Mohon tunggu...
Mita Karunia
Mita Karunia Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis untuk menyapa semesta

email : mitakarunia40@gmail.com | https://twitter.com/mitakarunia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menyoal Cinta dalam Komunikasi dan Budaya Indonesia

24 Maret 2014   11:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:34 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mempelajari komunikasi memang menyenangkan, meski tidak semua orang menganggapnya menyenangkan. Dan komunikasi tanpa disadari atau tidak juga ada di mana-mana. Misalnya, di keluarga:adanya perbincangan ketika sedang makan di meja makan, di kampus: Mahasiswa berdiskusi secara kelompok, dan di tingkat pemerintahan ketika anggota-anggota dewan mengadakan rapat. Contoh-contoh tersebut di atas merupakan bukti bahwa memang komunikasi ada di mana-mana dan terjadi di mana-mana.

Secara tidak disadari atau disadari, komunikasi nyaris meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam hal bisnis, belajar, organisasi, politik dan masih banyak lagi. Lalu, bagaimana dengan cinta, atau komunikasi “percintaan” dalam aspek kehidupan kita? Menurut saya komunikasi percintaan juga perlu dikaji. Sebab, cinta saya yakini memang sudah tertanam di hati manusia, seperti cinta kasih sayang seorang ibu kepada anaknya sejak dalam janin atau cinta kepada lawan jenis. Mengenai cinta kepada lawan jenis menurut saya juga menjadi hal yang menarik untuk kalangan anak muda. Kenapa? Karena di masa remaja atau muda rasa tertarik kepada lawan jenis sedang-sedang menjadi-jadi. Yah, meski sebenarnya cinta tidak memandang usia. Tapi, di masa muda inilah semuanya bermula. Mungkin ada yang lagi kasmaran, cieeee.

Nah, menyoal cinta dalam komunikasi. Sebagai pendahulunya saya ingin menulis tentang komunikasi konteks tinggi dan rendah. Dalam (Ilmu Komunikasi Suatu pengantar, Deddy Mulyana, hlm 327-334)juga menjelaskan apa yang dimaksud dengan komunikasi konteks tinggi dan komunikasi konteks rendah. Dan keduanya biasanya dipengaruhi oleh unsur budaya. Sehingga bisa disebut juga komunikasi konteks tinggi (high-context culture) dan komunikasi konteks rendah (low- context culture).

Pertama, komunikasi konteks tinggi seringkali ditandai dengan pesan yang bersifat implisit, tidak langsung dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya mungkin tersembunyi dalam perilaku non-verbal pembicara: intonasi, suara, postur badan, gerakan tangan, tatapan mata, ekspresi tangan atau bahkan konteks fisik (dandanan, penataan ruang benda-benda dsb.)Kita ambil contoh, orang Indonesia ketika diajak makan, mereka menjawab “Aduh, sudah tadi”, “Iya silahkan, sudah kenyang” atau “Terima kasih” padahal sebenarnya perutnya juga kelaparan. Jadi, bahasa yang mereka gunakan penuh basa-basi. Tidak lugas dan terus terang. Sebenarnya merepotkan untuk pihak yang menawarkan mengajak makan. Untuk membuat yang diajak makan menerima tawarannya, si pengajak seolah dituntut untuk mengulangi tawarannya hingga dua sampai tiga kali atau mungkin lebih.

Sedangkan yang kedua, komunikasi konteks rendah. Ia merupakan kebalikan dari komunikasi konteks tinggi. Komunikasi konteks rendah cenderung menggunakan bahasa verbal, gaya bicara langsung, lugas, eksplisit dan terus terang. Misalnya, wanita Indonesia ketika masakannya dipuji, “Aduh, maaf ya. Cuma itu yang dapat saya sajikan.” Ini termasuk contoh komunikasi konteks tinggi. Sedangkan komunikasi konteks rendah teradaptasi dari budaya barat. Seperti jawaban wanita pribumi ketika dipuji masakannya, “Saya senang Anda menyukainya. Saya memasaknya khusus untuk Anda.”

Kembali ke judul artikel ini. Yakni komunikasi konteks tinggi dan rendah. Yang dikerucutkan lagi pada soal menyoal tentang cinta dan lebih mengerucut lagi pada jenis kelamin, yakni cowok dan cewek. Cewek bisa dikategorikan ke dalam komunikasi konteks tinggi. Jika diamati, cewek ketika mengungkapkan perasaannya (suka/sayang/cinta pada lawan jenis) cenderung rumit, penuh basa-basi tidak lugas. Selain itu pesaannya bersifat implisit. Cenderung menonjolkan perilaku non-verbalnya. Dan ini mungkin juga dapat merepotkan si cowok untuk memaknai pesan yang dimaksudkan. Atau mungkin si cowok juga bisa salah menafsirkan pesannya menjadi tidak cinta, dll.

Misalnya nih, saat cowok nembak cewek. “Kamu mau nggak jadi pacarku?” atau “Kamu mau nggak kalo kita jadian?” si cewek biasanya diam dan membisu atau malah hanya senyum-senyum. Tuh kan, cewek Indonesia biasanya seperti itu. Jawaban yang dilontarkan rumit, penuh basa-basi, dan implisit. Tapi, kalau si cewek sudah senyum-senyum gitu maksudnya, biasanya sih “Mau”. Hahaha annoying juga kadang-kadang, merepotkan si cowok yang menuntut mereka peka dengan perilaku non-verbal si cewek. Seperti di ftv, atau film-film Indonesia kebanyakan juga ide cerita romancenya kayak gitu. Indonesia banget memang.

Yang lain lagi, ketika proses PDKT sudah mendekati tahap JADIAN. Si cewek sering uring-uringan menunggu si cowok untuk nembak dirinya (untungnya tidak pake pistol, nanti mati beneran). Misalnya, si cewek melakukan atau mengatakan hal-hal yang memancing si cowok untuk segera nembak. “Eh tanggalnya apik ya sekarang, 12-12-2012. Apalagi kalau di pakai jadian” si cowok mungkin hanya mengatakan, “Eh iya..apik ya”. Kalau si cowok hanya menjawab seperti itu si cewek uring-uringannya makin parah. Seperti, “Dasar cowok! Nggak peka!” duh...

Hei, bukan hanya cewek doang yang ber-komunikasi konteks tinggi. Cowok juga iya kok. Pernah lihat film atau sinetron Indonesia atau FTV deh, yang adegan si cowok mengirim bunga, coklat atau memberi kado kepada cewek yang disukainya dengan misterius? Nah, ini juga salah satu tanda komunikasi konteks tinggi yang cenderung ke perilaku non-verbal. Si cewek di tuntut untuk menangkap pesan implisit si cowok yakni “Sayang, Suka, Cinta”.

Lucu juga ya? Cewek dan Cowok sama saja :D Hahaha, #salamkomunikasi

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun