Mohon tunggu...
Muthia RizkyAnnida
Muthia RizkyAnnida Mohon Tunggu... Undergraduate Student of Food Science of Technology -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Microbial Biopreservatives, Alternatif Terdepan untuk Kesehatan

17 Desember 2018   22:41 Diperbarui: 18 Desember 2018   00:08 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan industri pangan global yang dituntut untuk selalu berinovasi dalam menyulap produk pangan yang mudah rusak menjadi produk pangan yang tahan lama melatarbelakangi para food technologist untuk mengombinasikan metode pengawetan pangan yang mutakhir untuk memperpanjang umur simpan produk pangan. Metode pengawetan berfungsi untuk membunuh mikroba pangan yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Dewasa ini metode pengawetan paling mudah adalah dengan menggunakan pengawet konvensional sintetis, misalnya nitrat, nitrit, sulfit, sodium benzoate dan propilgalat. Pengawet tersebut banyak ditemukan pada ingredient produk pangan yang beredar di pasaran, sehingga selama pemakaian pengawet tersebut masih dalam batas aman yang ditetapkan oleh Badan  Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maka tidak akan menimbulkan efek samping pada kesehatan.

             Namun, beberapa tahun terakhir banyak penelitian menunjukan bahwa pengawet konvensional sintetis memiliki efek samping pada kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tahun 2013, hasil penelitian yang dilakukan oleh National Center for Chronic Deasease Prevention and Health Promotion US terhadap 15.960 siswa sekolah menengah di Amerika menemukan bahwa siswa yang secara rutin mengkonsumsi soda tiga kali per hari, memiliki prosentase 64% lebih besar dalam mengidap asma daripada siswa yang tidak mengonsumsi soda. Berdasarkan riset ilmiah yang telah dilakukan, hal ini dipicu oleh kandungan sodium benzoate dan sulfit yang digunakan sebagai pengawet sintetis pada soda. Selain itu, pada tahun 2015, The International Agency for Research on Cancer melaporkan bahwa mengkonsumsi produk olahan daging meningkatkan risiko kanker kolorektal. Berdasarkan bukti yang didapat dari epidemiological study, konsumsi 50 gram produk daging olahan per hari berpotensi meningkatkan risiko kanker kolorektal sebesar 18%. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya N-nitrosamin yang bersifat karsinogen, sebagai hasil reaksi dari nitrat/nitrit dengan secondary amine yang merupakan turunan dari protein.

            Risiko tersebut memicu para food technologist untuk terus mengembangkan alternatif lain dari pengawet konvensional sintetis, yaitu biopreservatives atau pengawet alami. Pengawet alami merupakan turunan dari beberapa sumber yaitu hewan, tumbuhan, mikroorganisme dan metabolit mikroorganisme. Pemanfaatan mikroorganisme sebagai pengawet atau yang baisa dikenal sebagai microbial biopreservatives sedang marak dikembangkan, selain dapat diproduksi dalam skala besar, pengawet yang dihasilkan bersifat efektif.

            Natamisin adalah senyawa antifungal yang diproduksi oleh Streptomyces natalensis dengan cara fermentasi terendam yang menghasilkan isolat antibiotik yang memiliki fungsi efektif untuk membunuh kapang dan khamir yang seringkali menjadi penyebab utama kerusakan mutu pada produk pangan akibat kebusukan. Natamisin efektif digunakan dan tidak menimbulkan perubahan karakteristik sensori yang signifikan pada olahan susu fermentasi, seperti yoghurt, keju dan butter milk. Olahan susu fermentasi memiliki pH yang rendah, selain itu khamir memiliki kemampuan untuk mengasimilasi gula, laktosa, dan asam organik sehingga olahan susu fermentasi menjadi tempat hidup yang sesuai untuk khamir. Natamisin bekerja dengan merusak membrane sterol pada dinding sel khamir dan kapang, hal ini pula yang menyebabkan natamisin tidak efektif untuk membunuh bakteri, karena bakteri tidak memiliki membrane sterol pada dinding selnya. Natamisin telah digunakan secara legal pada industri pangan di 60 negara dengan regulasi GRAS (Generally Recognize as Safe) yang ditetapkan oleh FDA (Food and Drug Administration) yaitu tidak ada batas maksimum penggunaan karena natamisin merupakan bahan yang aman. Jadi, jangan lupa cek label kemasan saat membeli produk pangan ya! Sebenarnya memang aman, BPOM telah meregulasi batas penggunaannya. Tapi ingat, sedikit - sedikit lama lama menjadi bukit! Pilihlah jalan untuk selalu mengusahakan kehidupan yang sehat.

Greatest wealth is health and good food is the secret to get it!

Author: Muthia R Annida dan Fauzia Zuchrina (Undergraduate student of Food Science and Technology IPB)

Reference:

EFSA (2009) Scientific opinion on the use of natamycin (E 235) as a food additive EFSA panel on food additives and nutrient sources added to food (ANS). EFSA J. 1412, 1-2

Food and Drug Administration (2016) Food additive status list. Available from: http://www.fda.gov/Food/IngredientsPackagingLabeling/FoodAdditivesIngredients/ucm091048.ht m Accessed November 6th, 2018.

Lee NK, Paik HD. 2016. Status, antimicrobial mechanism, and regulation of natural preservatives in livestock food systems. Korean Journal Food Science. 36(4): 547-557

Pics: 

Godairyfree.org

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun