Mohon tunggu...
Muslim Amiren
Muslim Amiren Mohon Tunggu... Dosen - Seorang futurist, easy going, dan berharap hidupnya bermanfaat banyak bagi diri, keluarga dan masyarakat sekitar

Dosen FMIPA, Jurusan Informatika. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Usaha: NTA TOUR TRAVEL (tour operator dari Aceh untuk Dunia) Visi: Menjadi rahmatan lil Indonesiain. Misi: Menulis, merawat ingatan, melawan lupa. Hp/WA: 085277224606, email: ntatourtravel@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seindah Apapun Mimpimu, "Hadiah" Allah Jauh Lebih Indah

2 Oktober 2020   13:36 Diperbarui: 2 Oktober 2020   13:40 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuliah bagi anak yatim miskin seperti saya adalah "barang mewah". Dua semester ini dilewati dengan bekal "asal sampai ke kampus". Tidak peduli, nanti siang makan apa. Yang penting, bisa ikut kuliah dan jumpa kawan-kawan "Gentala". Generasi Tahan Lapar. Yang hanya makan siang, bila ada rezeki lebih. Saat itu, saya sadar benar maksud "silaturahmi membawa rezeki". Itu yang sering saya amalkan. Rumah kawan-kawan sering jadi target. Rasudin, Husaini adalah sahabat rumahnya paling dekat, dan paling baik hatinya. Tak jarang, pepaya muda dicampur garam juga sudah cukup enak.

Anak lain, tiap bulan ada saja kiriman dari orang tuanya. Tapi bagi saya itu hil mustahal. Walau setelah Bapak meninggal, ibu menikah lagi. Tapi sama saja. Ibu tidak bisa tulis baca, ayah tiri tak jauh beda. Untungnya beliau punya profesi yang dibutuhkan, "astronot kampung". Naik dibayar, turun gratis. Hasil beliau ke "antariksa", alhamdulillah mampu mengasapi dapur keluarga. Tapi jangan berharap untuk kiriman, apalagi bayar SPP. Perlu ratusan buah kelapa untuk itu. Untung masih banyak orang baik. Seperti semester lalu. SPP saya dipinjami oleh Ibu Ketua Jurusan. Semoga Allah selalu merahmati beliau. Hutang itu baru sanggup terbayar ketika hampir selesai kuliah.

Suatu hari, saya dijumpai seorang dosen yang juga baik hati, Pak Saiful Mahdi namanya. Beliau menyuruh saya ikut Pelatihan "Motivasi Berprestasi". Beliau dan Pak Samsul Bahri dari PLN menjadi narasumber. Semoga Allah merahmati mereka. Saya fikir di pelatihan itulah salah satu titik balik saya. Di sana, mereka menyuruh kami untuk menulis mimpi-mimpi. Katanya "kalau sesuatu bisa dibayangkan, insyaAllah bisa diwujudkan!". Antara percaya dan tidak, mulailah saya menulis 10 (sepuluh) mimpi. Diantaranya: selesai kuliah umur 24, dapat kerja umur 25, menikah 27, naik haji umur 45 tahun, dan seterusnya". Sungguh, saya tidak berani menulis naik haji pada usia muda. Lha wong ke kampus saja, sering nggak ada uang untuk bayar bus kampus.

ADELAIDE - AUSTRALIA, 10 TAHUN KEMUDIAN.

"Bang, tadi ibu mertuamu nelepon", kata istri. Ketika saya baru pulang kuliah. Dia masih asyik berendam dalam bathtub. Walau sudah masuk musim semi, udara bumi kanguru masih 2-10 derajat Celsius. Berendam dengan air hangat sangat menyenangkan. Apalagi kami baru berpisah dengan suhu 25-30 derajat di Banda Aceh. Untung landlord baik, beliau menggratiskan biaya listrik selama tiga bulan. Kalau tidak, lumayan juga bocor beasiswa S2 ADB ini. Sebelumnya, rumah granny house ini dipakai oleh anaknya. Namun, anaknya sekarang sedang traveling ke Eropa selama 3 bulan. Jadi beliau menyewakan rumah ini untuk kami selama tiga bulan saja.

"Ibu cerita apa?", tanya saya. "Ibu bilang, kita disuruh temani beliau naik haji. Beliau kena waiting list, kawan-kawannya berangkat tahun depan. Tapi beliau tahun depannya lagi". Jelas istri. "Terus, biayanya dari mana?". Tanya saya. "Mene ketehe", jawab istri. Waduh, dapat duit dari mana nih? Beasiswa ini cuma cukup dimakan berdua. Tapi ibu hampir 70 tahun, kalau nggak ada yang kawani, kasihan beliau. "Hmmm, gini aja. Coba kita Kerja apa saja, kumpulin duit dulu. Yang penting halal. Nanti kalau sampai waktu setor, coba kita hitung duitnya. Kalau cukup duitnya, kita pergi berdua. Kalau kurang, cukup Bunda saja pergi, yang penting ibu ada kawan. Ok?". Saran saya.  "Ok, siap Kapten", tutup istri.

Mulai malam itu, mulailah kami mencari-cari lowongan. Aktifitas saya pun berubah. Pagi harinya, setelah subuh, saya mulai mengumpulkan botol-botol bekas di bak sampah lodge/apartemen mulai dari Tramstop 8 menuju Glenelg hingga Tramstop 12. Kasihannya, ketika saya pulang jalan, ada orang yang mengorek-ngorek tempat sampah yang udah saya ambil botolnya. Saya merasa bersalah mengambih jatah beliau. Setelah seminggu, botol-botol itupun saya jual. Hasil tidak seberapa. Lima belas dollar saja. Hanya cukup untuk membeli sepasang sandal kamar tidur untuk istri ulang tahun. Saya pun memutuskan berhenti mengumpulkan botol.

Kami pun terus mencari informasi dengan meluaskan pergaulan. Kata kawan-kawan, kalau mau bekerja di Aussie harus punya paspor kerja. Kami pun membuat paspor kerja. Sehari jadi. Lima puluh dollar saja. Akhirnya, Allah mengirim orang baik kepada kami. Orang itu bernama Dadang Purnama. Beliau baru menyelesaikan program doktoralnya di Adelaide University, sebelah salah satu kampus saya di UNISA (University of South Australia). Beliau menawarkan rumahnya di Plympton, Marion Road untuk kami tempati. Selain rumah, beliau juga mewariskan mobilnya serta pekerjaannya di sebuah studio Foto. Semoga Allah merahmati beliau sekeluarga.

Jadilah sepulang kuliah, selang dua hari sekali, setelah magrib saya bekerja di sebuah Studio Foto. Bukan sebagai tenaga kantoran, tetapi sebagai tenaga bersih-bersih. Alhamdulillah, mulai ada tambahan dollar masuk rekening per dua mingguan. Belum lagi ada tawaran lain yang sejenis di kampus, kantoran, dan mall. Tidak jarang, saya pulang over midnight. Untung masih ada taksi. Sampai rumah langsung tewas.

Istri saya juga tidak kalah sibuk, dia mulai kerja sebagai chef asistent di salah satu restoran Indonesia Pondok Bali namanya. Gaji 10 dollar per jam. Namun, restoran itu hanya ramai pada akhir pekan. Hari biasa, dia bekerja setengah hari saja.

Ketika musim panas datang, Januari -- Maret. Kuliah libur. Kami bisa bekerja sepuasnya. Beberapa pekerjaan dilakoni sekaligus. Dari memetik cherry, mencabut rumput di Nursery, hingga mengangkat kentang di pabrik. Sementara istri berada di bagian pemilihan kentang. Menentukan kualitas ekspor dan lokal. Pernah, musim panen tiba, dia harus bekerja hingga 15 jam. Sungguh, wanita luar biasa.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun