Saya awali tulisan ini dengan cerita personal yang saya alami baru-baru ini. Sebermula seminggu yang lalu, saya agak kaget juga ketika pihak pondok pesantren, di mana anak perempuan saya mondok, mengabari saya bahwa anak saya sakit dengan keluhan demam dan pilek.Â
Lalu pihak pondok melakukan tes rapid antigen terhadap anak saya, dan hasilnya reaktif.
Akhirnya, anak saya sementara diisolasi mandiri di pondok dalam beberapa hari. Karena dalam dua hari kemudian akan ada kepulangan untuk liburan panjang menjelang hari raya Idulfitri.
Selama beberapa hari itu, saya tetap cek dan komunikasi dengan pihak pondok untuk update perkembangan kondisi kesehatan anak saya.Â
Bahkan saya sempat meminta untuk video call dengan anak saya. Alhamdulillah, demam dan pileknya mereda dan kondisinya berangsur pulih.Â
Walhasil, tepat hari selasa, 27 Mei 2021, saya jemput anak saya untuk kepulangan liburan sehari lebih awal dari waktu kepulangan segenap santri yang telah ditentukan oleh pihak pondok pesantren.
Setiba di pondok pesantren sore hari, saya langsung bertemu anak saya. Saya melihat anak saya sudah terlihat sehat.Â
Saya dan anak saya tentu tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Tidak lepas masker. Bahkan, selain tetap memakai masker, saya suruh anak saya menggunakan sarung tangan selama dalam kendaraan dan perjalanan pulang.
Namun, menjelang magrib, alangkah terkejut dan saya repot juga, di tengah perjalanan pulang, di jalan tol, tiba-tiba anak saya meringis karena perutnya sakit.Â
Untuk tindakan pertolongan pertama, saya kasih obat lambung (maag) dan penghilang rasa sakitnya, yang memang kebetulan saya selalu sediakan dan bawa di kendaraan saya.
Walaupun sudah diberi obat untuk sementara, tetapi anak saya tetap mengerang kesakitan. Sakit perut atau lambungnya tidak reda juga.Â