Mohon tunggu...
Muh Arbain Mahmud
Muh Arbain Mahmud Mohon Tunggu... Penulis - Perimba Autis - Altruis, Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Perimba Autis - Altruis Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

"Global Warming": Fenomena "Nature-Nurture"

28 September 2017   14:56 Diperbarui: 28 September 2017   16:01 2321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Muh. Arba'in Mahmud [2]

 Masih dalam rangka perayaan Hari Bumi (Earth Day), 22 April ini, penulis mencoba berefleksi seputar ekologi. Satu dekade terakhir ini, Indonesia memang sedang diguncang berbagai bencana alam hampir di seantero negeri, mulai dari tsunami (Aceh -- Nias), banjir (Jakarta, Manado), tanah longsor (Wasior), gempa bumi (Yogyakarta), hingga gunung meletus (Merapi, Kelud, Sinabung). Beberapa diantaranya  seakan telah menjadi bencana tahunan, seperti banjir pada musim hujan, kekeringan pada musim kemarau, kebakaran hutan, dan sebagainya.

Ironisnya, setiap tragedi mesti diiringi tragedi susulan, seperti wabah penyakit (kulit, diare, pernapasan, dan sebagainya). Seakan tiap bencana berkelindan satu sama lain ibarat lingkaran setan yang susah terputus. Belum jika bencana alam ini berbenturan dengan bencana sosial, konflik horizontal, maupun kepentingan-kepentingan politis sekelompok individu yang tidak bertanggung jawab. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang beriklim tropis rentan terkena dampak kenaikan suhu bumi, biasa disebut sebagai pemanasan global / Global Warming(GW).

Pada tulisan ini tidak membahas tentang bencana sosial, tetapi fokus pada bencana alam kaitannya dengan fenomena global warming.Secara definitif, Pemanasan Global / Global Warming(GW) adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh aktivitas manusia atau proses alam. Peneliti senior dari Center for International Forestry Research(CIFOR) menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca / GRK (efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer).

GW : FENOMENA NATURE

GW merupakan suatu gejala alam (fenomena nature). Satu proses alami yang terjadi karena perubahan-perubahan yang ada di bumi dan yang melingkupinya (atmosfer). Dilihat dari aspek agama (Islam), fenomena ini merupakan sesuatu yang fitrah terjadi (Sunnatullah,sesuai kehendak Tuhan Yang Mencipta Semesta). Bahkan hal ini dianggap sebagai pra kondisi Hari Kiamat (Akhir Semua Kehidupan di muka bumi), seperti tersirat pada hadist, "Menjelang terjadinya Kiamat akan terjadi pengubahan rupa, penenggelaman bumi, dan hujan batu...." (HR.Tirmidzi). Pengubahan rupa dapat diisyaratkan dengan adanya mutasi genetik, perubahan alam (kerusakan terumbu karang dan alih-guna lahan dan hutan). Penenggelaman bumi dapat berupa banjir, pencairan salju, ancaman tenggelamnya pulau-pulau kecil dan gempa serta hujan batu ditunjukkan adanya meteor dan asteroid.

Dari aspek ilmiah, Intergovernmental Panel on Climate Change(IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad XX kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.  Zat-zat yang memiliki kontribusi terbentuknya gas rumah kaca antara lain berasal energi, kerusakan hutan, pertanian dan peternakan, sampah, asap industri dan kendaraan.

Sumber energi  utama yang paling memberi kontribusi besar terhadap naiknya konsentrasi gas rumah kaca, terutama adalah bahan bakar fosil (BBF) atau bahan bakar minyak (BBM) dan batu bara. Pengemisi terbesar adalah industri dan transportasi. Batu bara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan oleh oksida-oksida belerang yang timbul akibat pembakaran batu bara tersebut, sehingga mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur batubara  juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global, gangguan pernapasan dan penurunan kualitas makanan-minuman (jika dimasak dengan batubara /briket).

Kerusakan hutan akan memberi kontribusi terhadap naiknya emisi GRK. Kerusakan hutan akibat eksploitasi berlebihan, overlogging,dan illegal loggingsudah sedemikian besar. Data FAO menunjukkan bahwa deforestasi pada peridoe 1982-1993 telah mencapai 2,5 juta hektar per tahun. WRI (World Resources Institue) pada 1997 menyebutkan bahwa Indonesia telah kehilangan 72 % hutan alamnya. Padahal, hutan sebagai 'paru-paru dunia' dapat berperan sebagai penyerap emisi GRK, karena dapat mengubah CO2 menjadi O2. Kerusakan hutan di Indonesia akan berakibat naiknya suhu bumi (global warming) karena gas korbon dioksida (CO2) yang berefek rumah kaca yang memanaskan suhu bumi tidak terserap lagi oleh pohon-pohon di hutan tropis yang lebat dan hijau.

Pada sektor peternakan dan pertanian, ERK terbentuk dari pembusukan kotoran-kotoran ternak, pemanfaatan pupuk, pembusukan sisa-sisa pertanian, dan pembakaran sabana (padang rumput). Penggunaan pupuk pertanian mengahsilkan nitrous oksida dan gas metan (CH4) yang merupakan komponen gas alam (termasuk GRK) . Metana merupakan insulator efektif , mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak dibanding karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), kotoran ternak, terutama sapi.   

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun