Mohon tunggu...
Moh. Samsul Arifin
Moh. Samsul Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka membaca dan menulis apa saja

Saya suka menulis, dan membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanean Lanjheng, Maulid Nabi, dan Madura

26 Desember 2020   16:18 Diperbarui: 26 Desember 2020   16:20 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Arsitektur adalah seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dan sebagainya; ilmu bangunan. Disini kita mendapati bahwa bidang ini dapat merancang berbagai bangunan lain selain rumah atau gedung (KBBI). Amos Rappoport (1981) mengungkapkan bahwa "Arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia, yang lebih dari sekedar fisik, tapi juga menyangkut pranata-pranata budaya dasar. Pranata ini meliputi: tata atur kehidupan sosial dan budaya masyarkat, yang diwadahi dan sekaligus memperngaruhi arsitektur."

Arsitektur rumah adat menyimpan nilai sejarah, ia tidak hanya terbentuk dengan sendirinya berdasarkan nilai yang bias antara "suka-suka pembangunnya" atau terjadi dan "ada" begitu saja. Di Madura, bentuk (baca; arsitektur) rumah adat Tanean Lanjheng memiliki nilai filosofinya tersendiri.

Tanean Lanjheng sendiri merupakan norma tata bangun dan tata letak permukiman keluarga. Secara etimologi, Tanean berarti halaman, dan lanjheng artinya panjang. Bila kita perhatikan sendiri, rumah adat di Madura memiliki halaman yang memanjang dari barat ke timur, di ujung barat halaman ada mushalla sebagai tempat ibadah seluruh anggota keluarga dan di sebelah utara paling dekat dengan mushalla adalah 'Roma Pamulean' atau rumah utama (rumah tertua milik orang tua tempat anak-anaknya pulang dari perantauan), di sebelah timur atau selatan adalah rumah keturunan (anak-anak dari kepala keluarga) biasanya dimulai dari anak sulung paling dekat dengan rumah utama dan selanjutnya ke arah timur (anak bungsu). Dalam satu tanean ada satu kelompok keluarga besar, biasanya dari ayah-ibu, anak dan cucu.

Semakin besar anggota keluarga bisa dilihat dari seberapa panjang halaman, atau jumlah rumah yang berjejer biasanya berhadap-hadapan ke halaman (sangat jarang ditemui rumah di Madura yang menghadap ke timur atau barat, menurut orang Madura, menghadap matahari langsung baik pagi atau sore tidak baik). Rumah terbuat dari kayu dan gedek (anyaman bambu) atau serap (papan) sebagai dindingnya. Yang paling membedakan rumah adat Madura dengan rumah adat lainnya adalah terasnya yang luas. Sampai kini, tradisi ini masih terlihat di kebanyakan permukiman di Madura meskipun beberapa rumah sudah mengadopsi arsitektur bangunan modernis.

Sekalipun beberapa arsitektur rumah di Madura mulai beralih dari tradisional ke modern namun ukuran luas teras selalu menjadi perhatian utama. Nilai kekerabatan yang kental, nilai sosial yang dijunjung tinggi, serta ketaatan dalam melaksanakan ritual keagamaan islam menciptakan kebiasaan dan tradisi mengundang kerabat dan masyarakat ke rumah mereka. Sehingga tradisi bersilaturahmi serta perayaan hari-hari besar yang diadakan bergantian itu akan sangat dibantu dengan tata kelola lokasi perumahan mereka yang luas dan nyaman, juga didukung oleh falsafah orang Madura yang sangat menghargai tamu.

Bulan maulid, (len mulod) dalam kalender hijriyah disebut Rabiul Awal merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebagai warga yang mayoritas muslim Ahlussunnah Wal Jamaah Assyafiiyah, masyarakat Madura punya tradisi Mulodhen. Yaitu berdoa bersama-sama, membaca kitab Barzanji (syair-syair syaikh Ja'far al Barzanji tentang kemuliaan Nabi Muhammad SAW) secara meriah yang dilakukan sebulan penuh pada bulan Rabiul Awal. Tradisi ini sudah turun-temurun dilakukan di Madura.

Setiap bulan maulid, mayarakat Madura bergantian mengundang kerabat dan para tetangga untuk merayakan maulid Nabi di rumahnya. Jumlah undangan tidak tentu, namun biasanya berkisar antara 30-ratusan orang. Semakin mampu, biasanya semakin banyak masyarakat yang diundang. Merayakan kelahiran Nabi Muhammad bagi masyarakat yang ketaatan agamanya kuat seperti di Madura tidak menjadi beban yang berat. Bahkan jika tak mampu mengundang masyarakat ke rumahnya, orang Madura selalu menyisihkan uangnya untuk disumbangkan ke masjid atau mushalla terdekat yang merayakan maulid Nabi tersebut.

Dari luas tanean dan luas teras rumah adat di Madura, kita membaca keluhuran falsafah hidup yang dianut oleh masyarakatnya. Betapa Agama itu penting, saudara dan kerabat itu penting dan tamu adalah orang yang selalu dihormati dan layak dipersiapkan dengan tempat yang luas dan nyaman. Selamat merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun