Mohon tunggu...
Mukhlis
Mukhlis Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasib Partai Lokal di Aceh Pasca MOU Helsinki dan Pileg 2024

2 Desember 2023   15:36 Diperbarui: 2 Desember 2023   17:52 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.

26 Desember 2004 adalah hari bersejarah bagi dunia dan secara khusus provinsi Aceh. Hari itu adalah tepatnya Minggu pagi pukul 8. 05 Wib  Bumi Serambi Mekah negeri para ambia diguncang gempa tektonik  dengan kekuatan 8, 5 Skala Richter..Bumi berguncang begitu hebat selama belasan menit. Orang- orang tiarap menghindar dari reruntuhan. 

Bumi bergetar begitu hebat, sesekali diiringi dentuman yang begitu kuat. Orang -orang mengusung ketakutan berceloteh dalam hati " Mengapa dalam kondisi seperti ini pihak - pihak yang sedang bertikai masih melakukan serangan? " Maklum saja pada dekade tersebut perseteruan antar pihak Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM) sedang berada di puncak konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun. 

Setelah gempa berhenti,orang - orang bingung dilanda resah, semua ingin mengetahui bagaimana kondisi sanak saudara, tetangga, anak kemenakan apakah selamat dari bencana besar tersebut?  Di tengah kebingungan yang melanda warga masyarakat, tiba - tiba laut muntah darah. Air bah muncul dari samudera dengan ketinggian puluhan meter menghantam daratan. Ombak raksasa mengusung keranda kematian menghantam siapa saja yang ada termasuk rumah, gedung, kantor dan lain lain  semua dilahap.

Aceh dalam bencana, pemerintah menaikkan status sebagai bencana nasional. Korban jiwa mencapai dua ratus ribu lebih. Dalam sekejap berita menyebar ke seluruh jagad. Bantuan internasional berdatangan dengan bala bantuan . Tokoh- tokoh dunia pulang pergi bergantian mengucapkan belasungkawa. 

Perseteruan RI dan GAM ternyata hanya mampu diredam oleh bencana banjir terbesar ke dua di dunia Setelah banjir pada masa Nabi Nuh. Alai Salam. Agar bantuan kemanusiaan bisa disalurkan dalam keadaan kondusif, maka kedua pihak bersepakat untuk melakukan upaya gencatan senjata dan menempuh  jalur perdamaian. Dengan berbagai upaya melalui mediasi  Yayasan Perdamaian Dunia Hendry Dunant Center dibawah pimpinan Martti Arthissaari , Lahirlah perjanjian damai di  Helsinki  Norwegia. 


Perjanjian tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan yang dituangkan dalam  Undang -Undang Pemerintahan Aceh ( UUPA). Nomor 11Tahun 2006. Salah satu tujuan undang -udang tersebut adalah pemerintah Indonesia memberikan kebebasan kepada masyarakat Aceh, termasuk GAM untuk menjalankan pemerintahan di Aceh dengan kewenangan yang sangat besar melalui otonomi khusus, namun masih dalam lingkup negara kesatuan Republik Indonesiahttps://vivajusticia.law.ugm.ac.id/2018/02/26/tujuan-partai-politik-lokal-di-aceh/diakses 2 Desember 2024.  salah satu aplikasi dari perjanjian tersebut adalah pihak yang bertikai dalam hal ini Gerakan Aceh Merdeka  ( GAM) diizinkan untuk membuat partai lokal dalam rangka menyampaikan aspirasi mereka sesuai dengan kesepakatan yaitu bingkai NKRI. 

Untuk menyahuti perjanjian damai antara RI dan GAM, maka dibentuklah sebuah partai lokal. Melalui debat panjang kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia mengenai nama, bentuk, warna dan loga partai, lahirlah Partai Aceh ( PA) . Partai ini digunakan sebagai wadah bagi mantan combatan untuk menyalurkan aspirasi politiknya.  

Partai yang dipimpin oleh  panglima perangnya di masa gerilya ketika melawan NKRI yaitu Muzakir Manaf atau sering disapa dikalangan GAM sebagai Mualem. Untuk pertama sekali tahun 2009 mereka ikut sebagai konstentan pemilihan umum dalam memilih calon legislatif dan Gubernur Aceh.

Masyarakat Aceh pada saat itu memberikan apresiasi dan harapan yang luar biasa. Merek percaya bahwa  otonomi yang begitu luas dan uang berlimpah, apalagi dikelola oleh orang - orang yang selama ini berjuang untuk rakyat, ini akan memberikan sebuah perubahan bagi kehidupan masyarakat. Antusiasme ini dapat dilihat dari baliho - baliho yang terpasang di seluruh bumi Iskandar Muda. Pada waktu itu hampir tidak tampak bendera partai nasional di Aceh. Baliho - baliho partai Aceh dengan warna dan logo yang khas bertaburan di jalan jalan nasional. 

Partai Lokal  Menguasai Parlemen 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun