Ada dua kata, yang entah mengapa, teman saya di dunia maya, selama ini selalu keliru dalam penyebutan. Kata tersebut adalah "nglutis", yang oleh teman saya tadi, selalu ditulis "ngutis" di facebook-nya. Baik kata "nglutis" maupun "ngutis" yang dimaksud di sini adalah bahasa Jawa dialek Banyumasan, khususnya yang biasa digunakan oleh orang Cilacap ujung timur.
Saya tahu, ketika dia menulis kata "ngutis" di facebook-nya, yang dimaksud adalah "nglutis". Dengan bercanda, saya kadang mengingatkannya, bahwa tulisan yang benar adalah "nglutis", dan dia pun biasanya menjawab, "Maksude kuwe pak" (maksudnya begitu pak).
Dalam bahwa Jawa, kata "nglutis" berasal dari kata dasar "lutis", mendapat awalan ng-. Lutis adalah buah-buahan, entah itu jambu air, mangga, bengkoang, timun dan sebagainya, yang dipotong-potong dan diberi sambal. Jika sambalnya ingin lengkap, komposisinya biasanya terdiri atas gula merah, cabai, garam, terasi, dan asam Jawa. Akan tetapi yang sering dilakukan orang sambalnya terdiri atas gula merah, cabai, dan garam. Bila kata "lutis" mendapat awalan ng-, maka akan menjadi "nglutis". Awalan ng-Â di sini mengandung arti melakukan atau mengerjakan sesuatu seperti yang tersebut pada kata dasar. Oleh karena "lutis" itu makanan, maka "nglutis" memiliki arti makan "lutis" atau makan buah-buahan yang dipotong-potong dan diberi sambal.
Sementara kata "ngutis" berasal dari kata dasar "kutis" yang mendapat awalan ng-. Dalam bahasa Jawa, kata dasar yang diawali dengan huruf k, bila mendapat awalan ng-, maka huruf k itu luluh, sehingga menjadi "ngutis". Kata "kutis" dalam bahasa Jawa dialek Banyumasan yang biasa digunakan oleh orang Cilacap ujung timur, memiliki arti 'pelacur'. Ngutis berarti melakukan pekerjaan melacurkan diri.
Jadi, sangatlah beda artinya antara kata "nglutis" dan "ngutis". Semoga tulisan ini bisa menjadi pelajaran bagi yang masih salah ucap atau salah tulis, sehingga kata yang seharusnya diucapkan atau ditulis "nglutis", tidak diucapkan atau ditulis "ngutis" lagi.