Nama : Mustika Maharani
NPM : 1812011026
Mata Kuliah : Hukum Peradilan Anak
Dosen : Rini Fathonah, S.H., M.H.
FH UNILA
Tahapan pelaksanaan penegakan hukum pada proses persidangan adapula hal yang tidak ada alasan pemaaf sebagaimana dalam alasan-alasan dan fakta-fakta hukum pada agenda pembuktian dipersidangan yang menjadi dasar pertimbangan hakim untuk memutus lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum. Hal tersebut sebagaimana yang terjadi dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang terjadi di Kabupaten Lampung Timur dalam perkara nomor 25/Pid.Sus-Anak/2019/PN Sdn, adalah Arjun Amri Kurniawan Bin Fajar Soddik bersama rekannya Davidtra Setiawan Bin Tri Wahono pada hari Minggu tanggal 23 Desember 2018 sekira pukul 22.30 WIB di Dsn V Desa Taman Cari Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur mencuri 1 (satu) unit sepeda motor milik Khodikun Nuha. Kemudian dalam terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal Pasal 363 ayat (1) ke-4 "Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih". Terdakwa pelaku anak Arjun Amri Kurniawan Bin Fajar Sodik terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Pencurian dalam keadaan memberatkan" sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP dan pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (bulan). Putusan hakim tersebut ternyata melebihi tuntutan jaksa penutut umum yaitu 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan, sehingga menjadi kajian menarik mengenai alasan dan dasar serta pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut. Bahwa dalam Putusan tersebut ternyata bertentangan dengan pandangan-pandangan, undang-undang serta teori yang ada dan berlaku. Oleh karena itu, suatu hal yang sangat menarik untuk membahas dalam suatu bentuk tulisan ilmiah mengenai penjatuhan pidana pemberatan oleh hakim terhadap tindak pidana pencurian dalam keadaan yang memberatkan pada anak. Maka, berdasarkan latar belakang diatas tersebut, maka apakah Faktor faktor yang mempengaruhi penjatuhan pidana pada anak pelaku pencurian dengan pemberatan. Bicara mengenai penjatuhan pidana pada anak sebagai pelaku pidana, berdasarkan pendapat dari pakar Sudarto menjelaskan bahwa stilah penghukuman dapat disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang kerap kali sinonim dengan pemidanaan atau pemberi/penjatuhan pidana. Pada akhirnya dikemukakan oleh Sudarto bahwa istilah hukuman kadangkadang digunakan untuk pengganti perkatan "straf" namun menurut beliau istilah pidana lebih baik dari pada hukuman".[1] Menurut teori Gabungan mengajarkan bahwa penjatuhan pidana ditujukan untuk menjaminketertiban masyarakat dan memperbaiki perilaku pelaku. Sehingga penjatuhan pidana berdasarkan teori pembalasan atau teori tujuan dipandang berat sebelah, sempit dan sepihak. Menurut teori gabungan ini mengakui bahwa penjatuhan pidana sebagai pembalasan yang didasarkan pada kejahatannya. Selain itu, diakui pula penjatuhan pidana mempunyai tujuan dari pemidanaan itu sendiri. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Pidana terhadap Anak yang melakuknan Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 486 KUHP, yang mana Terdakwa Arjun telah melakukan Pengulangan Tindak Pidana dalam Perkara yang lain (Pencurian Handphone). Maka dalam kasus pencurian ini maka kemudian hakim berdasarkan Pasal 486 KUHP memperberat hukuman dari Anak tersebut menjadi 1 Tahun 6 Bulan atau lebih tinggi dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Penjara selama 1 Tahun 3 Bulan.