Pada akhir Mei 2025, Indonesia masih mengalami curah hujan yang cukup tinggi di berbagai wilayah, termasuk daerah pelosok. Fenomena ini terjadi di tengah masa peralihan musim dari penghujan ke kemarau, yang ditandai dengan cuaca tidak stabil dan potensi hujan lebat. Curah hujan di berbagai wilayah Indonesia saat ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, seiring dengan pengaruh fenomena atmosfer global seperti La Nia dan perubahan iklim. Hujan deras yang terjadi secara terus-menerus selama beberapa pekan terakhir telah membawa berbagai dampak bagi lingkungan, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan pelosok. Selain itu, aspek kesehatan masyarakat juga turut terdampak oleh tingginya intensitas curah hujan.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pada dasarian pertama Mei 2025, curah hujan di Indonesia bervariasi: sekitar 30% wilayah mengalami curah hujan rendah, 66% menengah, dan 4% tinggi hingga sangat tinggi. Di Bandung, pada 22 Mei 2025, BMKG memprakirakan hujan ringan dengan suhu berkisar antara 19--28C dan kelembapan tinggi antara 77--98%.
Dampak Lingkungan di Perkotaan
Di wilayah perkotaan, curah hujan tinggi sering kali menyebabkan banjir akibat sistem drainase yang tidak memadai. Saluran air yang tersumbat oleh sampah atau tidak mampu menampung volume air yang besar membuat air meluap ke jalan dan pemukiman. Hal ini menyebabkan kemacetan lalu lintas, kerusakan infrastruktur, dan terganggunya aktivitas ekonomi masyarakat.
Selain banjir, genangan air yang bertahan lama mempercepat kerusakan jalan, memperbesar risiko kecelakaan, dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat. Kualitas udara juga bisa menurun akibat peningkatan kelembapan dan pertumbuhan jamur serta bakteri di area yang lembab.
Dampak di Pedesaan dan Daerah Pelosok
Di pedesaan, terutama di daerah pelosok yang jauh dari pusat pemerintahan, dampak curah hujan tinggi bisa lebih kompleks. Banyak daerah pertanian tergenang air, yang mengakibatkan gagal panen atau keterlambatan masa tanam. Selain itu, akses jalan menuju sekolah, pasar, dan fasilitas kesehatan menjadi terhambat karena jalan rusak atau tertutup longsor.
Tanah longsor dan erosi menjadi ancaman nyata di wilayah perbukitan dan pegunungan. Rumah-rumah yang dibangun di lereng atau dekat sungai menjadi rentan terhadap bencana, sementara ketersediaan air bersih pun bisa terganggu karena pencemaran dari limpasan air hujan yang membawa lumpur dan limbah.
Dampak terhadap Kesehatan
Tingginya curah hujan juga berimplikasi langsung terhadap kesehatan masyarakat. Genangan air menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk penyebab penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, dan malaria. Kasus DBD cenderung meningkat selama musim hujan, terutama di wilayah dengan sanitasi buruk dan pengelolaan lingkungan yang kurang baik.
Selain itu, paparan udara lembab dan lingkungan basah meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, dan alergi. Di beberapa daerah, terjadi pula peningkatan kasus diare dan penyakit kulit akibat air yang tercemar dan sanitasi yang terganggu.