Mohon tunggu...
Taufik Mulyadin
Taufik Mulyadin Mohon Tunggu... Guru - Seorang pembelajar sepanjang hayat

Pendidik di Tatar Sunda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menakar Alasan Pelarangan Cadar di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

9 Maret 2018   08:11 Diperbarui: 9 Maret 2018   17:18 1844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: elshinta.com

Baru-baru ini tengah menghangat isu pelarangan penggunaan cadar di lingkingan UIN Sunan Kalijaga (Suka), Yogyakarta. Hal ini terjadi setelah dikeluarkannya surat resmi dari pihak kampus dengan nomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018. Surat ini menjadi dasar untuk dilakukannya pendataan dan pembinaan pada mahasiswa bercadar di lingkungan kampus. 

Sampai saat ini sudah ada 42 mahasiswa UIN Suka yang terdata dan sedang dibina oleh pihak kampus. Mahasiswa tersebut tersebar di berbagai fakultas dan jenjang strata. Tak main-main, pihak kampus akan mengeluarkan mahasiswanya yang tetap menggunakan cadar setelah dibina. Alhasil, mahasiswa bercadar menjadi resah dan menganggap aturan ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap mereka.

Pelarangan penggunaan cadar di UIN Suka sontak menuai perhatian masyarakat luas. Pro dan kontra pun tak terelakkan. Berbagai kalangan mulai dari pihak kementerian. anggota dewan, ormas, akademisi dan masyarakat lainnya turut mengeluarkan pernyataan soal polemik ini. Yang menjadi pertanyaan besar di tengah publik adalah kenapa penggunaan cadar harus dilarang? Terlebih pelarangan ini terjadi di kampus Islam.

Kenapa tak boleh bercadar?

Ada beberapa alasan pihak UIN Suka melarang penggunaan cadar di lingkungan kampus. Menurut Wakil Rektor II UIN Suka, Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, MA, seperti dilansir Republika (6/3/2018), paling tidak ada empat alasan mendasar. Pertama, penggunaan cadar tidak sesuai dengan nilai kampus yang mengusung Islam moderat. Kedua, penggunaan cadar menghalangi proses pembelajaran dan pembinaan di kampus. Ketiga, masih ada perselisihan di kalangan ulama soal penggunaan cadar. Terakhir, mereka yang bercadar tidak berbaur dengan mahasiswa lainnya.

Pada dasarnya, pihak kampus bisa membuat dan menerapkan aturan di lingkungannya asal dalam koridor aturan dan hukum yang berlaku. Namun, alasannya pun harus jelas dan berdasar empirik bukan asumsi. Terlebih ini perguruan tinggi, tempat berbagai ilmu pengetahuan lahir dan tumbuh. Oleh karenanya, mari kita bedah dan kritisi keempat alasan UIN Suka melarang penggunaan cadar.

Aturan rawan kritik

Alasan pertama, penggunaan cadar dianggap berseberangan dengan kampus yang mengusung Islam moderat. Menurut Haddad, profesor sejarah Islam dan hubungan Muslim-Kristern di Georgetown University, istilah Islam moderat mulai mengemuka pasca terjadi aksi terorisme 9/11 di Amerika Serikat. Istilah ini dipakai muslim atau kelompok Islam untuk mengidentifikasikan dirinya berbeda dari pelaku terorisme yang mengatasnamakan Islam. Jadi, Islam moderat sangat identik dengan keterbukaan, menghargai perbedaan, dan saling menghormati.

Jika Islam moderat yang diusung UIN Suka selaras dengan apa yang dimaksud Haddad, pelarangan cadar jelas bertolak belakang. Terlebih kebebasan menjalankan kepercayaan bagian dari HAM yang dijamin oleh konstitusi, khususnya pasal 28. Masih dalam pasal yang sama, walaupun diberikan ruang untuk membatasi HAM, justru nilai-nilai agama menjadi salah satu rujukan dalam melakukan pembatasan ini. Aturan pelarangan cadar bisa dikatakan malah melabrak pakem ini.

Pelarangan cadar di UIN Suka yang terkesan dipaksakan ini justru mengkerdilkan nilai Islam moderat itu sendiri. Terkesan Islam moderat dimaknai dan diimplementasikan dalam ruang sempit dan kaku. Ada tendensi Islam moderat lebih dipandang sebagai label distingsi antara muslim ekstrimis, jika tau mau dibilang teroris, dan non-ekstrimis. 

Sekaligus dengan segala atribusinya termasuk dalam penampilan, seperti jenggot tebal, celana cungkring, dahi hitam, dan juga cadar. Yang dikhawatirkan adalah stigma dan prasangka yang dominan melatarbelakangi aturan ini. Bukan justru mengedepankan keterbukaan, dialog, saling memahami dan menghargai yang menunjukkan indahnya kebersamaan dalam keberagaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun