Mohon tunggu...
ranny m
ranny m Mohon Tunggu... Administrasi - maroon lover

Manusia dg keberagaman minat dan harap. Menjadi penulis adalah salah satunya. Salah duanya bikin film. Salah tiganya siaran lagi. Salah empatnya? Waduh abis dong nilainya kalo salahnya banyak hehe..

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Resign vs Pindah

15 Januari 2019   15:09 Diperbarui: 15 Januari 2019   15:17 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dulu, kalau lelah, jengah dan muak dengan kerjaan, ya tinggal resign saja. Masih muda. Masih kepala dua. Masih bisa ngelamar-ngelamar di tempat lain. Oh, aku bukan yang sering resign ya! Pasti sudah setahun lebih masa kerja baru aku resign. Lebih parah temanku yang hitungan bulan kerja, nggak cocok, terus cabut, cari yang lain.

Hei, cari kerja kan nggak mudah? Yap! Betul sekali. Tapi untuk apa bertahan di suatu tempat yang sangat-sangat nggak membuatmu nyaman, bahkan kamu harus menangis setiap malam karena "mengutuk" tempat kerjamu.

Banyak faktor yang membuat seseorang akhirnya cabut dari kerjaannya alias resign, misalnya :

Kerjaan yang nggak cocok. Nggak "passion". Lah terus ngapa diambil dulu kerjaannya? Ya bisa saja karena mungkin bayangannya diawal nggak seperti itu kerjaannya. Coba dulu, siapa tahu cocok. Dan setelah dijalani kok jadi muak.

Faktor atasan. Atasan juga cocok-cocokan. Ibarat guru sekolah. Kalau nggak "match" dengan gurunya, ya nggak nyambung! Mau tu kerjaan seasyik apapun tapi kalau atasannya nggak asyik, ya bubar!

Lingkungan kerja. Di sini termasuk rekan kerja dan budaya kerjanya. Misalnya sekantor dengan mantan. Mungkin saja kan jadi penyebab resign? Atau mungkin punya rekan kerja yang gosipnya nggak kelar-kelar atau suka sirik. Atau pun juga waktu kerja yang nggak kita suka. Misalnya sering pulang malam dan lain sebagainya.

Terlepas dari itu semua, aku punya prinsip bahwa maksimal di usia 28 tahun aku harus sudah punya pekerjaan tetap. Jadi sebelum 28, aku agak ringan untuk memutuskan resign.

Delalahnya, sekarang hal itu tak bisa dilakukan lagi. Status sebagai PNS yang notabene banyak yang ngincer ini membuatku mencoret kata resign dari daftar kosakata kehidupan kerjaku. Dulu, kalau resign dari radio, bisa pindah ke radio lain. Kalau resign dari pabrik yang satu, bisa pindah ke pabrik lain. 

Kalau resign dari sekolah satu, bisa pindah ke sekolah lain. Tapi sekarang? Kalau resign dari PNS bisa pindah ke PNS lain nggak? NGGAK BISA! Status PNS yang resign alias mengundurkan diri adalah pensiun dan nggak bisa ngelamar ke instansi lain! Kalau mau, ya daftar ke swasta atau BUMN. Jadi pilihan terakhirnya adalah PINDAH!

Tapi sayangnya, pindah itu tak semudah membalikkan tangan. Prosedur sih nggak ribet. Ikutin aja. Pasti bisa. Tapi, izin dari atasan itu yang sulit. Udah kayak I'm the important person gitu sampai-sampai agak sulit untuk dilepas.

Ada satu cerita tentang teman yang penempatannya di Bali. Dia sudah mengajukan pindah dengan alasan orangtuanya sendirian di Jakarta dan dalam kondisi sakit. Tetap saja tidak boleh. Walhasil, akhirnya ibunya meninggal dan nggak berapa lama dari itu akhirnya dia resign! Pensiun. Dan sekarang kerja di badan pemerintah sebagai tenaga non PNS alias honorer (kalau dia belum cabut dari situ ya!).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun