Mohon tunggu...
MUHAMMAD HAZIQ
MUHAMMAD HAZIQ Mohon Tunggu... Mahasiswa - iam human

hai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Malu Mengungkapkan Sesuatu

9 Desember 2022   01:30 Diperbarui: 9 Desember 2022   01:34 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perasaan tidak suka dengan sesuatu barang atau merasa tidak nyaman dengan suatu barang, akan menyebabkan kita menjadi jijik, kenapa seperti itu? Misalkan kita tidak suka dengan slime (mainan yang lunak) kita akan merasa jijik dan geli, kenapa kita bisa merasakan itu? Karena kita tidak terbiasa menyentuh barang itu, mungkin pada waktu kecil kita tidak pernah atau bahkan orang tua juga tidak memberikan mainan itu kepada kita, mungkin karena adanya slime ini baru-baru saja, jadi anak yang terlahir sebelum adanya slime jadi tidak tahu barangnya seperti apa bentuknya seperti apa dan rasanya seperti apa, makanya anak menjadi jijik dan geli

Dengan rasa jijik kita juga akan malu dengan teman-teman kita yang bisa menyentuh slime, karena kalau anak kecil bermain dengan teman-temannya pasti saling ejek atau saling menjatuhkan, misalnya "alah tidak terbiasa pegang slime, pegang hp aja", terkadang ejekan ini menjadikan si anak menjadi takut untuk menyentuh slime dan trauma, karena tidak ada dukungan dari teman-temnannya, seharusnya kita sebagai teman harus mendukung atau mengarahakan, bahwa slime itu kayak gini, rasanya bila di pegang seperti ini, jadi si anak akan merasa terbantu dengan bantuan tadi, dan secara bertahap si anak akan semakin terbiasa bila menyentuh slime tidak takut lagi

Dua paragraf diatas hanya sebagai gambaran bahwa materi kita menjelaskan tentang jijik dan malu, dan di artikel ini atau tulisan ini akan kita bahas mengenai jijik dan malu menurut buku dan artikel yang sudah di publish

Disgust atau jijik merupakan emosi yang terjadi akibat penampilan, Rasa jijik seringnya tidak dialami sendiri saja tetapi seringkali juga disertai dengan emosi negatif lainnya seperti rasa takut (Muris, Mayer, Borth, & Vos, 2013; Muris, Mayer, Huijding, & Konings, 2008), kecemasan (Viar-Paxton et  al., 2015), dan kemarahan (Nabi, 2002; Russell & Giner-Sorolla, 2013), dan mungkin juga bergabung keadaan emosional lainnya. [1]

Misalnya: seorang anak kecil bermain ke taman bersama ibunya. Tiba-tiba tak sengaja ia menginjak telur katak di genangan air yang ditutupi oleh rumput, spontan dia berteriak karena kakinya merasa geli atau jijik bersentuhan dengan telur katak. Nah, bersamaan dengan rasa  jijik itu, rasa takut juga menghampiri si anak tersebut, terkadang anak jika jijik dengan suatu barang maka disertai dengan rasa takut juga, karena dengan rasa kaget terus jijik dan menjadikan si anak takut, seperti telur katak tadi, telur katak kan teksturnya licin dan padat seperti air liur di hidung (Yumbel) jadi anak merasa jijik dan takut, karena belum pernah menyentuh dan belum pernah lihat, mungkin di sekolah anak hanya di kasih gambaran bahwa telur katak itu seperti ini, tidak di praktekkan secara langsung, jadi anak kalau menyentuh telur katak tersebut kaget dan akhirnya menimbulkan rasa jijik dan geli

Kemudian shame, apa itu shame? menurut Tangney (1999) shame adalah emosi menyakitkan yang biasanya disertai perasaan menjadi 'kecil', tidak berharga, serta ketidakberdayaan. Shame ini menyakitkan serta dapat berdampak negatif pada perilaku interpersonal.[1] Tinjauan psikologis mengartikan istilah malu dengan emosi yang muncul dari ketidaksadaran terhadap sesuatu yang tidak berharga, menggelikan, tidak pantas, aib, emosi terhadap perilaku atau keadaan diri seseorang (atau pada orang yang memiliki kehormatan) atau sedang berada dalam situasi yang melanggar kesopanan (Gilbert, 2003:1).[2] Rasa malu ini dapat terjadi di depan umum maupun secara pribadi. 

Malu merupakan salah satu rasa sakit yang luar biasa dan sangat negatif. Jika seseorang mengalami malu ia memiliki keinginan untuk bersembunyi, menghilang, atau mati. Ini merupakan diri yang rusak disertai dengan peningkatan hormon kortisol (Gruenewald, Kemeny, Aziz, & Fahey, 2004: Lewis & Ramsay, 2002).

Shame atau malu ini mengakibatkan seseorang merasa terganggu ketika beraktivitas, bingung dalam berpikir, dan tidak mampu berbicara.

Siapa yang suka dengan malu? Pasti tidak ada, karena malu itu sangat sakit, sakit dimana? Yang pasti sakit di bagian dalam, di bagian batin tepatnya, anak bila mengerjakan sesuatu dengan salah dan itu tidak sengaja, maka teman-temannya akan pasti ketawa dan mengejeknya, dan dari tawaan dan ejekan itu akan menimbulkan si anak menjadi trauma bila melakukan kegiatan tersebut, karena tidak ada dukungan dari teman-temannya, dan terkadang dukungan dari bapak/ibu guru maupun orang tua itu kurang, karena tidak semua pembicaraan dari seorang guru dan orang tua itu bisa di mengerti oleh anak, terkadang anak mengerti pembicaraan atau faham pembicaraan dari temanya

Dari situlah orang tua faham bahwa perkembangan anak ini sudah mulai berkembang, yang awalnya sama orang tuanya atau gurunya, sekarang sudah mulai pintar memilih teman sebayanya untuk dijadikan teman bermain atau teman belajar, karena dengan si anak punya teman bermain dan belajar, si anak akan lebih semangat dalam beraktivitas, karena di lapangan orang tua tidak selalu menemani si anak, tetapi teman terdekatlah yang biasanya menemani si anak.

Baik teman-teman pembaca semua, mungkin cukup ini ya yang bisa saya sampaikan, mungkin ada kebingungan atau ada ganjalan bisa langsung chat WA pribadi saya ya.

Sekian dan terimakasih

See You The Next Project.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun