Mohon tunggu...
Muhamad FajriHermawan
Muhamad FajriHermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa/Universitas Ibn Khaldun Bogor

Mahasiswa prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Ibn Khaldun Bogor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mantan Presiden Dalam Sorotan: Mengapa Jokowi Masih Perlu Public Relations?

20 Juni 2025   18:43 Diperbarui: 20 Juni 2025   19:09 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: presiden jokowi sedang duduk di halaman istana bogor, sumber: pinterest 

Apakah seorang mantan presiden masih perlu menjaga citra dirinya? Pertanyaan ini mungkin terdengar sepele, namun menjadi relevan ketika kita menyaksikan bagaimana sosok Joko Widodo (Jokowi) tetap berada dalam pusaran perhatian publik, meski masa jabatannya telah resmi berakhir. Mulai dari isu "cawe-cawe" di Pilpres 2024, hingga terpilihnya sang anak sebagai wakil presiden, serta tudingan seputar keaslian ijazah. Semua ini menunjukkan bahwa Jokowi belum benar-benar 'pensiun' dari perhatian publik.

Situasi ini menunjukkan bahwa citra dan reputasi seorang mantan kepala negara bukanlah sesuatu yang otomatis berhenti bersamaan dengan masa jabatannya. Justru di fase ini, strategi komunikasi---khususnya public relations (PR)---menjadi alat penting untuk menjaga keutuhan narasi, kredibilitas, dan warisan kepemimpinan.

Reputasi Itu Tidak Pensiun

Banyak yang menganggap bahwa ketika masa jabatan berakhir, maka selesai juga urusan dengan publik. Namun faktanya, reputasi tokoh publik tidak pensiun. Nama Jokowi tetap hangat dibicarakan, baik dalam berita media massa maupun perdebatan di media sosial. Tantangannya, tidak semua yang dibicarakan itu bernada positif. Ada narasi miring, kritik, bahkan tuduhan yang bisa merusak citra bila dibiarkan begitu saja tanpa respons.

Dalam kondisi seperti ini, strategi PR menjadi peran penting. Teori Image Restoration dari William Benoit menyebutkan bahwa ada berbagai cara untuk memperbaiki citra, mulai dari menyangkal tuduhan, mengalihkan tanggung jawab, menjelaskan maksud sebenarnya, melakukan koreksi, hingga mengakui kesalahan. Pendekatan ini dapat digunakan oleh siapa pun yang reputasinya sedang terancam, termasuk oleh mantan presiden seperti Jokowi. tentunya bergantung pada konteks dan persepsi publik terhadap isu yang berkembang.

Demikian pula, pada teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT) dari Timothy Coombs menekankan bahwa respons terhadap krisis sebaiknya disesuaikan dengan konteks dan tingkat kepercayaan publik. Mengingat Jokowi dikenal sebagai sosok yang merakyat, pendekatan yang terlalu birokratis atau memilih diam dalam menghadapi isu justru dapat merusak kesan positif yang selama ini telah ia bangun.

Belajar dari Tokoh-tokoh Pasca-Kekuasaan

Sejumlah mantan pemimpin dunia menunjukkan bahwa komunikasi pasca-jabatan adalah bagian integral dari legacy building. Barack Obama, misalnya, tetap aktif melalui forum internasional, yayasan sosial, serta karya tulis yang membuka refleksi personal atas kepemimpinannya. Di Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempertahankan eksistensi komunikatifnya dengan menulis memoar, memberikan analisis politik, dan tetap terlibat dalam ruang publik intelektual. Mereka memahami bahwa komunikasi bukan semata alat politik saat berkuasa, melainkan bentuk pertanggungjawaban moral terhadap rakyat yang pernah mereka pimpin.

Sebaliknya, bersikap terlalu pasif atau diam kerap menimbulkan kesan negatif. Dalam budaya kita, diam kadang diartikan sebagai mengiyakan tudingan. Jokowi memang dikenal santun dan jarang membantah secara langsung kritik yang diarahkan kepadanya. Namun, di era media digital yang hiperaktif, ketidakjelasan bisa cepat memunculkan kesimpulan negatif. Dalam komunikasi politik, publik menuntut kejelasan dan kecepatan, bukan sekadar kesopanan. Ketika narasi negatif dibiarkan berkembang, hal itu dapat mengikis kepercayaan publik, terutama bila informasi yang berkembang tidak disertai klarifikasi. Karena itu, penting bagi Jokowi untuk tetap hadir secara komunikatif dalam ruang publik, tidak harus secara langsung, tapi melalui kanal-kanal yang strategis dan terpercaya.

Langkah Strategi Yang Dapat Diterapkan

Beberapa langkah yang patut dipertimbangkan oleh Jokowi:

  • Menunjuk juru bicara untuk menyampaikan klarifikasi isu-isu sensitif.
  • Menulis memoar atau buku reflektif tentang pengalaman selama memimpin.
  • Aktif dalam forum-forum internasional dan dalam isu sosial di Indonesia.
  • Mengelola media sosial dengan pendekatan yang lebih komunikatif dan responsif.
  • Membentuk yayasan sosial sebagai perpanjangan kontribusi di luar pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun