Karen's diner baru-baru ini membuka gerainya di Jakarta. Restoran Karen's dinner yang berasal dari Australia ini berkonsepkan mengenai tawaran menyantap makanan dengan experience yang memacu emosional dari pegawainya melalui perlakuannya, seperti melempar buku menu ke meja pelanggan, lalu dimarahi, ditatap dengan tatapan sinis, dan lain sebagainya.
Media sosial yang merupakan bagian dari saluran komunikasi antar budaya, yang di dalamnya kita dapat mengakses berbagai informasi yang didapat secara online atau digital. Karen's diner mendapat banyak tuaian dari berbagai media sosial yang ada, seperti twitter, Instagram, dan tiktok. Dengan penyebaran video mengenai pelayanannya yang dinilai tidak selaras dengan penerapan budaya indonesia, Jelas hal itu banyak mengundang kecaman dari warga net. Perbincangan tersebut kian tak henti-hentinya membanjiri media sosial yang mengunggah mengenai resto tersebut. Banyak yang berbicara terkait pelayanannya yang sama sekali tidak memperhatikan nilai etika didalamya. Walaupun konsep dari restoran tersebut seperti itu, tetapi hal itu masih sulit dicerna dan diterima oleh warga indonesia.
Banyak netizen yang mengomentari baik di twitter maupun di tiktok, seperti :
"mungkin belum cocok karen's diner ini dengan budaya Indonesia" ujar pengguna Tiktok @king pada postingan mengenai karen's diner. Pengguna lainnya pun berkomentar tentang "jauh dari konsep... beda budaya". Â Â Â
Dari komentar-komentar diatas banyak yang dilontarkan mengenai ketidak tepatan dalam penempatan konsep dari resto tersebut, bahwa budaya yang diterapkan karen's diner dari negara asalnya sangat berbanding jauh dengan budaya indonesia.
Seorang WNA juga mengomentari lewat video yang dibuatnya. Dalam video tersebut yang diunggah melalui tiktok pribadinya, ia berbicara mengenai perbedaan penerapan budaya dari negara barat dan indonesia. Di indonesia cenderung pada budaya yang ramah tamah, sopan santun, mengedepankan aspek-aspek hormat kepada sesama. Sedangkan di australia, mereka tidak ada hal yang menjadi acuan dalam keseharian dan hal itu menjadi suatu yang sensitif mengenai budaya. Budaya barat yang diterapkan menurutnya dipaksakan di NKRI ini dan terlebih lagi budaya ini diterapkan untuk konteks penjualan makanan, yang biasanya dalam pelayanan restaurant akan dilayani degan baik.
Komentar lain dari pengguna lain juga menyuarakan mengenai gerai makanan ini. Ia menyampaikan bahwa karen's diner ini tidak seharusnya melakukan pelayanan yang tidak pantas itu, dengan menyelupkan tangannya ke sajian yang akan disajikan, berteriak kepada pelanggan, membully, dan lain sebagainya. Ia menganggap bahwa pelayanan disana norak dan uncultured.
Dalam cuitannya di Twitter @goodghan membuka omongannya terkait pelayanan yang diberikan "yelling and body shaming, messing up with food presentation and adding sauce recklessly. Entah menurut orang lain gimana, tapi buat gue ini gak wajar sih."
Perlu diketahui bahwa dalam komunikasi antar budaya terdapat unsur sikap, dimana sikap ini merupakan hal yang dapat memberi pengaruh terhadap pemberian respon dan tingkah laku. Ketika sikap yang diberikan dan ditunjukan oleh para pegawai karen's diner tidak sesuai dengan sikap yang diterapkan dalam keseharian, maka akan timbul respon yang cenderung negatif serta timbulnya kontradiksi, seperti tuitan serta respon dari video-video yang dibuat oleh para content creator tersebut.
Dalam komunikasi antar budaya terdapat bentuk-bentuk  konteks komunikasi antar budaya, seperti komunikasi antar-pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, komunikasi massa, konteks pendidikan, konteks layanan kesehatan, komunikasi gender, dan konteks bisnis. Dalam konteks bisnis disebutkan oleh Liliweri (dalam Ibrahim, 2017: 63), bahwa dalam konteks bisnis ini cara apapun dapat dilakukan dalam berkomunikasi untuk mendapat keuntungan yang maksimal. Catherine Nickerson juga mengemukakan bahwa hambatan organisasi dalam komunikasi terjadi karena ketidak pahaman pesertanya terkait latar belakang budaya masing-masing , terutama bahasa kontekstual di antara peserta komunikasi bisnis tersebut.
Trompenaars , dalam Liliweri (2021) menyebutkan bahwa betapa pentingnya peranan budaya di dalam setiap kegiatan manusia, ia juga menyebutkan banyak organisasi dan manajemen yang gagal karena tidak bisa memahami pengetahuan managemen. Dengan adanya kemajuan teknologi, maka hal itu akan mendorong kita dalam mengetahui informasi secara luas, serta penyebaran infomasi yang terjadi akan begitu cepat, apalagi hal itu berkaitan dengan hal-ha yang kontroversial. Sehingga jika kita menghadapi budaya yang berbeda, maka dapat berbeda juga kita mencerna cara-cara untuk megolahnya menjadi suatu hal yang berbeda. Dengan fenomena karen's diner yang terjadi, maka pentingnya pemahaman terkait latar belakang budaya yang diterapkan oleh negara yang akan ditujunya, sehingga tidak terjadinya banyak unsur negatif yang masuk terkait kurangnya riset yang mendalam, seakan-akan perusahaan ini hanya memikirkan unsur viralnya saja dengan tidak memperhatikan ketahanan perusahaan dalam jangka waktu yang lama.