Jangan lihat orangnya, tapi dengarlah apa yang ia sampaikan...
Sering-kah atau pernah-kah kita mendengar ungkapan seperti diatas. Ya, mungkin terbesit di gendang telinga kita pesan moral ini yang syarat dengan kata kias buat kita.
Bisa saja dalam hati, nih orang pada ngebacot doang (omong doang), omongan sok suci banget, moral sendiri aduuuh, parah. Jauh sekali dengan kenyataannya.
Pinter ngingati orang lain, diri sendiri jauh dari apa yang ia sampaikan. Tak cocok sama prilakunya, loh.
Nah inilah yang sering kita temui, terjadinya konfrontasi pada diri seseorang. Antara apa yang ia sampaikan dengan apa yang dilakoni sehari-hari tidak sejalan. Kebijakan lisan tidak disertai dengan prilaku hidupnya sehari-hari.Â
Umpama beda kulit dengan isinya, isinya bagus tapi tampilan tidak, sebaliknya tampilannya pada oke tapi dibalik itu, haduuuh, motif kali ye. Tumben si A baik banget, pasti ada maunya. Timpal Asep.
Penilaian ini seringkali menjadi dasar kita beralasan dalam memberikan penilaian/menilai orang lain, bahkan sumber pijakan dalam menjudge pribadi seseorang.Â
Mengapa?
Biasanya karena dia sosok yang kita kenal, tahu akan sepak terjangnya, bisa saja karena pengalaman sering dikadali, eits ada maksud lain dibalik kebaikannya.
Pendeknya, orang tersebut telah dikenal. Berbeda cerita jika tidak sama sekali mengenali seseorang. Penilaian pun berbeda cara memandangnya bukan. Curiga mungkin.