Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kehidupan ala Keong, Lamban tapi Kuat Bertahan

8 Januari 2021   15:58 Diperbarui: 8 Januari 2021   16:06 5031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga Keong (Dokpri)

Saya menganalogikan kehidupan ala keong sebagai kehidupan yang "serba lambat" tetapi meninggalkan jejak dan bisa kuat bertahan. Sebaliknya, kehidupan ala katak yang bisa melompat-lompat dengan cepat tetapi tidak meninggalkan jejak.

Jejak yang dimaksud adalah pengaruh bagi kehidupan lingkungannya. Seekor keong sawah, sering meninggalkan jejak setelah dia berjalan melewati tanah lumpur. Jejaknya berupa garis seukuran tubuhnya dengan pola meliuk-liuk. Jejaknya tidaklah kuat atau besar tetapi si keong jelas berniat memberikan warisan bagi sekitarnya.

Nah, jika kita menilik kehidupan manusia ada orang yang memiliki kehidupan yang serba lambat dalam pencapaian tetapi masih memiliki pengaruh bagi kehidupan sekelilingnya.  Terkadang, orang seperti ini tidak terlihat unggul dalam peradaban tetapi dia punya peran krusial dalam lingkup kehidupannya.

Hal yang sering kita saksikan adalah tipe "manusia keong" yang suka menjaga kelestarian lingkungannya dengan membuang sampah pada tempatnya. Dalam keseharian, si manusia keong nyaris tidak dilirik tetapi  kehilangannya nampak seperti puzzle yang hilang. Tanpa dia, kehidupan tidak sempurna. Keberadaannya sangat dirindukan karena jasanya saat dia masih hidup.

Dalam situasi pandemi, manusia keong seperti ini mampu bertahan. Dia sudah mempersiapkan kebutuhan dasarnya tanpa harus banyak bergantung pada dunia di luar jangkauannya.

Seekor keong sawah bisa bertahan mengarungi kemarau panjang dengan melakukan tidur panjang. Dan, dia akan kembali terbangun ketika air hujan mengguyur tanah. Bagi seekor katak, kehidupan si keong akan terasa membosankan. Terkesan tanpa ambisi.

Tapi bagi si keong, kelambanan itu adalah alasan kenapa dia bisa bertahan dari terpaan evolusi. Mungkin saja seekor dinosaurus punah begitu saja karena terlalu berambisi untuk menjadi penguasa kehidupan. Diantara mereka saling berkelahi sampai mati memperebutkan teritori. Bagi si keong, teritori bukan prioritas tetapi kelanggengan spesies di muka bumi adalah hal yang utama.

Jejak keong sawah. (Dokpri)
Jejak keong sawah. (Dokpri)
Dalam konteks pembangunan yang lebih luas, kelambanan ala keong bisa menjadi acuan. Bila dibandingkan dengan pola pembangunan yang serba tergesa-gesa, pembangunan yang lamban tapi berpengaruh lama dan luas jauh lebih baik.

Memang tidak semua hal bisa lamban ala keong. Masih banyak hal yang harus dilakukan dengan cepat dan segera.

Dalam dunia yang serba ketidakpastian, mencari "aman" tanpa ancaman memang lebih baik. Saya tahu jika kita sedang mengarungi zaman yang penuh resiko. Dan, resiko itu harus diambil. Namun, pembangunan yang penuh ketergesa-gesaan menjadi sangat riskan. Ada badai, terlalu mudah diterjang. Ada krisis, terlalu mudah terkikis.

Kita lihat sendiri bagaimana krisis di seantero dunia sulit menerjang orang-orang yang masih mempertahankan "kelambanan". Kearifan lokal yang serba "jadul" masih sanggup menahan gelombang pasang keterpurukan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun