Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Momok Rapid Tes dan Klaster Baru Covid-19 Itu Bernama Pondok Pesantren

9 Juli 2020   19:56 Diperbarui: 10 Juli 2020   08:00 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rapid Tes Covid-19 | kompas.com (SHUTTERSTOCK.COM)

Saya itu paling geregetan dengan perilaku yang menyepelekan atau meremehkan sesuatu, baik itu perkara kecil, apalagi besar risikonya.

Cerita masalah wabah ini sudah beberapa kali saya tulis. Terutama soal kekecewaan dan kejengekelan saya atas perilaku yang menyepelekan, atau meremehkan tadi, atas dasar apa pun. Termasuk pemulihan masalah ekonomi.

Lebih-lebih atas dasar teologis (pemahaman agama) yang kurang tepat--jika bisa dibilang salah kaprah. Saya benar-benar geregetan.

Sampai-sampai soal-soal yang menyangkut sains, kesehatan, keselamatan, nyawa, dan hajat orang banyak diabaikan.

Saya tidak perlu lagi mengulang-ulang kejengkelan-kejengkelan saya itu. Karena kali ini ada kejengkelan baru lagi yang muncul, dan sempat menohok aneka rasa kejiwaan, atau batin terdalam saya, apakah itu kesabaran, kepedulian, atau kemanusiaan saya, dan seterusnya.

Ya, kali ini saya tertarik untuk menulis tentang rapid tes Covid-19. Terus terang saya belum di-rapid tes, ataupun tes swab berkaitan dengan Covid-19. Walaupun pekerjaan dan aktivitas saya banyak berhubungan dengan pelayanan publik, dan dilemanya, saya tidak bisa melakukan jaga jarak fisik dalam melakukan aktivitas dan pekerjaan saya itu.

Tapi saya tetap memperhatikan protokol kesehatan. Saya tetap pakai masker, sering cuci tangan dengan sabun, dan selalu menggunakkan hand sanitizer. Pokoknya, saya ekstra hati-hati dan menjaga diri terkait dengan wabah yang satu ini. Saya sehat wal'afiat.

Dan yang pasti, saya tidak pernah berhubungan dengan siapa pun yang terpapar positif Covid-19, atau yang baru bepergian dari luar negeri selama Indonesia positif corona.

Soal rapid tes. Belakangan ini, kita disuguhkan banyak berita tentang fakta tidak sedikit orang menolak rapid tes, sekalipun itu gratis. Kenapa bisa begitu?

Banyak alasan warga yang menolak untuk dilakukan rapid tes itu. Antara lain, kurang informasi yang sebenarnya dari yang berwenang tentang rapid tes. Takut diisolasi dan dikarantina. Takut dikucilkan oleh tetangga atau masyarakat sekitar.

Sampai-sampai terjadi di beberapa pasar tradisional, akhirnya pedagang ramai-ramai protes menolak rapid tes, atau meliburkan diri untuk berdagang (tidak datang ke pasar), setelah tahu jika hari itu akan dilakukan rapid tes.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun