Mohon tunggu...
Munir Akhmad
Munir Akhmad Mohon Tunggu... Jurnalis - Sebuah Jembatan Penyeberangan Orang di Kota Bukit Tinggi

Berada di Jakarta sejak tahun 1998 dan tinggal di Cipinang Besar Utara Jatinegara Jakarta Timur.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Demi Hukum dan Kemanusiaan, Aktivitas Penambangan di Wetar MBD Harus Segera Dihentikan

16 Januari 2019   19:44 Diperbarui: 16 Januari 2019   19:53 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BANSA ANGKOTASAN, SH

Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Maluku diminta segera menghentikan aktivitas penambangan di Pulau Wetar Maluku Barat Daya MBD), setidak-tidaknya untuk sementara waktu. Selain untuk memastikan pemenuhan segala kewajiban hukum perusahaan terhadap warga lokal termasuk hak-hak pemilik lahan, sekaligus memastikan aktivitas penambangan tidak melangkahi kaidah-kaidah ekologis. 

Sebab dari berbagai sumber terungkap ada kewajiban bagi pemilik lahan tidak dipenuhi, selain itu, aktivitas penambangan yang selama  ini berlangsung tanpa pengawasan cukup oleh instansi berwenang di Ambon diam-diam disinyalir ada penggunaan bahan kimia yang berdampak bagi kelestarian alam dan lingkungan.

Tuntutan penghentian aktivitas penambangan ini dikemukakan Koordinator Divisi Advokasi Hukum & HAM Lembaga Study Kebijakan Publik (eLSKaP), Bansa Angkotasan, SH, kepada Munir Akhmad dari media ini bersama Udin Waliulu dari www.kabarhukum.com di Ambon, Minggu (30/12). Komentarnya ini dikemukakan saat dimintai pendapat terkait informasi Oyang Orlando Petrusz SH, tokoh adat Pulau Kisar Maluku Barat Daya hari Rabu (26/12) yang diiringi pengiriman beberapa foto dokumentasi melalui WatsAp. 

Foto-foto ini Orlando melengkapi informasinya yang mengatakan dalam aktivitas penambangan itu pihak perusahaan penambang menggunakan cairan bahan kimia jenis Asam Sulfat (H2SO4). Penggunaan cairan kimia ini malah telah diberitakan media lokal Kabar Timur di Ambon edisi Jumat (28/12) dari keterangan Orlando pula, dan menuai reaksi keras dari salah seorang akademisi Fakultas Pertanian Unpatti Ambon DR Ir Abraham Tulalessy, M.Si.

Menurut Angkotasan, konon bahan kimia jenis asam-sulfat atau H2SO4 tersebut sangat potensial merusak lingkungan alam, jauh lebih buruk dibanding merkuri yang sebelum ini beredar di Pulau Buru. Tetapi lepas dari penggunaan bahan kimia, Angkotasan mengaku lebih fokus pada hak-hak hukum masyarakat lokal, terutama hak adat atas tanah milik warga di lokasi penambangan mau pun hak angkatan kerja  warga lokal Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) atas kesempatan kerja dari kehadiran perusahaan. 

Sebab dikabarkan, sejak awal hadirnya perusahaan mulai PT Batu Tua dahulu tidak sedikit janji yang diabaikan dan hak-hak warga atas tanah malah dikorbankan. S

ampai pada perusahaan baru sekarang, sudah ada perjanjian perusahaan dengan Zakarias Masnari selaku pemilik lahan hanya untuk jalur jalan lebarnya tak lebih 10m dan ada kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan sebelum digusur, namun pada hari Rabu 21 November 2018 perusahaan sudah melakukan penggusuran malah jauh ke luar dari areal yang diperjanjikan kurang lebih 3 (tiga) hektar dengan menghancurkan atau memusnahkan 30an pohon kayu besi didalamnya ada 2 (dua) pohon berukuran besar yang siap dipanen padahal kewajibannya belum dipenuhi. 

Saat dilakukan penggusuran itu pun, pemilik lahan Masnari tidak berada di tempat sedang berurusan di Tiakur ibukota Kabupaten MBD, sehingga dicegah isterinya Ester Francis alias 'Usi Ete' bersama seorang anaknya namun tidak dihiraukan oleh perusahaan. 

Dari Usi Ete pula diketahui, dalam kesempatan kerja di perusahaan pihaknya sudah mengingatkan agar angkatan kerja lokal dari MBD diberikan kesempatan cukup namun selama ini lebih banyak pencari kerja dari luar dengan alasan ketrampilan atau keahlian, sedangkan sebaliknya anak-anak lokal hanya segelintir.

Dasar fakta-fakta inilah Angkotasan bersikeras mendesak penghentian aktivitas penambangan oleh perusahaan setidak-tidaknya untuk sementara waktu. 

"Demi hukum dan kemanusiaan saya minta Pemerintah dan Pemerintah Daerah segera menghentikan aktivitas penambangan di Pulau Wetar yang berlokasi di Desa Lurang dan Desa Uhak, setidak-tidaknya sampai terbukti bahwa hak-hak warga semuanya sudah terpenuhi terutama hak adat atas tanah, dan tidak ada pelanggaran kaidah-kaidah ekologis di sana", tandasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun