Oleh : Septi Mustika Rini, Muhammad Ihsan Sofyan
Abstrak
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) berfungsi sebagai landasan filosofis serta konstitusional dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, implementasinya sering menghadapi kendala akibat krisis moral, korupsi, dan lemahnya integritas kepemimpinan. Tulisan ini berupaya menelaah relevansi tasawuf sebagai landasan spiritual yang berpotensi memperkokoh penerapan Pancasila dan UUD 1945 dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan relevansi nilai-nilai tasawuf seperti ihsan, mahabbah, fana’, qana‘ah, dan zuhud dengan sila-sila Pancasila. Selanjutnya peran seorang mursyid sebagai pembimbing spiritual, yang disertai dengan praktik riyādah oleh setiap individu, memiliki signifikansi dalam menginternalisasikan nilai-nilai tersebut ke dalam sikap pribadi maupun arah kebijakan publik. Pengalaman negara lain seperti Turki Utsmani, Maroko, dan Senegal memperlihatkan bahwa tasawuf dapat dijadikan basis ideologi negara yang moderat dan inklusif. Kesimpulannya, integrasi Pancasila, UUD 1945 dan tasawuf tidak hanya relevan, tetapi juga urgen sebagai jalan membangun bangsa yang beradab, adil, dan bermartabat.
Kata kunci: Pancasila, UUD 1945, tasawuf, mursyid, riyādah, negara.
- Pendahuluan
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, Indonesia tengah berhadapan dengan berbagai persoalan mendasar, termasuk krisis moral, maraknya korupsi, kemerosotan nilai kemanusiaan, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap para pemimpin. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur dan pembenahan sistem hukum saja tidak memadai untuk mewujudkan kehidupan bernegara yang aman, adil, dan bermartabat, melainkan dibutuhkan juga fondasi etis dan spiritual sebagai penyangga moral bangsa.
Realitas ini menunjukkan urgensi untuk kembali pada nilai-nilai filosofis yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya sesungguhnya telah dirancang untuk membentuk tatanan masyarakat yang adil, harmonis, dan menjunjung tinggi martabat manusia. Akan tetapi, implementasinya seringkali terhambat oleh lemahnya kesadaran moral dan spiritual.
Dalam perspektif Islam, tasawuf hadir sebagai dimensi batiniah yang menekankan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), keikhlasan, pengendalian diri, serta cinta kasih universal. Prinsip tersebut selaras dengan nilai-nilai Pancasila, sebab keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu menuntun manusia menuju kehidupan yang adil, harmonis, dan bermartabat. Dengan demikian, tasawuf dapat menjadi landasan spiritual atau ruh yang memperkaya pengamalan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Sumber data yang digunakan bersifat sekunder, mencakup buku, jurnal ilmiah, dokumen resmi, serta publikasi lembaga yang relevan dengan topik kajian. Data dikumpulkan melalui kajian literatur, baik dalam bentuk cetak maupun digital, yang bersumber dari basis data ilmiah serta referensi daring kredibel.
Analisis dilakukan dengan metode analisis isi untuk mengidentifikasi, menjelaskan, dan menginterpretasikan keterkaitan antara nilai filosofis Pancasila dan UUD 1945 dengan prinsip-prinsip tasawuf. Pembahasan berfokus pada reinterpretasi Pancasila sebagai dasar filosofis bangsa dan potensinya untuk diwujudkan melalui dimensi spiritual tasawuf dalam menghadapi tantangan kebangsaan kontemporer.
- Pembahasan
- Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Landasan Filosofis Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pancasila yang memuat nilai-nilai keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial merupakan dasar filsafat negara Indonesia yang secara yuridis tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman dalam mencapai cita-cita nasional, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta berperan aktif dalam perdamaian dunia yang berkeadilan. Dengan demikian, dalam perspektif yuridis-filosofis, eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dipisahkan dari Pancasila (Notonagoro, 1983).
Secara filosofis Pancasila berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah tertanam sejak lama. Nilai-nilainya telah eksis jauh sebelum lahirnya negara Indonesia, terwujud melalui tradisi, kebudayaan, serta keyakinan keagamaan yang berkembang di Nusantara. Para pendiri bangsa kemudian merumuskannya dalam proses perdebatan intensif, mulai dari Piagam Jakarta (22 Juni 1945) hingga Sidang PPKI (18 Agustus 1945), yang akhirnya melahirkan konsensus nasional untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Proses ini menunjukkan bahwa Pancasila adalah hasil konsensus filsafat sekaligus politik, yang mampu menyatukan keragaman pandangan dan aspirasi bangsa (Kaelan, 2010).