Jadi wajar jika kemudian ada ulama yang menafsirkan proses reproduksi atau pembuahan janin itu adalah proses panjang dari kerja sama antara Tuhan dan manusia (pasangan suami istri/ayah ibu).Â
Karena berdasarkan teks dalam Kitab Suci Al-Qur'an sesuai tata bahasa Arab (al-Nahwu) bahwa, dhomir (kata ganti/pronomina) "نا" (naa) menunjukkan mutakallim atau kata ganti orang pertama jamak, dan "ت" (tu) menunjukkan mutakallim atau kata ganti orang pertama tunggal dalam frasa "khalaqnaa" yang artinya "Kami telah ciptakan" dan frasa "khalaqtu" yang artinya "Aku telah ciptakan".
Prinsip bahwa kita boleh berencana, tapi Tuhanlah yang menentukan adalah prinsip yang harus dipegang oleh pasangan suami istri, calon ayah dan ibu dari buah hati.
Atas dasar itu berarti ada peluang dan pintu untuk kita melakukan ikhtiar. Berikhtiar tentu tidak dilarang sama sekali untuk memilih, apakah kita mau punya anak laki-laki atau perempuan.Â
Akhirnya, dicobalah langkah atau cara untuk mewujudkan cita-cita atau keinginan itu.
Ada beberapa cara untuk memilih dan menentukan jenis kelamin anak yang diharapkan. Terlepas semua cara ini fakta atau sekadar mitos. Tapi yang  jelas kadung beredar di kalangan masyarakat atau pasangan suami istri yang ingin memiliki buah hati.Â
Cara-cara itu bisa berdasarkan pada posisi dan pernak-pernik dalam melakukan hubungan seksual, menandai masa subur (ovulasi) seorang istri, dan mengkonsumsi makanan tertentu yang dipercaya memiliki nutrisi atau gizi yang bisa memengaruhi pembuahan embrio jenis kelamin si jabang bayi.
Posisi dan pernak-pernik hubungan seksual
Ada yang percaya, apakah ini fakta atau mitos dan Anda boleh percaya atau boleh tidak, bahwa posisi dan pernak-pernik hubungan seksual suami istri bisa memengaruhi pembuahan dan menentukan jenis kelamin anak, apakah itu laki-laki atau perempuan.
Misalnya, posisi suami ketika proses awal dalam "menaiki" atau melakukan hubungan seksual dengan istrinya dalam posisi klasik dan misionaris (posisi suami berada di atas istri) itu melangkah dari posisi kanan dulu atau kiri tubuh istri.
Dalam hal ketika klimaks juga harus benar-benar diperhatikan. Jika ingin jenis kelamin anak perempuan, maka suami saat detik-detik akan klimaks, maka harus buru-buru menarik atau mengangkat pelan-pelan "pedangnya" mendekati bibir "selongsongnya".Â
Sebaliknya, jika ingin jenis kelamin anaknya itu laki-laki, justru suami saat mencapai klimaks harus tetap menancapkan "pedangnya" lebih dalam dan lama lagi di kedalaman "selongsongnya".Â