Mohon tunggu...
muhammad naufal azziz
muhammad naufal azziz Mohon Tunggu... Mahasiswa

Topik pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konsep Kewenangan Menurut Max Weber dan Relevansinya di Indonesia

4 Oktober 2025   15:02 Diperbarui: 4 Oktober 2025   15:00 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstrak

Tulisan ini menyelami pemikiran Max Weber, seorang tokoh sosiologi politik klasik, tentang konsep kewenangan. Weber membedakan kewenangan menjadi tiga tipe ideal: tradisional, karismatik, dan legal-rasional. Dengan pendekatan kualitatif melalui telaah pustaka dan analisis kasus terhadap pembatalan Undang-Undang Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2021, penelitian ini sampai pada satu kesimpulan utama: legitimasi adalah nyawa dari sebuah kewenangan, yang membedakannya dari sekadar kekuasaan atau pengaruh. Temuan penelitian mengungkap bahwa krisis legitimasi, seperti yang terjadi pada UU Cipta Kerja, berpotensi memicu gejolak politik dan penolakan massal. Meskipun tata kelola Indonesia modern didominasi oleh kewenangan legal-rasional, tulisan ini menegaskan bahwa kewenangan tradisional dan karismatik masih memiliki pengaruh yang tidak boleh dianggap remeh.

Pendahuluan

Dalam dunia ilmu politik, istilah "kewenangan" dan "kekuasaan" sering kali dicampuradukkan. Namun, Max Weber memberikan garis pemisah yang tegas antara keduanya. Bagi Weber, kewenangan bukan sekadar soal kemampuan memaksa, melainkan sebuah kekuasaan yang diakui keabsahannya oleh mereka yang dipimpin, sehingga menimbulkan kepatuhan yang tulus dan sukarela. Pemahaman ini menjadi kunci untuk membedah dinamika politik di Indonesia, di mana legitimasi pemerintah kerap diuji oleh kebijakan-kebijakannya yang menuai polemik. Artikel ini berupaya mengurai tipologi kewenangan ala Weber, menyoroti peran sentral legitimasi, dan menguji relevansinya melalui sebuah studi kasus yang sempat mengguncang Indonesia: pembatalan UU Cipta Kerja.

Metode

Penelitian ini mengandalkan metode studi literatur dan analisis kualitatif deskriptif. Sumber data primer diambil dari pemikiran Max Weber, terutama dalam karyanya Economy and Society, ditambah dengan teori-teori legitimasi dari para pemikir lain. Data empiris diambil dari putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian formil UU Cipta Kerja. Analisis dilakukan dengan cara mencermati kasus tersebut melalui kacamata teori Weber, untuk melihat sejauh mana teori klasik ini masih relevan menjelaskan fenomena politik Indonesia masa kini.

Hasil dan Pembahasan

1. Tiga Wajah Kekuasaan: Power, Influence, dan Authority
Sebelum membahas tipologi Weber,ada baiknya kita membedakan tiga konsep yang kerap bertumpang-tindih:

* Kekuasaan (Power): Kemampuan untuk memaksakan kehendak, bahkan ketika menghadapi perlawanan. Sifatnya memaksa.
* Pengaruh (Influence): Kemampuan untuk membujuk atau mengubah perilaku orang lain tanpa menggunakan ancaman yang gamblang.
* Kewenangan (Authority): Kekuasaan yang diakui keabsahannya oleh para pihak yang dipimpin. Di sinilah legitimasi berperan sebagai fondasi yang membuat orang patuh dengan rela.

2. Tiga Pilar Legitimasi: Tipologi Kewenangan Max Weber
Weber mengidentifikasi tiga sumber legitimasi yang menjadi dasar kewenangan:

* Kewenangan Tradisional: Berakar pada keyakinan akan kesakralan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Misalnya, kewenangan seorang raja atau ketua adat.
* Kewenangan Karismatik: Lahir dari daya pikat, heroisme, atau sifat luar biasa yang diyakini melekat pada seorang pribadi. Tokoh-tokoh revolusioner atau pemimpin populis seringkali mengandalkan jenis kewenangan ini.
* Kewenangan Legal-Rasional: Berlandaskan pada aturan hukum yang impersonal dan jenjang birokrasi yang jelas. Kewenangan ini melekat pada jabatannya, bukan pada orang yang mendudukinya. Contohnya adalah kewenangan seorang presiden, hakim, atau kepala dinas, yang semuanya diatur oleh hukum tertulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun