Mohon tunggu...
Nabilah Dzikriya Rahman
Nabilah Dzikriya Rahman Mohon Tunggu... Dokter - Co-assistant

menulis untuk berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keajaiban Birrul Walidain, al-Qur'an, dan Keyakinan

2 September 2019   15:42 Diperbarui: 23 September 2020   12:13 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dan strategi untuk UI, sepertinya dibanding disebut sebagai anak Jakarta saya lebih pantas disebut Bonek (Bocah Nekat)? Karena Saya menempati UI di pilihan pertama dan kedua saya, dengan pilihan pertama FKG dan plihan kedua Gizi. Sedangkan pilihan ketiga saya jatuh pada UGM dengan jurusan teknik peternakan. Bayangkan jika saya tidak diterima di pilihan pertama dan kedua, saya rasa UGM sudah mencoreng nama saya sejak awal saya mendaftar, bahkan sebelum UI memutuskan untuk menerima saya sebagai mahasiswanya atau tidak. Sementara saya sendiri sama sekali tidak memiliki jaminan yang mendukung. Saya bukan lulusan sekolah negri favorit dan prestasi saya hanya sebatas prestasi akademik di sekolah yakni menempati ranking 3 besar berturut-turut selama 3 tahun di sekolah.

Selain itu selama proses persiapan SNMPTN saya juga sempat mendapat tekanan dari salah satu guru konseling di sekolah. Sebetulnya saya ingin menempati FK di pilihan pertama. Namun beliau mengatakan bahwa saya harus menurunkan standar pilihan saya karena indeks siswa sekolah kami di UI belum ada. Ya, betul, saya merupakan siswa pertama dari sekolah saya yang diterima dan meneruskan kuliah di UI. Namun sebelum mengikuti saran beliau, terlebih dahulu saya coba pastikan kepada beliau bahwa sampai di fakultas apa saya harus menurunkan standar pilihan saya. Dan jawaban beliau sungguh mengagetkan bahwa saya harus tetap menurunkan standar tersebut bahkan di bawah jurusan farmasi dan gizi, padahal, saya hanya menjatuhkan pilihan untuk bidang kesehatan dan farmasi serta gizi merupakan opsi terakhir saya.

Akhirnya saya bertekad untuk tetap maju, namun tetap coba mempertimbangkan saran beliau, sehingga FK terpaksa saya hapuskan dari daftar pilihan dan menjatuhkan FKG di pilihan pertama. Alhamdulillah saat hari pengumuman SNMPTN saya diterima di pilihan pertama. Guru konseling saya yang sempat kesal karena saya menghiraukan sarannya, sempat memberi ucapan selamat dan bahkan beliau pun menceritakan 'kenekatan' saya di kelas les SBMPTN.

Hari pengumuman SNMPTN pun menjadi salah satu hari terbaik saya. Saya ingat betul untuk melihat pengumuman SNMPTN saya sampai harus meminjam HP teman, bahkan saya mendapat giliran terakhir untuk memakai HP tersebut karena saya tidak percaya diri kalau saya akan lolos SNMPTN. Dan teman sayalah yang justru menangis pertama kali ketika melihat kata "SELAMAT!" untuk saya, karena saat itu saya butuh waktu beberapa detik untuk mencerna kata tersebut. Sebagai bentuk rasa syukur pun, les SBMPTN yang sudah saya lunasi, saya berikan kepada teman saya yang lebih membutuhkan.

Setelah SNMPTN, Alhamdulillah berkat Ridho Orang tua dan berkah al-Qur'an saya pun lolos Tafsir Hadits SPAN-PTKIN UIN Jakarta. Padahal saya menginput nilai 75 semua, sedangkan beberapa teman saya yang menginput nilai asli mereka dan itu di atas 75, tidak lolos. Alhamdulillah Berkat manut orang tua untuk kuliah di Jakarta (padahal awalnya hal tersebut merupakan salah satu beban untuk saya), saya dapat diterima di semua Perguruan Tinggi Jakarta yang saya tuju pada opsi pertama.

Namun kelegaan saya harus tertahan disitu. Dilema kembali menghampiri. Daftar ulang kedua kampus tersebut dilakukan di hari yang bersamaan, sehingga mau tidak mau harus memilih salah satu dari keduanya.  Saya tidak mungkin untuk melakukan daftar ulang bersamaan di keduanya (keinginan ayah saya dan saya pribadi), selain karena jadwal yang bertabkarakan, kedua jadwalnya pun tidak dapat diakali, karena daftar ulang keduanya butuh proses yang panjang hingga sore hari. Kebetulan saat mendaftar SNMPTN saya juga mendaftar beasiswa bidikmisi, namun Allah berkehendak lain, saya tidak lolos beasiswa bidikmisi dikarenakan Ayah saya seorang PNS.

Saya sempat patah semangat dan ingin memilih UIN Jakarta mengingat kuliah di FKG memerlukan biaya yang sangat banyak. Namun jika saya menolak FKG UI, maka sekolah saya akan diblacklist oleh UI selama 3 tahun SNMPTN. Lebih-lebih lagi saya merupakan siswa pertama yang lolos SNMPTN UI dan disini pihak sekolah sangat mendorong saya untuk memilih UI. Alhamdulillah atas kehendak Allah, saya memang tidak lolos Beasiswa Bidikmisi tetapi saya mendapat dana donasi dari teman Ayah saya saat itu untuk dana awal kuliah. Selain itu, bersamaan dengan pengumuman beasiswa bidikmisi saya mendapat kabar bahwa pengajuan BOPB saya diterima, Alhamdulillah.. Saya benar-benar tidak tahu harus berucap dan melakukan apa saat itu selain bersyukur. Sungguh, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Lalu dimana peran keyakinan saya dalam proses ini? Meskipun saya orang yang pesimis terhadap kemampuan diri, tetapi saya adalah orang yang percaya pada keajaiban tangan-tangan Tuhan. Sekeras apapun realita hidup, saya selalu mempercayai bahwa "Janji Allah adalah nyata" dan janji itu meliputi semua Kalam-Nya yang termaktub dalam al-Qur'an, sehingga keyakinan saya mengakar kuat kepada Kalamullah al-Qur'an dan segala apa yang berkaitan dengannya. Cobaan memang tidak akan berhenti untuk datang dan manusia akan kembali menemui titik jatuhnya. Namun janji Allah bahwa Dia tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya selalu mampu menguatkan saya kembali.

Mungkin untuk keyakinan tidak bisa kita sama ratakan, karena setiap orang memiliki keyakinannya masing-masing. Namun saya hanya ingin menyampaikan bahwasanya setiap keyakinan yang kuat akan secara tidak sadar mendorong kita untuk mewujudkan keyakinan tersebut. Jadi berkeyakinanlah yang baik-baik. Saya tidak pernah merasa rugi untuk mendoakan orang lain dengan doa yang baik, "Semoga kamu sehat, sukses, dan bahagia selalu", selalu menjadi do'a yang saya panjatkan ketika orang terdekat sedang berulang tahun. Sampai pernah ada seorang teman bertanya, "kenapa doa itu tidak kamu tujukan untuk kamu sendiri?". Saya malah heran dan bertanya sendiri, kenapa harus seperti itu? Toh semua dari kita percaya bahwa setiap do'a yang buruk akan kembali kepada yang mendo'akan, begitu juga dengan do'a yang baik. Maka ketika kita berdo'a yang baik untuk orang lain, do'a tersebut akan kembali untuk diri kita sendiri.

Selebihnya, mari kita sapa al-Qur'an, Imani dan resapi setiap apa yang termaktub di dalamnya dan yakini syafa'at serta keajaiban-keajaibannya (mukjizat al-Qur'an). Serta, jangan pernah sungkan untuk berbakti kepada orang tua dan jangan lupa untuk memohon do'a restunya sebagai bekal perjalanan selama kita berjuang, karena sebenarnya orang tua tidak pernah menginginkan hal buruk terjadi pada anak-anaknya. Mereka selalu menginginkan yang terbaik. Yang terbaik..

Terakhir, izinkan saya mengutip sajak yang indah buah karya Zuhdi Ubaidillah sebagai pengingat untuk kita semua:

"Tuhan, maafkan aku

114 surat yang Kau kirim

Tak pernah sempat aku balas"

                                                                                                                        Jakarta, 30 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun