Mohon tunggu...
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani Mohon Tunggu... -

seorang bodoh yang sedang belajar untuk terus memberi manfaat ... ciyeeeeee! Idealis banget!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kendi dan Sejarah Kearifannya di Masa Lalu

6 Juni 2014   23:09 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:58 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di suatu pagi saat melintas di depan PG Watoetoelis, sebuah pabrik gula di kota Sidoarjo Jawa Timur, sudah ada pedagang gerabah yang buka lapak. Padahal tayubannya (pasar malam sebagai tanda persiapan buka giling atau awal masa produksi gulanya) masih 2 bulan lagi lho. Sekilas di antara berbagai gerabah tsb, saya melihat setumpuk kendi, di antara berderet celengan macan, sapi dan semar. Ya betul, kendi wadah air minum. Bukan kendi celengan ataupun kendi yg ditaruh di kuburan lho.

Sejenak saya berpikir, apa masih ada yg bakal beli kendi itu ya? Secara jamannya sekarang orang cenderung minum air dari wadah dispenser, atau dari lemari es. Kalau memang ada, hebat betul orang itu, karena masih setia dengan kendi tsb.

Sesungguhnya, saya pun juga kangen dengan jaman masih punya kendi dulu. Selalu ada 2 kendi di rumah. Satu yang baru diisi, dan satunya lagi yang airnya sudah menginap seharian, sehingga sudah adem serasa air kulkas. Kata bu guru penjaskes jaman saya di SD Patukangan 1 Kendal dulu, bu Sri Budi Lestari (alhamdulillah sd sekarang beliau masih sehat dan mengajar di sana), beliau mengajarkan untuk minum air putih terlebih dahulu di pagi hari saat bangun dari tidur sebelum buang air kecil alias "peace of cure" pertama kali. Paling bagus ya minum dari kendi itu. Kalo nggak punya kendi bagaimana? Bisa juga dari gelas yg didiamkan semalaman. Fungsinya untuk mempercepat penggelontoran saluran pencernaan hingga ke ginjal, maupun melancarkan sekresi via pori-pori kulit. Believe it or not, terserah kita masing2. Kalaulah saya, sudah mempraktikkannya sampai dg sekarang, dan alhamdulillah baik-baik saja. Soal bahwa secara kimia itu membangkitkan zat alkali atau apapun yg mengikat uric dalam darah (seperti kata teman saya), saya juga nggak begitu paham. Hehehehe

Satu hal lagi yg masih saya ingat .. Yaitu pada waktu terakhir kali ke Pati, di seputaran Randukuning, .. masih ada sebuah rumah yg menyediakan kendi di depan rumahnya utk orang umum yg lewat. Saya kagum dengan pemilik rumah tsb.

Ya, sebuah teladan yg baik dari jaman nenek moyang yg masih dipertahankan sampai dengan sekarang. Dulu kan belum banyak kendaraan, shg mayoritas warganya kalo bepergian ya berjalan kaki saja. Nah, kendi-kendi itu memiliki arti sosial yg sangaaaaat besar. Karena jaman dulu belum ada Aqua, teh botol Sosro, Ponari sweat, ataupun minuman2 dalam kemasan lainnya. Botol minum belum ada, apa lagi yg merek tupperware. Juga belum banyak warung ataupun toko swalayan utk beli minuman kalau pas haus. Beli? Pikiran itu bahkan mungkin nggak pernah terlintas di benak nenek moyang kita. Jadilah kendi itu sebagai satu bukti kearifan lokal, khususnya teladan tolong menolong di antara kita. Pemilik rumah memberi fasilitas cuma2 ke masyarakat umum yg melintas di depan rumahnya. Bahkan tak perlu repot meminta ijin, kita bisa bebas saja utk meminumnya, bahkan sepuasnya. Asal kendinya nggak dibawa pulang atau dibanting lho.

Toh begitu meskipun air minum tsb cuma-cuma, pemilik rumah tetap memberikan yg terbaik utk air minum dalam kendi tsb. Airnya sudah dimasak, bersih sehat, dan rasanya dijamin segar enak. Kendi yg disajikan pun sudah lulus quality control. Tak berbau tanah lagi. Bahkan dilengkapi penutup di sisi atas maupun di sisi "cucuk"-nya, sehingga tetap aman dari debu meskipun diletakkan di pinggir jalan.

Jika itu memang wujud kearifan yang sederhana sekali, tidak sulit dilakukan, lalu kenapa ya sekarang sudah langka sekali yg mempertahankannya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun