Ada orang yang suka berpetualang ke banyak tempat untuk sekedar mencari kebahagiaan. Lokasi-lokasi di berbagai penjuru dunia telah didatanginya. Dari pantai, gurun hingga pegunungan bersalju.
Tetapi tidak demikian dengan saya, yang kurang suka bepergian ke banyak tempat. Selain alasan biaya, saya lebih mengedepankan mencari kebahagiaan ke dalam diri terlebih dahulu.
Dalam urusan kebahagiaan, saya tidak mengandalkan orang atau tempat lain untuk memperolehnya. Memang terdengar egosentris, tetapi itulah cara termurah _walau tidak mudah_ untuk mendapatkan kebahagiaan. Jangankan orang yang tidak dikenal, orang tua dan keluarga sekalipun tidak menjadi andalan saya untuk mendatangkan kebahagiaan.
Saya berpikir jika orang lain _termasuk keluarga inti_ tidak punya kewajiban untuk membahagiakan saya. Beban hidup mereka sudah terlalu berat maka tidak usah ditambah lagi dengan tugas membahagiakan saya sebagai individu.
***
Hal yang pertama kali saya lakukan adalah mendefinisikan kebahagiaan itu sendiri. Apa sih kebahagiaan menurut saya?
Jawaban dari pertanyaan itu terus dicari. Dengan membaca buku, menelaah alam sekitar dan tentu saja mencoba berbagai aktifitas.
Setelah mencari-cari dalam waktu yang tidak sebentar, definisi kebahagiaan itu begitu dekat. Kebahagiaan itu _menurut saya_ adalah ketika kita mengaktualisasikan apa yang saya pikirkan.
Saya tidak terlalu melibatkan perasaan dalam merumuskan kebahagiaan ini. Apakah saya tidak punya perasaan? Ah, tidak juga.
Karena saya termasuk tipe pemikir (lebih tepatnya tukang berkhayal) maka apa yang ada dalam pikiran harus bisa dikomunikasikan ke khalayak. Saya sendiri sering bingung kenapa saya suka berimajinasi sedangkan orang lain kurang suka berimajinasi. Banyak orang yang saya temui malah "malas" diajak untuk sekedar berkhayal, maunya sekedar meniru apa yang ada.
Cara saya mengkomunikasikan khayalan  bisa bermacam-macam. Saya bisa menari-nari sendiri hingga mendeskripsikannya dalam bentuk tulisan dan lukisan.