Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berharap Jakarta Lebih Buruk (Hanya) Untuk Membully Anies: Absurd!

29 Juni 2019   20:36 Diperbarui: 29 Juni 2019   20:45 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konon, salah satu cara berpikir kekanak-kanakan dalam dunia politik adalah, bahwa pihak yang kalah dalam kontestasi politik berharap kepemimpinan yang menang akan lebih buruk, tidak ada terobosan, dan syukur-syukur lebih mundur. 

Dengan itu, pihak yang kalah bisa nyinyir sedemikian rupa terkait kebijakan yang dianggap negatif atau janji-janji yang (kadang secara sangat subjektif) dianggap diingkari, lalu diakhiri dengan kalimat semi-sarkastis untuk mengolok-olok. Ada semacam kepuasan psikologis yang mungkin terpenuhi, dengan itu.

Adakah? Ada. Contohnya? Jakarta!

Ada apa dengan Jakarta? Ada pihak tertentu yang sampai saat ini masih berharap dan mendoakan agar Jakarta lebih buruk ketimbang kepemimpinan sebelumnya. 

Dalam imajinasi liar mereka, Jakarta diharapkan agar lebih macet, lebih jorok, lebih banjir, lebih buruk, bahkan lebih mundur dari sebelumnya. Gunanya? Hanya satu: mereka ingin membully Anies Baswedan sedemikian rupa, yang dengan itu mereka mendapatkan kepuasan batin tiada terkira. Saat harapan mereka terjadi, itu menjadi semacam "ganti" dari kekecewaan atas kekalahan dalam kontestasi, atau menjadi semacam momentum untuk recharge energi.

Maka, saat ada banjir melanda Jakarta, saat ada keluhan soal macet, saat ada kejadian negatif soal pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya, mereka merayakannya dengan suka cita. Ramai-ramai memberikan komentar dan nyinyir di Medsos masing-masing, baik akun yang asli atau ternakan, untuk menciptakan kesan buruk soal pembangunan dan kemajuan Jakarta: sebuah konsep kebahagiaan dan kepuasan psikologis paling aneh dan banal.

Tak penting lagi rasa peduli asal mereka bisa mencaci dan membully Anies Baswedan, termasuk sorakan untuk para pendukungnya. Padahal, pada satu sisi, meskipun bukan dirinya yang menikmati kebijakan Anies Baswedan, mungkin ada keluarganya, saudaranya, tetangganya, atau temannya yang mendapatkan manfaat dari kebijakan-kebijakan sang Gubernur. Tak mungkin tak ada sama sekali kebijakan yang bermanfaat! Tak mungkin semua kebijakannya adalah sampah! Tak mungkin!

Termasuk baru-baru ini, ketika kebijakan Anies Baswedan soal izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi yang menuai banyak nyinyiran dan bahkan cacian, diikuti dengan perang dan centang perenang. Tak perlu lagi rasionalitas, sebab semua jawaban, bagi mereka, adalah rasionalisasi dan silat lidah semata. Bahkan yang jelas-jelas prestasi pun, tak ada gunanya. Termasuk ketika Anies Baswedan, dalam beberapa pencapaian juga tak melupakan apresiasi atas pemimpin-pemimpin sebelumnya.

Mereka seperti tak rela, bahwa dalam beberapa hal Anies Baswedan unggul dibandingkan dengan pemimpin sebelumnya. Satu-satunya kerelaan yang mereka miliki adalah, bahwa Anies Baswedan harus lebih buruk dari pemimpin sebelumnya. Itu saja! Bahkan saat Jakarta termasuk tiga kota terbaik dunia dalam hal perbaikan transportasi dan mobilitas kota pun, Anies Baswedan "terdegradasi" sedemikian rupa melalui komentar-komentar netizen yang selalu paling benar: sebagiannya manusia beneran, sebagian yang lain adalah robot-robot yang digerakkan. Biasalah...

Seperti itukah? Iya! Aneh memang, tapi itulah kenyataan. Ada pihak tertentu yang ingin Jakarta tak pernah maju dan semakin buruk hanya untuk nyinyir, mencaci, dan menghina Anies Baswedan. (Catatan: penggunaan pihak-pihak tertentu yang kalah dimaksudkan untuk tidak men-generalisasi. Pihak itu tidak bisa membedakan antara kritik-saran atau nyinyiran-cacian. Secara psikologis, wajar saat yang kalah menunjukkan perilaku demikian, tapi sebagiannya sangat berlebihan)

Rekonsiliasi Tak Selalu Manis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun