Mohon tunggu...
nasri kurnialoh
nasri kurnialoh Mohon Tunggu... STAI Haji Agus Salim Cikarang

Nasri Kurnialoh lulusan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogakarta. Alumni Pondok Pesantren Di Tasikamalaya dan Yogakarta. Saat ini saya sangat bersemangat untuk mengabdi kepada agama, nusa dan bangsa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Penghambaan Vs Pesugihan

11 Februari 2025   13:33 Diperbarui: 11 Februari 2025   13:33 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hamba dalam bahasa Arab "abd". Diserap dalam bahasa Sunda jadi "abdi" atau "abi". Dalam bahasa Minang jadi "ambo". Dalam bahasa melayu dari hamba sahaya, di ambil sahaya jadi "saya". Penghambaan merupakan pengkata bendaan menghamba/abd sehingga masdarnya jadi "ibadah". Secara khusus ibadah berkenaan dengan penghambaan manusia yang sadar jadi makhluq pada Allah yang diakui sebagai Khaliq. Jadi penghambaan memang nature (hakikat) dari manusia, cuman kepada siapa menghambanya, maka itulah sering jadi masalah.

Penghambaan adalah jalan hidup manusia, siapapun dia. Satu tujuan hidup yang paling utama adalah kebahagiaan. Jalan bahagia menurut agama adalah kedamaian lahir dan bathin, maka tak salah nama agama itu "Islam", yaitu kedamaian. Damai yang lurus adalah penghambaan tanpa syarat. Jika penghambaan sudah tidak menyandarkan pada apapun kecuali kesadaran atas tugas makhluk, itulah yang paling tinggi. Cuma, tingkat kematangan ibadah beda-beda, terutama level terendah. Mereka ibadah ingin bla, bla, bla. Ingin sholeh, ingin kaya, ingin dimudahkan, ingin sukses, ingin yang dholim diberi bencana, dan seterusnya. Jika menghamba dengan tujuan ini, tentu saja ini beragama level anak-anak. Penghambaannya transaksional.

Sebenarnya itu normal. Manusiawi. Yang sering tak manusiawi dan bahkan sesat adalah objek penghambaan yang salah untuk mencapai bahagia. Allah yang sulit diraih diganti dengan pihak lain yang lebih "rasional" dan transaksional. Bahagianya pun didefinisikan sempit yakni materi. Mereka ingin sugih, maka lahir pesugihan atau ngepet. Mereka ingin bunuh orang, lahirlah santet. Mereka ingin menaklukan maka lahirlah pengasihan atau pelet. Dengan jalan instan dan dijamin sukses, mereka menghubungi musuh utama manusia: iblis. Tentu Iblis senang karena dia dianggap "tuhan" oleh manusia yang sejatinya dimuliakan Tuhan. Bukankah sejak dulu Iblis ingin jadi penguasa tapi terkendala oleh Adam? Untungnya ada cara yakni menutupi mata bathin anak Adam, maka Iblis ini paling tidak sudah sukses mengajak untuk bersekutu pada Allah.

Di sinilah Iblis memanfaatkan keadaan. Melalui duta mereka seperti juru kunci kekeramatan, dukun, spiritualis, ahli hikmah atau apapun namanya mencoba membangun citra bahwa ada cara cepat untuk bahagia. Kaum hedon bisa pesugihan, kaum egois bisa pengasihan dan kaum kejam bisa melalui santet. Tak ada transaksi gratis. Diawal pelaku mesti bersyahadat untuk ikrar dan yakin ingin melakukan itu. Bagi iblis ini adalah cara mencopot penghambaan pada Tuhan berganti pada dirinya. Kedua mesti melakukan ritual, layaknya penghambaan pada Allah melalui shalat dan dzikir. Iblis bikin sendiri dengan pola yang mirip. Ketiga, tak ada hubungan gratis. Jika ingin kaya, membunuh atau menaklukan maka butuh tumbal. Ini semacam ujian, jika benar maka manusia akan berani mengorbankan apapun demi dirinya. Nyawa dan harga diri sudah tak berarti lagi. Semua telah digadaikan pada mereka. Jika tidak, Iblis pun akan terus menggodanya untuk segera jual beli dengannya. Naudzubillah

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun