Stunting merupakan salah satu masalah gizi kronis yang berdampak signifikan pada anak-anak, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Stunting terjadi ketika tinggi badan anak lebih pendek dibandingkan standar usianya akibat kurang gizi yang berkepanjangan, terutama selama 1.000 hari pertama kehidupan, yang meliputi masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Periode ini dikenal sebagai periode emas atau golden age, di mana kekurangan gizi bisa berdampak permanen pada perkembangan fisik dan kognitif anak. Anak-anak yang mengalami stunting tidak hanya tumbuh lebih pendek, tetapi juga berisiko mengalami masalah perkembangan otak, kemampuan belajar, dan kesehatan secara keseluruhan. Ketika mereka tumbuh dewasa, mereka cenderung memiliki kecerdasan lebih rendah, produktivitas menurun, serta lebih rentan terhadap penyakit kronis.
Stunting disebabkan oleh berbagai faktor kompleks yang saling berhubungan. Salah satunya adalah kekurangan gizi kronis pada ibu selama kehamilan dan setelah anak lahir. Kekurangan zat gizi penting seperti protein, zat besi, vitamin A, dan yodium selama masa kehamilan dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, yang merupakan salah satu indikator risiko stunting. Pola pemberian makanan yang tidak mencukupi kebutuhan nutrisi anak, seperti pemberian ASI eksklusif yang kurang dari enam bulan atau pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat, juga memperparah risiko stunting. Selain itu, akses terbatas terhadap layanan kesehatan berkualitas dan sanitasi yang buruk turut berkontribusi. Kondisi lingkungan yang kurang baik, seperti kurangnya akses air bersih dan sanitasi, meningkatkan risiko infeksi, yang menghambat penyerapan nutrisi. Faktor lain yang signifikan adalah rendahnya tingkat pendidikan ibu, yang seringkali berdampak pada kurangnya pemahaman tentang pentingnya gizi bagi anak.
Kondisi ekonomi juga mempengaruhi risiko stunting. Keluarga dengan pendapatan rendah seringkali tidak memiliki akses ke makanan bergizi dan layanan kesehatan yang memadai, sehingga anak-anak mereka berisiko lebih tinggi mengalami stunting. Studi di Indonesia menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin lebih rentan mengalami stunting dibandingkan mereka yang berasal dari keluarga lebih sejahtera. Selain itu, faktor budaya dan kebiasaan makan juga mempengaruhi pola pemberian makanan yang kurang tepat.
Dampak stunting sangat luas dan jangka panjang. Anak-anak yang stunting tidak hanya tumbuh lebih pendek, tetapi juga lebih rentan terhadap penyakit, karena sistem kekebalan tubuh mereka tidak berkembang dengan baik. Dari segi kognitif, mereka cenderung memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah karena kurangnya nutrisi selama masa perkembangan otak. Dampak ekonomi dari stunting juga signifikan, karena produktivitas individu yang rendah akan mengurangi potensi pendapatan dan berisiko memperburuk siklus kemiskinan. Dalam skala nasional, tingginya angka stunting dapat memengaruhi daya saing ekonomi negara.
Pencegahan stunting harus dimulai sejak awal, bahkan sebelum anak lahir, dengan memastikan ibu hamil mendapatkan nutrisi yang cukup dan seimbang. Pemeriksaan antenatal rutin, edukasi tentang pentingnya gizi seimbang, serta peningkatan akses air bersih dan sanitasi merupakan langkah penting dalam mencegah stunting. Program pemerintah seperti “Isi Piringku” yang memberikan panduan gizi seimbang juga merupakan upaya yang tepat. Di sisi lain, peran Posyandu dalam memantau pertumbuhan anak, memberikan edukasi kepada ibu, dan menyediakan layanan kesehatan yang terjangkau sangat penting dalam memerangi stunting.
Stunting merupakan masalah serius yang mempengaruhi tidak hanya fisik tetapi juga kognitif dan kualitas hidup anak-anak. Untuk menanggulangi masalah ini, diperlukan upaya komprehensif mulai dari perbaikan gizi ibu hamil, peningkatan akses sanitasi, hingga edukasi gizi yang melibatkan berbagai pihak. Dengan langkah-langkah yang tepat, prevalensi stunting di Indonesia dapat ditekan, sehingga anak-anak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.
Referensi:
Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, L. M. (2018). A review of child stunting determinants in Indonesia. Maternal & Child Nutrition, 14(4), e12617.
Hasanah, R., Aryani, F., & Effendi, B. (2023). Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan stunting pada anak balita. Jurnal Masyarakat Madani Indonesia, 2(1), 1-6.
Noorhasanah, E., & Tauhidah, N. I. (2021). Hubungan pola asuh ibu dengan kejadian stunting anak usia 12-59 bulan. Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, 4(1), 37-42.
Widanti, Y. A. (2016). Prevalensi, faktor risiko, dan dampak stunting pada anak usia sekolah. JITIPARI (Jurnal Ilmiah Teknologi dan Industri Pangan UNISRI), 1(1).