Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bukber Virtual Kahanan

25 April 2021   05:14 Diperbarui: 25 April 2021   05:29 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kerudungan rapi, berujung pake mukena :D Sepurane ya Ibu Dubes ^^. SS Zoom

Pernyataan sepihak saya sih. Soalnya, saya baru nyadar, mungkin yang baru berbuka hanya saya sendiri. Kesadaran terlambat, pas on cam memasukkan sebutir kurma. Akhirya saya mumpet agak ke bawah, agar gerakan mengunyah kurma perlahan tidak terlihat. Hiks..

Begitulah. Ternyata, bukber virtual sulit untuk dilaksanakan sehangat bukber offline. Berikut beberapa faktor yang membuat kurang nyamannya bukber virtual.

  1. Anjuran berbuka secepatnya.

"Biasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam berbuka puasa dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat (Maghrib). Jika tidak ada ruthab maka dengan tamr (kurma matang), jika tidak ada tamr maka beliau meneguk beberapa teguk air." (HR. Abu Daud) - Megapolitan Kompas, April 2021

Demikian sunnah nabi terkait menyegerakan berbuka. Jadi, bukan sepiring makanan berat, satu gorengan dan segelas teh manis hangat, atau segelas es favorit dan satu jajanan pasar, atau banyak lagi jenis takjil lezat lainnya. Oia, sampai mau lupa. Atau semangkuk kolak lezat. Biji salak, pisang raja matang pohon, atau kolak ubi jalar ungu. Well, berbuka nanti, mau nyoba sunnah nabi ah. Mau mencoba merubah kebiasaan, tidak langsung kenyang dengan sepiring makanan berat. Bismillah..

Anjuran menyegerakan berbuka ini pula, yang menyulitkan bukber virtual. Utamanya karena usai berbuka, kita juga akan bersegera menunaikan sholat Maghrib. Usai sholat, sebagian ada yang langsung makanan berat, sebagian lagi melanjutkan menikmati takjil. Kalau begini, kapan saling sapanya ayo? Kecuali memang nyaman ngobrol virtual, sambil sama-sama sibuk makan, ya silakan saja si. Kalau saya si, belum pernah. Kecuali yang kahanan pas semalam.

2. Masing-masing kita sibuk beraktivitas sendiri.

Ya itu tadi. Urutan dari berbuka, ibadah, melanjutkan dengan makanan berat atau takjil lainnya, praktis tidak ada waktu selo yang cukup luang untuk saling berinteraksi. Berbeda dengan bukber offline. Sesekali saling sapa, beberapa ngobrol ringan sambil mengunyah, dua warna khas dari bukber offline. Usai urutan ini, langsung disambung dengan sholat Isya, Tarawih dan Witir. Berikutnya, ya tadarus. 

Jika biasanya waktu kita tercuri oleh gadget, di ramadhan, kitalah yang kini mencuri-curi waktu untuk mengintip chat online, notifikasi sosmed atau email pekerjaan. See? Bukber virtual, rasanya belum menjadi keharusan yang penting.

3. Waktu Maghrib yang pendek.

Mungkin, frase yang lebih bisa digunakan, adalah Ngabuburit Virtual. Menurut saya, waktunya jauh lebih luang dibanding waktu berbuka. Bahkan bisa menjadi pengalaman seru. 

Bayangkan, misalnya peserta Ngabuburit Virtual berasal dari daerah yang berbeda di nusantara. Kita bisa melihat langsung, aktivitas memburu takjil khas daerah tersebut. Lalu, bahasa-bahasa daaerah setempat yang dipergunakan, saat transaksi belanja berlangsung. Wuih, serasa travelling istimewa di bulan Ramadhan ya. Tentu nantinya, peserta yang daerahnya berada di zona waktu lebih awal, bisa pamit untuk melaksanakan urutan momen berbuka puasa. 

4. Harus segera bersiap untuk berjemaah tarawih ke masjid atau musholla.

Kaaan, saya akhirnya di shaf di halaman masjid. Telat berangkat ke masjid sih. Dokpri
Kaaan, saya akhirnya di shaf di halaman masjid. Telat berangkat ke masjid sih. Dokpri
Ini juga waktu yang tricky. Manalagi, saat ini shaf di masjid memberlakukan shaf berjarak. Lupakan dulu jejeran shaf rapi seperti saat sebelum pandemi. Ada kejadian unik sehubungan ini. Beberapa malam lalu, seorang jemaah ibu tertawa masam. Beliau berkata, "Saya tahu posisi shaf saya salah. Makanya sampai ditungguin begitu. Ini sengaja di sini, saya khawatir terlalu mepet ke pinggiran. Khawatir jatuh..."

Begitu pembelaannya, ketika seorang petugas pengatur shaf masjid, menungguinya usai sunnah Isya. Tilik punya tilik, sang ibu jaraknya terlalu rapat dengan jemaah di samping, juga di belakangnya. Jadi, kini, jarak antar jemaah sekira minimal setengah meter. Kurang dari itu, siap-siap ditunggui petugas masjid dan diminta mengatur ulang jarak yang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun