Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mala Banjir Jakarta

26 Februari 2020   13:55 Diperbarui: 4 April 2020   03:00 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemacetan lalu lintas akibat banjir di jalan tol Jakarta - Cikampek Km 19, kemarin (25/02/2020) | dok. pribadi

Pertanyaannya, bisakah mala banjir diredam, agar tidak merendam Jakarta? Ada yang jawab, tidak bisa. Banjir sudah identik dengan Jakarta. Jakarta tidak bisa dipisahkan dengan mala yang satu ini, banjir. Siapa pun gubernurnya, katanya.

Apalagi gubernur yang sekarang ini, yang hanya mengandalkan tata kata saja. Ada yang bilang, tidak becus kerja, dan bisanya cuma gedein bacot saja. Bukan aku yang bilang.

Menarik hari ini, respons media cetak atau surat kabar yang masih bertahan terbit di tengah gempuran media-media daring, terhadap banjir di Jakarta.

Hampir semuanya surat kabar pagi ini menyajikan dan menulis dengan gambang dalam judul berita utamanya di halaman depan tentang banjir Jakarta.

Koran Kompas menulis judul di halaman depan, "Banjir Terus Terulang, Warga Lelah". Koran Tempo dengan judul, "Mala Jakarta" (seperti judul tulisan ini pun meminjam dari Koran Tempo).

Sedangkan, Media Indonesia, menulis judul yang lebih gamblang lagi, "Banjir Masih Mengancam" dan tentu surat kabar yang lainnya. 

Kecuali surat kabar Republika, walau pun beritanya tentang banjir Jakarta, tapi judulnya tampak beda sendiri. Republika tidak menyebut kata "banjir" dan kata "Jakarta" di halaman mukanya. Republika menulis judul, "Cuaca Ekstrem Belum Usai". Sengaja disamarkan tampaknya? Entah!

Mala banjir di Jakarta dan sekitarnya ini terus berulang kali terjadi. Mala kok berkali-kali datang. Malanya itu-itu juga. Banjir kok terus berulang. Banjir berjilid-jilid. Jadi di Jakarta ini, tampaknya bukan unjuk rasa saja yang berjilid-jilid di Monas itu, tapi juga banjirnya.

Setiap kali diguyur hujan, baik ringan apalagi deras, banjir Jakarta terus menghadang. Sudah sulit dibendung, tak bisa diredam sebelum banjir datang. Akhirnya, tidak berlebihan, jika slogan Jakarta itu yang paling layak sebenarnya adalah "Banjir Kotanya, Sengsara Warganya".

Pada gilirannya, banyak yang lempar kesalahan. Fitnah, hoaks, dan perisakan bertebaran di linimasa. Pemimpinnya dan juga warganya saling menyalahkan. Semua kena imbasnya. Mala banjir tidak saja berdampak derita bagi warga, tapi juga kegaduhan yang luar biasa di ruang publik.

Untuk itu, ada bagusnya, rencana pemindahan Ibu Kota Negara ini ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun