Mohon tunggu...
Munir Akhmad
Munir Akhmad Mohon Tunggu... Jurnalis - Sebuah Jembatan Penyeberangan Orang di Kota Bukit Tinggi

Berada di Jakarta sejak tahun 1998 dan tinggal di Cipinang Besar Utara Jatinegara Jakarta Timur.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemberhentian Mantan Napi Korupsi Tanggung Jawab Yuridis Kepala Daerah

11 Juli 2019   21:58 Diperbarui: 11 Juli 2019   22:05 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kewenangan untuk memberhentikan seseorang Aparat Sipil Negara (ASN) dalam struktur birokrasi pemerintahan di daerah menurut UU ASN Nomor 5 tahun 2014 menjadi domein Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Kepala Daerah dalam hal ini, adalah Gubernur di tingkat provinsi dan Bupati/Walikota di Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 23 tahun 2014. 

Catatan pentingnya yaitu UU ASN telah mengatur siapa-siapa saja ASN yang harus diberhentikan beserta syarat-syarat dan tata-cara pemberhentiannya, sebaliknya UU Pemerintah Daerah telah menentukan pelanggaran atas larangan atau pengabaian sesuatu kewajiban dapat mengakibatkan kepala daerah dijatuhi sangsi. Apa-apa saja sangsi itu pun telah diatur secara eksplisit didalam UU Pemerintah Daerah, bahkan sampai dengan impeachment.

Khusus mengenai pemberhentian ASN/PNS mantan napi kasus korupsi yang diatur dalam psl 87 ayat (4) UU ASN No. 5 tahun 2014 dan psl 251 PP No. 11 tahun 2017 terakhir menjadi lebih tegas dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XVI/2018 tgl. 25 April 2019.

Demikian pendapat praktisi hukum Soraya Dharmawaty saat dimintai komentarnya tentang kabar beberapa kepala daerah sampai saat ini nampak enggan membuat keputusan yang terkait dengan pemberhentian para ASN/PNS mantan napi kasus korupsi. Kepada www.aktualnews.co.id saat ditemui di Bareskrim Mabes Polri beberapa hari lalu, alumni Fakultas Hukum UI dari SMA 52 Semper-Koja ini mengaku prihatin menyaksikan sikap sejumlah kepala daerah yang enggan memberhentikan para mantan napi kasus korupsi.

Padahal mestinya semua ASN/PNS mantan napi korupsi sudah harus diberhentikan secara tidak hormat segera setelah penetapan berlakunya UU ASN No. 5 tahun 2014, setidak-tidaknya dengan berlakunya PP No. 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN sebagai ketentuan pelaksanaannya tgl 30 Maret 2017.

Rumusan normanya, kata dia, sudah cukup jelas, yaitu asalkan amar putusannya menyatakan orang itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi atau kejahatan yang berhubungan dengan jabatannya dan putusan itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), tidak penting dihukum dengan hukuman penjara atau kurungan berapa lamanya bahkan walau cuma sehari.

Dikatakan, pada bulan Agustus 2017 lalu dirinya pernah terlibat polemik terkait seorang mantan napi kasus korupsi yang diangkat menduduki jabatan eselon II oleh Walikota Ambon, Richard Louhenapessy. Ketika dimintai komentar oleh Wartawan media www.kabarhukum.com dari Ambon dia mengemukakan pendapat yang sama, sebab norma yang diatur dalam UU ASN mau pun PP No. 11 tahun 2017 cukup jelas dan terang tak perlu penafsiran lagi.

Intinya barang siapa pun ASN/PNS yang divonis terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi atau suatu kejahatan lain yang terkait jabatannya dan putusannya sudah memiliki kekuatan hukum tetap, maka suka tak suka orang itu harus diberhentikan secara tidak dengan hormat.

Dalam hal ASN/PNS tersebut tidak diberhentikan saja, menurut dia, sesungguhnya Gubernur atau Bupati/Walikota selaku PPK telah melalaikan kewajibannya sebagai Kepala Daerah yang diatur dalam pasal 67 huruf b UU Pemerintah Daerah No. 23 tahun 2014, yaitu wajib mematuhi semua aturan perundang-undangan.

Lebih jauh lagi ketika orang itu diangkat menduduki sesuatu jabatan sama artinya telah melanggar larangan sebagaimana diatur dalam pasal 76 ayat (1) huruf a, yaitu, membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun