Allah swt berfirman dalam Al Quran
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushshilat: 33)
 'Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir: 28)
Profesi sebagai da'I ataupun setiap orang yang menyebarkan kebaikan untuk terus beribadah kepada Allah adalah paling mulia-mulianya pekerjaan seseorang. Orang yang menyandang atau melakukan hal tersebut digelari sebaik-baiknya ucapan dan makhluq Allah yang paling bertaqwa atau takut, tak heran banyak orang yang menginginkan posisi seperti itu. Akan tetapi banyak hal yang menjadi tantangan seorang da'I, mulai penerimaan dari masyarakat, sampai pertanggung jawaban di hadapan Allah SWT apabila masyarakat yang didakwahi masih melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.
Kecerdasan pada masa kemerdekaan Indonesia sangat rendah, hanya 1% dari keseluruhan masyarakat Indonesia ditahun 1945 yang bisa menulis dan membaca. Ini hanya dimiliki oleh cendikiawan dan para ulama yang ada di zaman itu, murni karena larangan keras pemerintah belanda untuk memberikan fasilitas sekolah nagi rakyat Indonesia. Dengan kondisi kecerdasan yang lemah dan dalam kondisi kolonialisasi pula rakyat Indonesia akan dibiarkan dalam beribadah akan tetapi akan dilarang bila punya kekuatan ekonomi dan kekuatan politik
Emosi-emosi ini terbawa sampai masa setelah kemerdekaan. Habit atau kebiasaan masyarakat Indonesia yang tidak menjadikan islam sebagai sebuah seperangkat tugas yang wajib dikerjakan yang diberikan atasan kepada bawahan, masyarakat kita hanya menjadikan islam sebagai pilihan mengambil tindakan bukan sebagai kewajiban mengambil tindakan, akibatnya umat islam hanya mengambil islam dalam sisi ibadah saja, sisi tatakrama saja, sisi kematian saja tanpa mengambil dan melakukan sisi-sisi yang lain seperti jihad, amar ma'ruf nahi munkar, bahkan melakukan hukum jinayat dan hukum muamalat islam itu sendiri. Kenapa? Karena saat kita mengambil sisi-sisi tersebut kita akan dikucilkan, kita akan dibilang tidak asik, dan pada ujungnya kita akan dihambat dalam hal karier ekonomi karena tidak sejalan dengan atasan. Maka siapa orang yang mengambil sisi dari agama islam hanya pada sisi yang menguntungkan dirinya artinya dia beragama bukan menuruti perintah Allah tapi hanya menuruti hawa nafsunya
Maka mind set seperti ini akan mendorong orang-orang untuk memilih orang yang berbicara urusan agama baikkah itu ustad/kyai/muballigh yang hanya membahas masalah ibadah, kematian dan tatakrama saja, mereka hanya memilih da'i-da'I yang ucapannya santun dan aman untuk ibadah dan hubungan sosial mereka tanpa memikirkan tetangga mereka yang jatuh dalam jurang kemaksiatan dan mereka tidak memikirkan hukum islam yang lain yaitu hukum muamalah dan hukum jinayah yang padahal juga Allah wajibkan kepada setiap hambanya, beragama seperti inilah yang disebut beragama dengan hawa nafsu
Membahas kasar dan lembutnya seorang da'I seharusnya tidak menjadi masalah, da'I yang keras mereka memberikan sentuhan kuat kepada ummat agar jangan sampai terjatuh kedalam jurang kemaksiatan, mereka menggunakan kata-kata kasar seperti Lonte, jablay, pemabok, gremo. Tidak mencerminkan pribadi mereka yang suka sumpah serapah, caci maki tapi ini menjadi gambaran dalam hati kita bahwa hal-hal tersebut adalah kemaksiatan yang tercela dunia dan akhirat, sedangkan da'I yang lembut bukan berarti apa yang disampaikan salah namun terkadang bawaan lahir seseorang adalah hal yang tidak bisa kita rubah secara instan tapi yang penting apa yang disampaikan tidak bertabrakan dengan Al Quran Sunnah dan jalan para salafus salihin