Mohon tunggu...
Moh. Samsul Arifin
Moh. Samsul Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka membaca dan menulis apa saja

Saya suka menulis, dan membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harta, Tahta, dan Dipoligami: Siapakah Wanita?

26 Desember 2020   13:18 Diperbarui: 26 Desember 2020   13:20 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada potongan kalimat yang akrab di telinga kita, fenomenal sekaligus kontroversial yang berbunyi, "Harta, tahta dan wanita" sering disebut untuk mengangkat sebuah topik atau masalah yang akan dibahas dan dipanjang-lebarkan. Beberapa orang menambah sendiri kalimat tersebut menjadi "harta, tahta dan wanita adalah masalah di dunia" ada pula beberapa yang menyelamatkan pengertian dengan kalimat yang lebih rinci menjadi "harta, tahta dan wanita adalah masalah utama bagi pria". Bagi saya keduanya belum bisa mengajarkan kebijakan [s1] meskipun kalimat kedua terasa lebih lunak dan lebih mudah diterima.

Dari kacamata agama islam, wanita diciptakan untuk memberi rasa damai dan tentram dengan cinta dan kasih sayangnya (lihat QS. Ar Rum:21), dari kacamata sejarah, hadits yang menjadi pedoman kedua hukum islam memberikan petunjuk dari "Bersikapbaiklah kepada wanita karena ia diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika kalian mencoba meluruskannya, itu akan patah. Sebaliknya, jika kalian membiarkannya apa adanya, ia akan tetap bengkok. Jadi perlakukanlah wanita dengan baik." (HR. Bukhari Muslim). Sedangkan dari sudut pandang bahasa, Adam (adaama: bahasa Ibrani klasik) berarti 'bumi' dan Hawa (hawwaa; bahasa Arab) berarti kehidupan, merupakan dua entitas yang sebenarnya saling melengkapi, tidak salah satunya mengusai. [s2]

Yang menjadi masalah adalah cara menerjemahkan hadits di atas[s3] , masih banyak orang mengartikan bahwa Hawa benar-benar diciptakan dari tulang rusuk Adam. Pengertian ini jelas menuntun pemahaman bahwa wanita "diciptakan" dan "ada" dari salah satu bagian pria sehingga terkesan agama ini sebenarnya menjurus patriarkis, bahwa pria di atas wanita baik kekuasaan maupun haknya. Wahab Zuhaili menerangkan, kata min dalam bahasa Arab yang artinya 'dari' juga bisa berarti 'seperti' sehingga kalimat ...wanita diciptakan dari tulang rusuk... lebih condong (juga bisa berarti) pada ...wanita diciptakan seperti tulang rusuk.... Pengertian yang salah tersebut secara signifikan mengkonstruksi dampak psikologis, sosial, budaya, ekonomi dan politis. Bahwa wanita selalu berada di ruang kedua, pilihan kedua dan "pelarian" kedua dalam kehidupan sehari-hari (bahkan seperti jargon masyhur di atas yang berbunyi "harta, tahta dan wanita adalah masalah di dunia.")

            Permasalahan kita bukan hanya kekurangpahaman dalam menerjemahkan literatur agama seperti di atas, namun juga menerjemahkan pesan-pesan agamis oleh para tokoh agama,[s4] sebut saja jika ulama melakukan poligami. Banyak jika mau disebutkan satu persatu; Ustad Al-Habsyi, Ustadz Aswan Faisal, Ustadz Arifin Ilham, Aa Gym, di Madura ada Ra Karror dan lain sebagainya, membuat perdebatan-perdebatan kosong dan sering juga disalahartikan. Ketidaktahuan (jika boleh saya memakai istilah ini) kita dalam memaknai 'peristiwa' tersebut justeru membuat kita terkubu-kubu, terpisah-pisah. Bahkan pada satu waktu akan saling serang. Satu golongan mendukung poligami dengan dengan memakai jurus sakti al Quran dan Hadits, satu kubu lainnya menolak dengan mengacungkan nilai moral dan kemanusiaan sebagai senjata untuk melawan oposisinya.

Saya mengajak kita semua untuk membaca ini sebagai pelajaran yang sangat berharga dan kembali pada sudut pandang yang benar [s5] bahkan dari pandang agama maupun manusia, karena sebenarnya, keduanya tidak bertentangan, justru agama (baik dari al Quran dan hadits sebagai petunjuk) menuntun manusia pada keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat (lihat QS. Asy-Syura: 52.) dan cara mengartikan 'petunjuk' dengan salah, tidak mengantarkan kita pada tujuan yang sebenarnya yaitu keselamatan.

Sebelum islam datang, Arab telah berkembang menjadi peradaban yang sesat dari beberapa budaya dalam tradisi kesehariannya. Misalnya perjudian, beristri banyak bahkan lebih dari sepuluh, dan menganggap bahwa derajat wanita itu lebih rendah dari laki-laki. Kemudian Nabi Muhammad SAW membawa ajaran yang mulia. Melalui surat An-Nisa ayat 3, laki-laki dibatasi memiliki istri maksimal empat orang, itupun dengan syarat harus adil "dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) wanita yatim (bila kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau budak-udak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." Dalam ayat ini, juteru Allah mengurangi serta mengatur jumlah maksimal istri yang bisa dimiliki oleh suami, dari 'banyak sekali' menjadi hanya empat, itupun dengan syarat yang sangat berat, adil. [s6] Nabi Muhammad SAW sendiri menikah dengan satu orang selama 28 tahun dengan Khadijah, saat Khadijah mninggal barulah Nabi menikah dengan beberpa wanita yang kebanyakan dari mereka adalah janda mati, kecuali Aisyah putri sahabatnya, Abu Bakar.

Sampai pada paragraf ke-6 pada tulisan ini di atas. Kita telah terbiasa berdebat, memegang satu argumentasi kuat-kuat tanpa mencoba memahaminya lebih dalam dan bijak, sehingga tergesa-gesa membela pemahamannya dan akhirnya kita menjadi berbeda, berdiri sendiri-sendiri dan membenarkan bahwa agama kadang-kadang tidak sesuai dengan ekspektasi manusia. Harapan saya, semoga kita bisa kembali bersatu dalam kedamaian, bahkan jika memang perbedaan adalah keniscayaan, tapi jangan sampai mempermasalahkan agama berbenturan dengan nilai kemanusiaan. Surga bagi seorang anak ada di telapak kaki ibunya (wanita), surga bagi seorang istri (wanita) ada di keridhaan suaminya. Kita (pria dan wanita) seharusnya saling mengisi dan saling menyempurnakan. Bukan menjadi kata yang secara langsung mengundang perdebatan-perdebatan bodoh dan menyesatkan.[s7]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun