Mohon tunggu...
nabilareynarahmadhani
nabilareynarahmadhani Mohon Tunggu... Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang

Mahasiswi yang antusias dalam pemrograman dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Masa Depan Rekayasa Perangkat Lunak: Keberlanjutan sebagai Fondasi Inovasi

8 Mei 2025   05:17 Diperbarui: 8 Mei 2025   03:29 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi digital yang masif telah mengubah cara manusia hidup, bekerja, dan berinteraksi. Namun, di balik kemajuan ini, tersembunyi tantangan besar: bagaimana menciptakan sistem perangkat lunak yang tidak hanya canggih, tetapi juga berkelanjutan. Jurnal "Sustainable Software Engineering: Reflections on Advances in Research and Practice" (2023) mengingatkan kita bahwa keberlanjutan dalam rekayasa perangkat lunak bukan lagi sekadar konsep abstrak, melainkan kebutuhan mendesak. Sebagai praktisi dan pengamat rekayasa perangkat lunak, saya melihat tiga aspek kritis yang perlu menjadi perhatian: definisi keberlanjutan yang holistik, peran arsitektur perangkat lunak, dan transformasi pendidikan untuk membangun kesadaran kolektif. 

Keberlanjutan: Lebih dari Sekadar "Bertahan Hidup"

Selama lima tahun terakhir, penelitian tentang keberlanjutan perangkat lunak berkembang pesat. Namun, seperti diungkapkan dalam jurnal ini, definisi "keberlanjutan" masih ambigu. Sebagian besar studi fokus pada dimensi teknis, seperti kemampuan perawatan (maintainability) dan evolusi sistem. Padahal, keberlanjutan seharusnya mencakup empat pilar: teknis, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Contohnya, sistem cloud computing mungkin efisien secara teknis, tetapi konsumsi energinya yang tinggi justru bertentangan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan.

Ketiadaan konsensus ini berpotensi menciptakan greenwashing dalam industri. Perusahaan mungkin mengklaim sistem mereka "berkelanjutan" hanya karena menggunakan kode yang mudah dirawat, tetapi mengabaikan dampak lingkungan dari infrastruktur data center-nya. Di sinilah perlunya kerangka kerja terpadu, seperti Sustainability Awareness Framework yang diusulkan Seyff et al. (2022), untuk memetakan kontribusi perangkat lunak terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB. Tanpa pendekatan multidimensi, upaya keberlanjutan hanya akan menjadi solusi parsial.

Arsitektur Perangkat Lunak: Fondasi yang Sering Terabaikan

Arsitektur perangkat lunak adalah tulang punggung sistem. Sayangnya, banyak arsitektur dirancang secara accidental—tumbuh organik tanpa visi jangka panjang. Akibatnya, sistem rentan terhadap architectural drift (penyimpangan dari desain awal) dan technical debt (akumulasi kesalahan desain yang memperburuk kompleksitas). Jurnal ini menegaskan bahwa arsitektur berkelanjutan harus mampu beradaptasi dengan perubahan kebutuhan, teknologi, dan kebijakan tanpa memerlukan overhaul besar.

Contoh menarik adalah AUTOSAR, arsitektur referensi untuk industri otomotif. Meski telah bertahan hampir dua dekade, transisi ke kendaraan listrik menuntut modifikasi signifikan. Di sisi lain, arsitektur seperti ARC-IT (untuk transportasi cerdas) berhasil bertahan 27 tahun karena dikelola oleh konsorsium yang secara aktif memperbarui standar. Pelajaran penting di sini adalah kolaborasi antar-pemangku kepentingan. Keberlanjutan arsitektur tidak hanya bergantung pada desain awal, tetapi juga pada mekanisme pembaruan yang inklusif dan transparan.

Namun, tantangan terbesar terletak pada pengukuran. Metrik seperti cyclomatic complexity atau code smells sudah umum digunakan, tetapi bagaimana mengkuantifikasi dampak sosial atau ekonomi dari suatu arsitektur? Inisiatif seperti MEASURE platform (Condori-Fernandez et al., 2018) mencoba menjembatani ini dengan menghubungkan metrik teknis dengan indikator keberlanjutan. Sayangnya, alat seperti ini masih terbatas pada lingkup akademis. Industri perlu mengadopsinya secara luas, didukung regulasi yang memaksa transparansi dampak sistem. 

Pendidikan: Menanamkan Mindset Keberlanjutan Sejak Dini

Jika arsitektur adalah fondasi, maka pendidikan adalah bibitnya. Jurnal ini mengkritik minimnya integrasi konsep keberlanjutan dalam kurikulum rekayasa perangkat lunak. Mayoritas program studi masih berfokus pada keterampilan teknis seperti pengembangan agile atau machine learning, tanpa menyentuh etika lingkungan atau tanggung jawab sosial. Padahal, survei Heldal et al. (2023) menunjukkan bahwa 72% perusahaan menginginkan insinyur perangkat lunak yang memahami business case keberlanjutan.

Beberapa universitas mulai merespons. Misalnya, Rey Juan Carlos University di Spanyol memasukkan carpooling software ke dalam proyek mahasiswa untuk mengurangi emisi karbon. Di Inggris, Software Sustainability Institute (SSI) menawarkan pelatihan tentang praktik pengembangan ramah lingkungan. Namun, ini masih bersifat sporadis. Keberlanjutan harus menjadi core competency dalam kurikulum, bukan sekadar modul tambahan.

Pendekatan project-based learning bisa menjadi solusi. Bayangkan mahasiswa diminta merancang sistem e-health yang tidak hanya efisien, tetapi juga mempertimbangkan aksesibilitas bagi komunitas marginal atau penghematan energi. Dengan demikian, mereka tidak hanya belajar coding, tetapi juga berpikir kritis tentang dampak sosial-teknis dari karya mereka.

Menuju Ekosistem Perangkat Lunak yang Bertanggung Jawab

Keberlanjutan dalam rekayasa perangkat lunak adalah tanggung jawab kolektif. Akademisi perlu memperkuat penelitian multidisiplin—misalnya, menggabungkan ilmu komputer dengan kebijakan publik atau ekologi. Industri harus berani berinvestasi dalam arsitektur yang modular dan mudah diperbarui, meski biaya awalnya lebih tinggi. Pemerintah dapat mendorong insentif bagi perusahaan yang mempublikasikan laporan dampak keberlanjutan sistem mereka.

Tidak kalah penting, masyarakat sebagai pengguna perlu diedukasi untuk memilih produk digital yang bertanggung jawab. Tren green software certification mungkin bisa menjadi standar baru, mirip dengan label energi pada peralatan elektronik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun