung utara Jl. braga sampai perempatan Jl. Naripan saja yang di-andesit-kan. Dari Perempatan Jl. Naripan ke arah selatan hingga ujung Jl. Braga yang bermuara pada Jl. Asia-Afrika terbebas dari proyek batu andesit. Alhasil, proyek ini menelan uang sebesar 2,8 m dari kocek rakyat Kota Bandung (tentunya yang sudah masuk pundi APBD tahun 2008). Namun apa lacur? Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Jl. Braga bukan makin cantik dan nyaman sebagaimana diimpikan. Setelah proyek selesai dan uang 2,8 milyar rupiah ludes, nasib pejalan kaki tetap tak nyaman karena kendaraan tetap melaju di atas jalan berlapis batu andesit. Nasib Jl. Braga bahkan lebih parah karena permukaannya berlubang menganga disekujur badan jalan yang dilapis andesit. Bahkan sebuah mobil pernah patah as karena terperosok di lubang jalan. Jalan braga laksana arena offroad bagi para pemilik jeep sedangkan bagi pemilik sedang Jl. Braga adalah siksaan tanpa beban kesalahan. Pemerintah yang bijak tentu tak membiarkan keburukan sarana umum terjadi, apa lagi kalau sarana itu memiliki nilai sejarah dan memiliki tempat tersendiri bagi citra sebuah kota bersejarah. Jl. Braga adalah penanda (ikon) Kota Bandung, sehingga ia tak boleh dibiarkan rusak. Sebagai penanda, maka keruskan di Jl. Braga bukan hanya mencoreng arang di muka Walikota tetapi juga mencoreng kening warga Bandung yang bangga akan kota tempat huniannya. Maka tak bisa tidak Jl. Braga harus dirawat maka dibuatlah anggaran perawatan Jl. Braga.Ssetiap tahun sejak 2008 berada dibawah perawatan khusus, - mungkin juga dengan anggaran khusus. Namun sepanjang tahun sejak tahun 2008 hingga sekarang, menjadi masa-masa terburuk sejak jalan itu ada, bahkan ketika masih menjadi bernama Jalan Pedati (Pedati Weg). Belum selesai pembenahan fisik jalan braga yang semakin buruk itu, masalah lain muncul. Tuan-tuan yang berkantor di DPRD Kota Bandung mempermasalahkan biaya perawatan Jl. Braga. Katanya tidak pernah tertuang dan tidak pernah dibahas pada pembahasan APBD. Polemik pun muncul. Sekan mengulang polemik awal ketika Jl. Braga mau dilapisi Andesit. Konon, anggaran APBD 2008 sebesar 2,8 M untuk 'mengoperasi' wajah braga merupakan anggaran selundupan. Alokasi dana untuk 'operasi' tersebut tak dianggarkan di APBD tahun 2008, akan tetapi dipaksakan ada dan proyek tetap berjalan. Entah atas pesanan siapa. Ketika DPRD saat itu menolak, didalilkan oleh Pemkot saat itu bahwa proyek andesit Jl. Braga adalah proyek tahun 2007 yang dianggarkan tahun 2008. Entahlah, makin tak jelas, saya tak bisa mengurainya lagi di tulisan ini. Belum jelas duduk soal soal dana pelapisan batu andesit, belum juga reda polemik sumber anggaran perawatannya, belum lagi ada perbaikan terhadap wajah jalan braga yang semakin rusak dan mungkin lebih rusak ketika masih dibawah pemerintahan Hindia Belanda, isu panas menyusul. Seorang aktifis menyebar laporan menuduh bahwa proyek Jl. Braga adalah titipan Wakil Walikota Bandung. Wakil Walikota tak terima karena yang bersangkutan baru menjabat pada akhir tahun 2008. Tak pelak, selain isu korupsi maka isu fitnah pun membelit Jl. Braga yang bersejarah itu. Ujung cerita, sampai tulisan ini tayang di Kompasiana, tetap tak jelas siapa yang harus bertanggungjawab atas apa terhadap masalah yang membelit Jl. Braga yang menyejarah. Tak juga jelas sampai kapan Jl. Braga bisa dilalui lagi oleh waga kota dan wisatawan dengan nyaman tanpa siksaan lubang jalan. Apakah kawasan Braga harus dikembalikan  di bawah pengelolaan Hindia Belanda sehingga bisa maju layaknya Hongkong dibawah penguasaan Inggris??? Ah... jangan sampai begitu lah..... Catatan: Entah kenapa sayakesulitan meng-up load foto-foto lubang jl. braga. Karena iklan itu kah???? Padahal baru beberapa hari lalu saya mulai belajar dan sukses melampirkan foto pada tulisan di Konpasiana. Admin.... Tolonglah...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun