Mohon tunggu...
Mulyadi SH MH
Mulyadi SH MH Mohon Tunggu... Penulis

Dengan menulis pemikiran kita dapat tersampaikan, menulis juga merupakan senjata intelektualitas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ramalan Cassandra untuk Program Makan Bergizi Gratis

24 September 2025   17:22 Diperbarui: 24 September 2025   17:22 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JAKARTA -- Dalam mitologi Yunani, ada kisah tragis tentang Cassandra, putri Raja Troya. Ia dikaruniai kemampuan melihat masa depan, namun dikutuk agar ramalannya tak pernah dipercaya oleh siapa pun. Ia berteriak histeris memperingatkan tentang bahaya Kuda Troya, namun bangsanya hanya tertawa dan menyebutnya gila---tepat sebelum kota mereka musnah dilalap api.

Kini, di panggung kebijakan publik Indonesia, para Cassandra modern telah lahir. Mereka adalah para ekonom, ahli kesehatan masyarakat, dan pengawas antikorupsi. Nubuat mereka jelas dan berbasis data: Program Makan Bergizi Gratis (MBG), jika terus dijalankan dengan cara "amburadul" seperti sekarang, akan membawa bencana.

Namun, seperti Cassandra, suara mereka dikutuk untuk diabaikan. Peringatan mereka dianggap "ejekan", dan ramalan mereka ditenggelamkan oleh hingar bingar janji politik.

Paduan Suara Nubuat yang Dianggap Angin Lalu

Para ahli ini tidak berbicara tanpa dasar. Mereka telah meramalkan empat malapetaka utama yang kini mulai menjadi kenyataan:

  1. Nubuat Kehancuran Fiskal: Para ekonom dari CELIOS telah meramalkan bahwa pada tahun 2029, anggaran program ini akan membengkak hingga membuat defisit APBN menembus batas 3% yang ditetapkan Undang-Undang. Mereka juga memperingatkan bahwa pendanaan awal dari pos anggaran pendidikan adalah tindakan "kanibalisme" yang akan menghilangkan ratusan ribu pekerjaan di sektor pendidikan demi sepiring nasi.
  2. Nubuat Kebusukan dari Dalam: Indonesia Corruption Watch (ICW) sudah jauh-jauh hari meramal bahwa tata kelola program ini adalah lahan subur bagi korupsi. Tanpa payung hukum setingkat Peraturan Presiden (Perpres), dan hanya berbekal SK Deputi yang lemah, program ini dijalankan tanpa standar yang jelas. Mekanisme penyaluran dananya pun disebut meniru modus operandi skandal korupsi bansos COVID-19 yang merugikan negara triliunan rupiah.
  3. Nubuat Piala Beracun: Para ahli kesehatan dari CISDI dan INDEF telah memperingatkan bahwa implementasi yang tergesa-gesa akan memicu krisis kesehatan. Ramalan ini terbukti paling tragis. Hingga September 2025, lebih dari 5.360 anak dilaporkan menjadi korban keracunan massal. Ironisnya, analisis menu menunjukkan bahwa makanan yang disajikan sering kali tidak bergizi dan mengandung produk ultra-proses tinggi gula, mengubah janji "bergizi" menjadi ancaman obesitas.
  4. Nubuat Kematian Ekonomi Lokal: Para pedagang kecil telah meramalkan nasib mereka sendiri. Program ini, alih-alih memberdayakan, justru menggusur ekonomi rakyat. Omzet ibu-ibu kantin sekolah anjlok hingga 70%, mematikan sumber penghidupan yang telah mereka bangun bertahun-tahun.

Kutukan Apollo: Saat Peringatan Dianggap Ejekan

Mengapa semua ramalan berbasis data ini diabaikan? Jawabannya ada pada "Kutukan Apollo" versi modern: politik populis.

Program MBG adalah janji politik andalan yang citranya harus dijaga mati-matian. Setiap kritik, sevalid apa pun, dibingkai sebagai serangan politik. Presiden Prabowo Subianto bahkan secara terbuka menyatakan, "Tak apa diejek, yang penting ibu hamil dan balita mendapatkan makanan bergizi gratis".

Inilah kutukan itu: ketika peringatan dari para ahli yang kompeten secara sengaja disalahartikan sebagai "ejekan" yang tidak relevan. Nalar kebijakan dikalahkan oleh narasi kebajikan. Suara Cassandra ditenggelamkan oleh tepuk tangan massa yang telah terpukau oleh kemegahan Kuda Troya (baca tulisan sebelumnya "Kuda Troya Makan Bergizi Gratis di Gerbang Sekolah").

Kota Mulai Terbakar: Ramalan yang Menjadi Berita Utama

Kini, kita tidak lagi berbicara tentang ramalan. Kita berbicara tentang fakta. Api sudah mulai menjalar di dalam tembok kota. Ribuan anak tumbang karena keracunan. Ibu-ibu kantin menangis di lapak mereka yang sepi. Anggaran pendidikan terkikis untuk mendanai program yang tata kelolanya dipertanyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun