Mohon tunggu...
Muthakin Al Maraky
Muthakin Al Maraky Mohon Tunggu... Guru - Relawan di Komunitas Literasi Damar26 Cilegon

Tukang ngelamun yang mencintai buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memimpikan Keberadaan Museum di Kota Cilegon

29 Juni 2022   10:50 Diperbarui: 29 Juni 2022   11:10 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Rakjat Tjilegon (foto koleksi pribadi)

Saat ini Kota Cilegon berusia 23 tahun. Itu terhitung sejak dikeluarkannya UU No. 15 tahun 1999 tanggal 27 April 1999. Status Kotif Cilegon berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II. Dengan perubahan status itu, Cilegon resmi menjadi kota mandiri. Namun, jika dilihat dengan menggunakan kacamata sosio-histori, kota yang dikenal dengan sebutan kota baja ini telah terbentuk jauh-jauh hari.

Menurut Mayer, pengertian kota bukan terdiri dari rumah-rumah, gedung-gedung seperti masjid, gereja, biara, kantor-kantor, kanal-kanal, jalan-jalan, dan taman-taman, melainkan orang-orang yang menghuninya sebagai pencipta hal-hal baru. Kota dipandang sebagai satu sistem nilai-nilai, perasaan, kenangan-kenangan, hubungan-hubungan satu sama lain yang kemudian membentuk suatu sistem organisasi. Di sini Mayer lebih mengedepankan aspek manusianya dibandingkan dengan aspek fisik dari tempat yang disebut kota. Itu artinya, Jika kita menggunakan pendapat Mayer, Kota Cilegon berusia lebih dari 22 tahun.

Kota Cilegon banyak melahikan para pejuang dan para tokoh pembaharu dalam dunia pendidikan. Ulama-ulama yang terlibat dalam perlawanan tahun 1888 lahir dari kota ini. Begitu juga dengan tokoh pendidikan Islam, sebut saja KH. Syam'un dan KH. Abdul Latif. Kedua tokoh ini memiliki peran penting dalam perkembangan pendidikan Islam di Banten, khususnya di Kota Cilegon.

Pada tahun 1916, KH. Syam'un merintis pesantren di wilayah Citangkil. Lahirlah santri generasi pertama yang nantinya melanjutkan tongkat estafet, seperti: KH. Ali Jaya (Delingseng), KH. Ahmad (Delingseng), KH. Muhammad (Nyamuk), KH. Moh. Nur (Kramatwatu), KH. Moh. Zein (Kramatwatu) dan lain-lain.  Sepulang dari Mekkah, pada tahun 1925, KH. Syam'un mendirikan madrasah yang diberi nama Al-Khairiyah. Pada tahun 1933, Al-Khairiyah memilki 15 cabang. Seiring berkembangnya waktu, pada tahun 1982, Al-Khairiyah memiliki cabang 417 cabang. Dan ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Kemudian di Cibeber, pada tahun 1931, seorang alim, ahli tasawuf, KH. Abdul Latif mendirikan Madrasah Al-Jauharatunnaqiyah. Dalam catatan Prof. Yunus Ghazali, pada tahun 1953 sampai 1960, tercatat jumlah pelajar yang berada di Madrasah Al-Jauharatunnaqiyah mencapai 1.700 siswa per tahun. Para siswa tidak hanya datang dari wilayah Banten saja, melainkan dari berbagi wilayah di Indonesia. Seperti dari Lampung, Jakarta, Palembang, Cirebon, Purwakarta, Tegal, Pekalongan, dan Semarang. Ini menandakan bahwa lembaga ini memiliki peranan penting.

Keberadaaan kedua lembaga pendidikan Islam itu memiliki keterkaitan dengan identitas Kota Cilegon sebagai kota santri. Kedua lembaga pendidikan inilah yang mempunyai banyak pengaruh besar terhadap perkembangan Islam di Cilegon. Mayoritas madrasah di Kota Cilegon berdiri di bawah naungan kedua Perguruan Islam itu. Tidak sedikit para santri (alumni) yang telah mengeyam pendidikan di kedua lembaga itu lalu mendirikan pesantren atau madrasah di tanah kelahirannya masing-masing. Inilah bukti bahwa kedua lembaga itu mengajarkan para santrinya untuk terus mengabdi bagi agama dan masyarakat.

Untuk memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pejuang 1888 dan pejuang pendidikan Islam di Kota Cilegon, saya memimpikan keberadaan museum rakyat Cilegon di Rumah Dinas Walikota. Durasi mimpi itu panjang. Saya menikmati mimpi itu.

Dalam museum rakyat Cilegon, saya memimpikan disajikannya informasi peristiwa Geger Cilegon 188. Berbagai peninggalan para pejuang 1888 menambah suasana museum semakin hidup. Di museum ini pula saya memimpikan diorama-diorama dan informasi-infomasi terkait kedua tokoh pendidikan Islam Cilegon: KH. Abdul Latif dan KH. Syam'un. Termasuk karya-karyanya.

Dalam mimpi itu saya menikmati karya yang ditulis oleh KH. Abdul Latif: Taudlukhul Ahkam, Irsyaadul Anaam, Bayaanul Arkaan, Adaabul Marah, Tauqil Tauhid, Kifaayatul Sibyan, Matanus Sanusiyah, Mu'awanatul Ikhwan, Sirah Sayyidil Mursalin, Munabbihat, Sejarah Banten, Tajwid Jawa, Tafsir Juz'amma, Mawaa'dzul 'Ushfuryah, Tafsir Surat Yasin (Berbahasa Jawa Banten).

Tidak hanya karya KH. Abdul Latif saja yang tersaji, dalam museum itu juga saya mengamati karya KH. Syam'un: Al-Jami'ah fi Aqaidil Muslimin wal Muslimat, Risalah 'Aqidatul Athfal, dan Mujmalush Shiratil Muhammadiyah. Perlu diingat, bahwa KH. Syam'un juga berjuang pada masa revolusi fisik. Dan ia gugur ketika mempertahankan kemerdekaan bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun