Budaya Korea berkembang pesat dan meluas secara global dalam beberapa tahun terakhir. Popularitas hiburan dan budaya Korea di Asia maupun di negara belahan dunia lain tengah mencapai puncaknya.
Keberadaannya cenderung diterima publik dari berbagai kalangan sehingga menghasilkan suatu fenomena “Korean Wave” atau disebut juga Hallyu. Fenomena ini dapat dijumpai di Indonesia dan dampaknya sangat terasa di kehidupan sehari-hari terutama pada generasi milenial.
Fenomena Korean Wave
Korean Wave adalah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya Pop Korea secara global di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia, yang secara singkat mengacu pada globalisasi budaya Korea Selatan (Ulfianti, 2011).
Perkembangan teknologi informasi yang masif akibat adanya globalisasi menjadi faktor utama penyebab besarnya antusiasme publik terhadap Korean Wave di Indonesia. Korean Wave sendiri diawali dan sangat identik dengan dunia hiburan seperti musik, drama, dan variety shows yang dikemas secara apik menyajikan budaya-budaya Korea.
Seiring berjalannya waktu, budaya Korea banyak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari para pecinta budaya Korea, mulai dari fashion, make up, korean skincare, makanan, gaya bicara, hingga bahasa.
Setelah menghadapi keruntuhan ekonomi tahun 1998, pemerintah Korea Selatan memprakarsai Hallyu sebagai soft power untuk meningkatkan status ekonomi, ekspor produk budaya dan bahkan membangun citra negara. Hallyu atau Korean wave diwakili popularitas budaya populer Korea yang telah menyebar di seluruh Asia.
Masyarakat Asia kemudian mengkonsumsi produk budaya Korea dengan menonton drama Korea, mendengarkan musik pop Korea atau bahkan melakukan operasi plastik agar terlihat seperti aktor Korea serta meniru gaya busana mereka. Keberhasilan gelombang Korea juga diperluas oleh industri Korea lainnya seperti pariwisata, makanan, elektronik dan sebagainya.
Hegemoni Media
Munculnya fanatisme akan budaya pop Korea tidak luput dari adanya hegemoni media. Hegemoni ini dilakukan oleh pihak-pihak dominan di balik media yaitu pemilik industri media, melalui ideologi yang disebarkan dalam budaya pop Korea yang kemudian menciptakan kesadaran palsu.
Pada prosesnya, media massa membawa dan mengenalkan budaya pop Korea pertama. Dengan menanamkan ideologi berupa image positif budaya pop Korea. Media berhasil menarik perhatian orang yang sebelumnya menggemari budaya pop Jepang, Taiwan, dan Hollywood, untuk lebih memilih menonton tayangan-tayangan Korea. Tayangan Korea digunakan sebagai alat untuk menguniversalkan budaya-budaya Korea.