Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berapa Banyak Rakyat yang Dongkol pada Pemerintah Saat Ini?

18 Februari 2021   16:56 Diperbarui: 19 Februari 2021   17:29 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020). Presiden Joko Widodo meminta kepada kepala pemerintah daerah untuk berkomunikasi kepada pemerintah pusat seperti Satgas COVID-19 dan Kementerian dalam membuat kebijakan besar terkait penanganan COVID-19, dan ditegaskan kebijakan lockdown tidak boleh dilakukan pemerintah daerah./KOMPAS.COM (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Atau, paling tidak, orang-orang yang berketurunan Tionghoa  itu punya dua nama, satu tetap nama asli Tionghoanya dan satu lagi nama Indonesia (?).

Ini tampak sepele. Tapi, menurut saya, bisa tidak. Artinya, aturan seperti ini bukan hal sepele. Karena bukan sekadar ada yang suka dan tidak suka, tapi perlindungan hak dan kebebasan individu sebagai warga negara. 

Ini soal nasionalisme, NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika Masa ya... soal nama seseorang saja, negara harus turun tangan mengatur. Itu soal privat. 

Dan, ini yang penting digarisbawahi: Itu cenderung diskriminasi. Katanya, harus toleransi, biar ada harmonisasi. Lantas, pertanyaan saya, kenapa harus orang-orang yang notabene keturunan Tionghoa saja? 

Padahal, di sini banyak juga orang yang keturunan negara dan etnis lain. Dari Arab (Timur Tengah), India, Iran, Irak, Jepang, Belanda, Portugis, Inggris, Amerika, Afrika, dan seterusnya. Hampir keturunan semua negara di dunia ada di sini. Kenapa mereka tidak kena aturan itu? Itu dulu, cerita pada era orde baru.

Syukur saja, aturan-aturan seperti itu tidak dilanjutkan oleh pemerintah-pemerintah berikutnya setelah runtuhnya pemerintahan orde baru itu.

Pemerintahan Jokowi sudah kesampaian dua periode. Dua periode itu adalah dua kali lima tahun. Berarti jatahnya sepuluh (10) tahun memerintah sesuai konstitusi. Itu mutlak, aturannya seperti itu? 

Ya, sampai hari ini, konstitusinya (menurut UUD) rentang waktu atau masa pemerintahan yang diembannya diatur seperti itu.

Tidak ada pengecualian? Tentu ada. Soal rentang waktunya pemerintahan adalah mutlak. Dibatasi sepuluh (10) tahun, atau dua kali lima tahun periode pemerintahan. Setiap lima tahun sekali diselingi pemilu. 

Dan pemilu yang akan datang tahun 2024. Soal 2024, dari sekarang naga-naganya sudah mulai ramai saja itu. Orang sudah ada yang ngompol (ngomongin politik) soal pemilu 2024, walaupun dari sisi waktunya masih jauh dan masih terlalu dini (versi awam), tapi bisa dekat dan perlu diomongin dari sekarang (versi politisi, pengamat politik, atau lembaga survei). 

Sepertinya mereka bikin ancang-ancang dan lakukan tes ombak jauh-jauh hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun